"Jika menyakitkan katakan saja, bibir merahmu bisa diam tapi bola matamu mengatakan segalanya"
Kring...kring...kring,
Bel istirahat kembali berbunyi, dan senyaring apapun bunyinya akan selalu terdengar merdu di telinga para siswa siswi Tunas Bangsa. Tidak terkecuali dengan Dafa yang tak kalah sama dengan murid lainnya, arah langkah kakinya sudah bergerak maju menuju ke salah satu kelas yang berada satu tingkat dibawahnya. Sesampainya disana, laki - laki itu pun langsung menyandarkan punggungnya pada sebuah dinding kokoh bercat putih tepat di sebelah pintu masuk kelas.
Beberapa siswi cantik langsung menyambut kehadirannya dengan sengaja berlalu lalang tanpa sebab di depannya. Ada yang berjalan sambil melirik, ada juga yang setengah mengibas - ngibaskan rambutnya dengan maksud menebar pesona dan ada pula yang memang nampak berjalan seperti biasanya tanpa maksud apapun. Kebanyakan dari gadis - gadis tersebut berasal dari kelas IPS dua dan tiga yang kelasnya tepat bersebelahan dengan kelas milik Larissa IPS satu.
Namun sayang, Dafa sepertinya tidak berminat pada mereka. Meski parasnya yang tergolong sangat cantik tetap saja tak membuat Dafa merasa tertarik sedikit pun. Polesan make up di wajah yang terlalu tebal membuat mereka seolah terlihat lebih tua dari ukuran seusianya. Dafa tak suka itu, karna menurutnya cantik hati lebih menawat ketimbang cantik rupa saja.
Beberapa menit menunggu membuat Dafa jadi bosan, entah apa yang dilakukan gadis itu hingga memerlukan waktu yang lama hanya untuk keluar dari kelas saja. Dafa masih dalam posisinya, hingga sesaat kemudian, yang ditunggu pun akhirnya muncul juga.
"Ekhmm,," Tegur Dafa saat melihat Larissa yang baru saja keluar dari kelasnya.
Larissa menoleh kaget ketika melihat Dafa yang sudah berdiri disamping pintu kelasnya, "Ehh lo udah disini ternyata, baru aja mau gue samperin" Ucap gadis itu.
Dafa tersenyum sinis, "Ngapain sih lo tadi di dalem ? Lama bener perasaan, berasa kayak lagi nungguin orang berak aja gue" Ucapnya sewot.
Larissa memonyongkan bibirnya, "Noh salahin anak - anak tuh yang pada minta jawaban gue, kan jadi lama gue keluarnya"
"Yang lo maksud jawaban elo itu bukannya jawaban dari gue ya ?" Koreksi Dafa.
Larissa menatap Dafa heran. "Yaelah Daf, gitu aja dipermasalahin, iya - iya jawaban ELO ! udah puas ?" Ralat gadis itu.
Dafa menekuk bibirnya keatas, tersenyum puas.
"Demen kan lo sekarang ? Yaudah berhubung gue lagi baik, sekalian hari ini biar gue yang traktir elo"
"Widihh, yang kemarin - kemarin masih gue yang bayarin sekarang sok - sokan udah mau nraktir aja nih" Ledek Dafa
Larissa mendekati telinga kiri Dafa, berbicara pelan di depan telinganya. "Gue baru aja dapet rejeki Daf" Bisiknya.
Dafa menatap remeh sahabatnya, "Kesambet rejeki apaan lo emangnya ? Paling - paling juga salah transfer doang" Ledeknya lagi.
Larissa mendelik, "Berisik lo ah ! Gue baik salah, jahat juga salah"
"Yaudah sini kasi liat seberapa lo punya ? Paling juga kebeli kuah bakso doang"
Larissa masih bisa tersenyum walau di hati sedari tadi ingin mengumpat tak jelas. Gadis itu merapatkan tubuhnya lebih dekat pada Dafa, kemudian memperlihatkan isi saku bajunya yang terlihat kembung dari arah luar. Dafa menundukkan kepalanya kebawah melihat ke arah dalam, dan seketika menarik kembali kepalanya ke posisi awal tanpa berkomentar sedikit pun.
Ekpresi wajahnya mendadak berubah, membuat Larissa jelas bingung karnanya. "Kenapa dah lu ? Kurang banyak emangnya ? Ini udah cukup banget kali Daf" Duga gadis itu untuk sementara waktu.
Dafa beralih menatap Larissa dengan tatapan curiganya. "Abis maling dari mana lo sampek dapet duit sebanyak itu ?"
Larissa tentu terperanjat kaget mendengar ucapan kotor yang terlontar dari mulut Dafa dan berbalik menghadiahi laki - laki itu dengan tatapan yang menyeramkan seperti bocah yang ketahuan maling sendal, "Ehhh sembarangan aja kalo ngomong, emang sejak kapan gue pernah maling hah ?" Bela gadis itu.
"Ya terus dari mana asal duit sebanyak itu kalo bukan dari maling ?" Dafa mulai berprasangka buruk pada Larissa.
Larissa berdecak kesal, "Gue bisnis, bukan maling kali, catet itu !"
Dafa mengerutkan dahinya, "Bisnis apaan ? Kok gue gak tau"
"Ya jelas lo gak tau, gue aja baru mulainya hari ini" Ucap Larissa sewot.
"Yaudah sekarang cepetan jelasin bisnis apaan yang lo maksud !"
"Bisnis jawaban" Larissa tersenyum polos sembari mengangkat kedua alisnya keatas berulang kali.
Mulut Dafa menganga tak percaya, "Apa lo bilang barusan ?" Tanyanya berharap hanya pendengarannya saja yang salah.
"Bisnis jawaban Dafaaaa" Ulangnya lagi.
Dafa mengangguk - anggukkan kepalanya tanda paham. "Hmm,,,Bisnis jawaban ya ? Jadi semacam jual beli jawaban ke temen - temen lo, terus lo mintain mereka bayaran gitu ?"
Larissa mengangguk cepet mengiyakan penafsiran tersebut, "Bener banget ! Cerdas kan gue ? Gak nyesel kan lo punya sahabat kayak gue ? udah baik, pinter nyari duit lagi" Pujinya pada diri sendiri.
Dafa diam, mencoba mengatur napasnya sebentar. "Siapa yang udah ngajarin lo bisnis kayak begituan ?"
Larissa tentu dengan cepat pasti menjawab, "Gue sendiri lah, hebat kan ??" Gadis itu terlihat sangat riang sekali.
"Oke, berarti kesimpulannya, lo adalah satu - satunya orang yang harus gue hukum" Dafa langsung menarik salah satu telinga Larissa tanpa ampun, sampai membuat si empunya telinga mengaduh kesakitan. Apa kabar dengan sekitarnya ? Tentu semua murid memandang mereka dengan penasaran. Larissa sudah setengah mati menahan malu dijewer Dafa di tempat umum seperti ini
"Awhh,, awh sakit Dafa"
Larissa memukul - mukul lengan milik Dafa agar menyudahi kegiatan menjewernya. Beberapa detik kemudian Dafa melepaskan jari jemarinya tersebut saat sudah cukup memberi pelajaran pada Larissa.
"Lo kenapa sih ? Kok malah jewerin kuping gue, emang gue salah apaan dah sama lo hah ?" Teriak Larissa setengah emosi sembari mengusap telinga yang sedikit memerah.
Dafa melototkan matanya, "Nanyak lagi salahnya dimana ? Lo cek cobak google maps terus pantengin dah titik - titik kesalahan lo dimana hah" Kesal Dafa.
Larissa menatap bingung kearah Dafa, "Lah kok jadi balik lo yang marah ? Harusnya kan gue ! Ga jelas banget emang"
"Wajar gue marah, lo salah Rissa !"
Larissa mulai berpikir panjang di dalam otaknya, ada berbagai kemungkinan yang pasti membuat Dafa marah. Kemungkinan pertama pasti soal patokan harga, yang kedua ini sudah pasti juga mungkin, komisi ! Iya tepat sekali. Tapi harusnya Dafa bisa lebih bersabar kan, dan memberi Larissa kesempatan untuk berbicara. Dirinya bukanlah gadis seperti itu kok.
"Oke, lo tenang dulu. Gue paham apa yang lo pikirin sekarang tapi gue gak seperti yang lo bayangin kok" Larissa mencoba menenangkan Dafa sejenak.
"Bagus kalo lo udah ngerti, sekarang gue minta kelarin semuanya dan jangan lo ulang lagi"
"Oke - oke gue gak bakal ngulangin lagi. Sekarang gue tanya lo mau minta seberapa ? Setengah - setengah atau seperempatnya ?"
Dahi Dafa berkerut lagi - dan lagi. "Maksud lo setengah seperempat ?"
"Iya lo mau minta berapa, tenang pasti gue kasih kok jangan risau. Komisi pasti selalu lancar dan gue bisa jamin itu"
Dafa ingin sekali menangis, menjambak, menggigit, mengumpat sejadi - jadinya saat ini, namun dengan ikhlas dia tahan ! Karna kekerasan bukanlah solusi terbaik.
Dafa menarik napasnya dalam - dalam kemudian menghembuskannya secara paksa. "Ampunn rissa, yang gue omongin bukan masalah komisi kali. Kalo soal itu gue mah sama sekali gak tertarik"
Sekarang malah Larissa yang tidak paham maksud ucapan dari Dafa. "Lah terus maksud lo apaan dong ? Oh jangan - jangan soal tarif harga ya kan ? Kalo itu mah pasti udah gue pikirin juga lah Daf, lo tenang aja, udah gue sesuaiin kok sama tingkat kerumitan soalnya"
Dafa berdecak kesal, merasa jadi tidak sabaran sekarang, jika bukan karna Larissa itu sahabatnya sendiri pasti sudah ia maki sejak tadi. Karna masih tidak mengerti juga.
"Sa, dengerin gue. Lo udah salah mengerti maksud omongan gue barusan. Intinya kalo lo tetep jalanin bisnis ini, itu sama aja kayak ngejerumusin temen - temen lo sendiri ke lubang yang sama. Lo secara langsung bakal ngedatengin habit buruk buat mereka karna ulah lo sendiri. Sampek sini lo paham maksud gue kan ? " Tanyanya memastikan
Larissa mengerucutkan bibirnya seperti bebek. "Tapi kan gue maksudnya cuma nolong mereka aja kali Daf, lagian kan makhluk sosial memang sepantesnya saling tolong menolong kan ?, lo gimana sih, kan elo yang ngajarin gue !"
"Ya tapi bukan gitu juga kali caranya Sa ! Pokoknya gue gak setuju, dan gue minta kelarin sekarang, kalo ini sampek keulang lagi, gue pastiin gak bakalan bantuin lo lagi" Ancam Dafa.
"Yah,,lo kok gitu sih Daf. Jahat banget sama gue, baru juga gue untung sedikit Daf, Gak asik lo mah" Rengek gadis itu.
"Udah ah gak usah protes, gue gak terima bantahan dari lo. Dan semua uang yang lo dapet tadi harus lo balikin ke mereka lagi" Titah Dafa.
Wajah Larissa sudah tertekuk, cemberut. Namun dirinya tidak menghiraukan hal tersebut. Sekali - sekali gadis itu memang harus diberi pelajaran, sifat malas yang sudah mendarah daging kini dengan sengaja mau dirubah menjadi penyakit yang bisa ditularkan pada teman - temannya. Dafa tak mau hal itu sampai terjadi, ini sama saja seperti pembodohan berskala kecil yang coba gadis itu lakukan. Dafa juga tidak mau kalau bisnis payah itu membuat sahabatnya sampai terlibat masalah dengan guru - guru nantinya.
Dafa menarik paksa lengan kanan Larissa, setengah menyeret tubuh gadis itu yang terasa berat sekali untuk berjalan menuju kantin. Dafa bisa paham jika Larissa kesal atau merasa sedih karna usaha yang digagalkannya. Niat gadis itu memang baik, tapi cara yang ia pilih adalah salah, jadi sebagai sahabatnya Dafa tentu wajib mengarahkannya ke jalan yang benar juga.
Suasana kantin kali ini begitu padat merayap seperti biasanya, dihinggapi oleh puluhan kaum haus dan lapar dari berbagai penjuru tingkatan kelas. Beruntung kali ini masih ada satu tempat duduk kosong yang tersisa, dan hal itu tidak terlepas dari pantauan Larissa sejak tadi yang dengan sigap segera berlari menuju meja incarannya tersebut sebelum diembat oleh yang lainnya.
Dilihat dari gerakan lincah gadis itu menandakan bahwa dirinya sedang baik - baik saja, dan Dafa bersyukur akan hal itu, setidaknya Larissa tidak marah karna nasehatnya tadi, moodnya juga cepat berubah membaik kalau sudah melihat banyak makanan dihadapannya.
"Mau makan apa lo ?" Tanya Dafa menghampiri Larissa yang lebih dulu sampai di meja.
"Apa aja deh yang penting lo yang bayarin" Jawabnya malas.
Larissa yang berkata demikian langsung saja mendapat toyoran dari Dafa. "Kebiasaan minta - minta lu !" Katanya menghujat.
"Maunya sih enggak minta, cuman ya begimana, bisnis gue juga udah hancur karna lo" Sindirnya balik.
"Udah gak usah dibahas, mendingan lo minta - minta ketimbang ngejalanin bisnis payah dan gak jelas"
Dafa lantas pergi ke salah satu lapak kantin sekolahnya tanpa mendengarkan pembelaan dari Larissa, dan sepersekian menit kemudian muncul dengan membawa dua buah mangkuk bakso ditangannya, serta sebotol air mineral yang ia sisipkan di tengah lipatan sikunya.
"Loh, airnya kok cuman satu ? Terus buat gue mana ?" Protes gadis itu.
"Lo gak liat tangan gue penuh hah ! Mending ya, lo bantuin gue dulu kek, ketimbang bisa bacot doang, gak tau diri emang" Omel Dafa.
Larissa terkekeh, "Ya udah sih santai aja dong ngomongnya gak usah pakek ngegas ! Yang begini mah kecil, sini - sini biar gue bantuin" Tawar gadis itu.
Larissa tiba - tiba saja langsung menyerobot paksa kedua mangkok bakso ditangan Dafa tanpa aba - aba, beruntung baksonya tidak sampai amblas ke bawah.
"Awas panas ! Kesiram kuah bakso tuh muka tau rasa lo" Peringat Dafa yang langsung dihadiahi delikan tajam oleh sahabatnya.
"Lo lagi nyumpahin gue ?"
"Dikit, itupun kalo lo peka"
Aneh, Larissa tidak geram sama sekali, tidak juga sedang berada dalam mode berbahaya, mungkin karna keadaan perutnya yang sudah meronta - ronta minta diisi sejak tadi. Jadi malas saja untuk memperpanjang perkelahian dengan Dafa.
Tanpa berlama - lama lagi dua sejoli itu pun segera menyantap bakso panasnya masing - masing, tampilan kuah keduanya sedikit berbeda satu sama lain. Dafa dengan kuah yang berwarna sedikit lebih pekat ketimbang milik Larissa yang terlihat lebih bening dari punyanya. Sesekali di sela - sela waktu memakan bakso, keduanya juga sedikit menyelipkan beberapa obrolan disana.
"Nanti pas jam pulang, lo gak papa kan kalo nunggu bentaran ?" Dafa mulai membuka suara.
"Mo ngapain ?" Tanya balik gadis itu.
"Biasalah" Jawab Dafa secara singkat yang sudah menduga bahwa Larissa pasti sudah mengetahui maksudnya itu.
"Emangnya kelas tiga masih dibolehin tanding ?" Tanyanya lagi sembari terus menyendokkan kuah bakso ke dalam mulutnya.
"Jelaslah, cuman tim gue yang bisa mereka andelin" Ucap Dafa penuh gagah.
Larissa menatap malas sahabatnya, "Dasar sombong, gue sumpahin kalah tau rasa lo"
"Hehh, sumpahan lo gak bakal mempan kali buat gue ! Secara gue kan udah ahlinya"
"Alahh mimpi lo ketinggian Daf" Ucapnya merendahkan
"Lo bilang apa barusan ? Lo masih belum bisa mengakui ? Perlombaan apasih yang gak pernah tim gue menangin ? Apalagi cuman buat pertandingan persahabatan aja, udah pasti tim gue lah yang bakal menang" Balasnya penuh percaya diri sekali.
" Tau ah, intinya besok gue tetep bakal mau bawain lo tisu, bila perlu gue bawain sekotak deh biar gak sampek kehabisan"
Dafa mengernyitkan dahinya merasa bingung.
"Buat apa lo bawa tisu ?"
"Jaga - jaga, kali aja lo kalah kan"
Dafa mendengus kesal, bukannya mensupport Larissa justru meremehkannya kali ini. Dan Dafa juga ikut terpancing akibatnya, dirinya pasti akan segera membuktikannya pada Larissa, bahwa Dafa memang unggul dan tidak pernah main - main soal ucapannya.
"Oke, awas aja ya kalo sampek tim gue beneran yang menang, gue bakalan buat lo bisa jalan pakek tangan bukan kaki Sa !" Ancamnya.
"Oke, siapa takut !"