"Saat yang paling indah adalah saat dimana
kau mulai membutuhkanku"
Diantara banyaknya kursi panjang yang melingkari lapangan basket, Larissa lebih memilih salah satu tempat yang berada pada posisi depan tepat dibawah pohon rindang. Tempat ini sudah menjadi langganannya ketika sedang menunggu Dafa latihan bermain basket. Seperti biasa, suasana sekolah sudah sepi semenjak satu jam yang lalu. Hanya dentuman bola basket yang terdengar riuh hingga ke penjuru kelas.
Meski sudah rutin dilakukannya, tetap saja adakalanya gadis itu merasa bosan juga, ditambah lagi bahwa fakta dirinya lah satu - satunya disini yang berjenis kelamin perempuan diantara para pemain basket inti. Lagi - lagi buku novel harus menjadi pelampiasannya, membaca tiap - tiap halaman buku yang belum sempat dia habiskan seluruhnya.
Setelah beberapa menit fokus membaca, Larissa merasakan sesuatu yang bergejolak di dalam perutnya. Gadis itu mulai meringis menahan sakit yang datang secara tiba - tiba. Awalnya rasa sakit itu mampu ia tahan, tapi lama kelamaan dirinya tak sanggup lagi hingga tanpa sengaja membuat tubuhnya ambruk ke bawah.
Brukk,,,
Dafa dan timnya refleks menoleh ke asal sumber suara, dilihatnya penampakan seorang gadis yang sangat familiar sekali olehnya tengah meringis sambil memegangi bagian bawah perutnya. Dengan langkah cepat Dafa lantas menghampiri gadis tersebut yang kemudian di susul oleh anggota satu timnya.
"Rissaaa !" Dafa setengah berteriak sembari berlari kencang mendahului teman - temannya.
Melihat Larissa yang tergeletak tak berdaya di bawah membuat Dafa lebih sigap membantunya. Mula - mula ia menjujukkan tubuh gadis itu terlebih dahulu barulah mendudukkannya kembali pada posisi semula. Keringat dingin nampak sudah membanjiri Dahi Larissa, membuat Dafa terlihat semakin gelisah dan cemas dengan keadaannya.
"Sa, lo kenapa Sa ?"
Larissa masih terus meringis, "Sakitt,,,sakitt Daf" Rintihnya.
"Mana yang sakit ? Mana ?" Tanya Dafa lagi
Larissa mengarahkan telunjuknya sebagai isyarat, menujuk pada perut bagian bawahnya yang sakit.
Sepersekian detik kemudian, Deno, Andi, dan Vano datang menghampiri keduanya.
Deno-salah satu angota timnya terlihat kaget, "Alamakk Rissa kenapa Daf ?" Tanyanya.
Dafa menggeleng, "Gue belum tau Den, dia ngeluh sakit di bagian perutnya"
"Yaudah, gih coba sono lo kasi minum dulu biar tenangan Daf" Saran Deno yang langsung disetujui oleh Dafa.
Dafa meraih tasnya yang kebetulan sekali dititipkan pada Larissa tepat di samping tas gadis itu juga. Mencari sebuah botol air mineral yang tampak masih terisi setengah bagian di dalamnya. Setelah menemukan benda tersebut, Dafa langsung setengah menjongkok dan membantu Larissa untuk minum dari botolnya.
Dafa mengusap bekas air di bibir Larissa, "Masih sakit ?" Katanya penuh khawatir.
Larissa mengangguk mengiyakan hal tersebut.
Andi datang dan menyerobot maju tanpa permisi mendekati Larissa, duduk disampingnya serta memasang tatapan penuh khawatir. "Sa lo baik - baik aja kan ? Mana yang sakit ? Coba kakak liat"
Saking khawatirnya Andi tanpa sadar hampit mengarahkan tangannya menyentuh bagian perut milik Larissa dari luar seragam, namun hal tersebut segera dicegah oleh Dafa.
Pletakk,,
Dafa menjitak kepala Andi lumayan keras, "Gak usah modusin sahabat gue lo" Peringatnya.
Deno tersenyum puas, "Mmm mantep,,rasain lo Ndi, pakek acara mau modus segala sih lo" Timpal Deno
Andi mengusap kepalanya sendiri, "Gak maksud modus kali Daf, gue orangnya emang pedulian. Mana berani sih gue macem - macem sama Sasa" Sangkalnya.
Vano menggelengkan kepala, menatap kasihan sekaligus heran kearah Andi. "Daf mending bawa aja dulu Rissa ke rumah sakit, biar diperiksa" Saran Vano.
Dafa mengangguk setuju.
"Yaudah lo pakek aja mobil gue Daf, nanti biar gue yang bawa motor lo atau engga biar gue juga ikut sekalian, gimana ?" Tawar Vano.
Dafa menekuk bibirnya sekilas, "Thanks Van, tapi lo tetep disini aja takut pak Akbar nanyain gue ntar" Ucap Dafa yang langsung dibalas anggukan oleh Vano.
"Beress Daf" Serunya.
Tak berlama - lama lagi Dafa segera menaikkan Larissa keatas punggungnya dengan dibantu oleh rekan satu timnya. Setelah bertukar kunci dengan Vano barulah Dafa setengah berlari menggendong Larissa menuju ke arah parkiran sekolah.
"Salut gue sama Dafa, udah cakep, pinter, bertanggung jawab lagi sama si curut. Kalo gue jadi dia mah udah gue pacarin tuh dari dulu" Puji Deno.
"Eitss gak bisa ! Larissa udah gue booking dari dulu" Celetuk Andi.
Deno tersenyum remeh, "Alah, bacot doang lo Ndi, mana bisa spesies kayak lo dapetin hatinya si curut. Yang ada kena tabok Dafa lo kicep dah kayak tadi, bener gak Van ?" Ucap Deno sembari meminta dukungan ke Vano.
Vano merespon Deno dengan senyum tipis dibibirnya, sedangkan Andi sudah terpancing oleh omongan Deno barusan.
"Awas aja kalo gue beneran bisa dapetin Larissa, gue bakal tambal mulut lo pakek lakban Nok" Ujar Andi membalas Deno.
Disisi lain Dafa sudah bersiap menancapkan gas mobil menuju rumah sakit, tapi niatnya tersebut harus tertunda karna ulah Larissa yang justru menolak diajak ke rumah sakit.
"Dafaa gue mau pulang" Rengek Larissa
"Nggak ada ! Lo harus ke rumah sakit pokoknya"
"Gak mau ! Pokoknya gue mau pulang, titik !" Tolaknya dengan keras
Dafa mendengus kesal, "Mau lo apa sih Sa ? Kalo lo sampek kenapa napa gimana hah ? siapa yang bakal tanggung jawab ?"
"Bodoamat, pokoknya gue mau pulang"
"Ck, keras kepala banget sih lo"
"Yaudah kalo gak mau nganterin, biar gue yang pulang sendiri naik ojol" Ancamnya.
Dafa mengacak rambutnya kasar, jika sudah seperti ini maka tak ada pilihan lain selain menuruti keinginannya. Dengan berat hati dirinya terpaksa memutar kemudi kearah yang berlawanan dengan rumah sakit.
Dafa melirik kesamping, pikirannya gusar ketika melihat sosok sahabatnya yang tidak aktif seperti biasanya. Sesampainya di depan rumah Larissa, Dafa sengaja ikut turun bersama gadis itu menuju kedalam rumahnya. Meski sempat ditolak, Dafa tetap bersikeras untuk ikut masuk kedalam demi memastikan gadis itu tetap aman.
Dafa kemudian mengikuti gadis itu hingga sampai ke depan pintu kamarnya. Larissa berbalik menghadap Dafa yang berada dibelakangnya.
"Lo mau ngikut gue ganti baju ?" Katanya secara spontan.
Dafa sedikit kikuk, "Em,,kalo emang perlu, gue bisa bantu lo untuk itu" Jawabnya dengan ragu.
Larissa mengerlingkan bola matanya, "Itu sih untung di lo gak untung di gue lah. Gimana kalo kita ganti baju sama - sama aja ?" Goda Larissa sambil mengedikkan kedua alisnya keatas.
Dafa merutuki dirinya sendiri, akibat tindakan diluar nalar yang tanpa sadar telah dilakukannya akibat terlalu khawatir akan keadaan Larissa. Sedangkan Larissa, gadis bodoh itu masih saja dengan polos menunggu jawabannya. Dafa sampai harus berpura - pura bodoh di depannya demi menutupi rasa malu.
Larissa mengulum senyum menahan tawa saat melihat ekspresi Dafa yang begitu menggemaskan.
"Gimana ? Mau ikut nggak ?" Pancingnya lagi.
Dafa memalingkan wajahnya dari Larissa,
"Lain kali aja, gue tunggu lo dibawah" Katanya singkat kemudian berlalu meninggalkan gadis itu.
Selepas Dafa pergi, Larissa langsung masuk ke dalam kamarnya. Tawa yang sedari tadi ia tahan dilepaskannya secara bebas dan parahnya Dafa masih bisa mendengar tawa puas dari sahabatnya itu meski sudah berada di lantai dasar. Dafa malu setengah mati.
Beberapa menit kemudian selepas mengganti baju, Larissa turun ke bawah menemui Dafa dengan mengenakan pakaian rumahan biasa dan gaya rambut yang sengaja dicepol keatas membuat leher putih jenjangnya bisa terlihat dengan jelas.
"Sa gue titip mobil Vano disini sebentar ya, garase rumah gue penuh soalnya" Ujar Dafa yang dibalas anggukan oleh Larissa.
"Yaudah sana langsung masukin aja Daf"
Sebelum menuju ke mobil, Dafa melemparkan jaket hitam miliknya tanpa aba - aba. Beruntung dengan cepat bisa ditangkap oleh Larissa tanpa harus mengenai wajahnya.
"Pakek ! Diluar panas" Titahnya.
Larissa tersenyum kemudian memakai jaket tersebut di tubuh kecilnya. Memang terasa sangat kebesaran, tapi bukan masalah yang besar.
Setelah selesai memarkirkan mobil Vano, dua sejoli itu lantas sedikit berjalan menuju ke rumah Dafa. Beruntung jarak antar rumah mereka cukup dekat, kira - kira hanya sekitar sepuluh langkah saja, keduanya jadi bisa saling berinteraksi sesering mungkin apalagi jika sedang dalam situasi seperti ini.
Garase rumah Dafa terlihat penuh dari luar, dan ada dua mobil yang baru kali ini tidak dikenali pemiliknya oleh Larissa setelah sekian lama menjadi tetangga Dafa.
"Lagi ada tamu ya Daf ?"
Dafa mengangguk, mengiyakan pertanyaan Larissa tersebut. "Keluarga mamah" Ucapnya singkat.
Larissa berohria saja, kemudian masuk kedalam mengekori Dafa dari belakang.
"Permisii, Isa kambing, ehh coming maksudnya" Serunya.
Dafa menatap heran, "Tumbenan banget lo bilang permisi ?, biasanya juga kayak maling main masuk aja"
Gadis itu bercengir ria menampilkan deretan gigi putihnya, "Hehe, sekali - sekali jaim dikit lah Daf, masak gak boleh"
Dafa tertawa ringan, "Boleh aja sih, tapi sayangnya lagi gak ada orang dirumah"
"Lahh, emang pada kemana ?"
"Mamah anter keluarganya jalan - jalan ke mall"
Larissa berdecak kesal, "Bilang dari tadi kek, kan gue gak usah isi acara permisi segala tadi"
Gadis itu dengan cepat mendahului langkah Dafa masuk kedalam kamarnya lalu membaringkan tubuhnya diatas kasur sedangkan Dafa, laki - laki itu mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian rumah didalam kamar mandi kemudian keluar dengan memakai baju kaos polos berwarna hitam beserta celana kain panjang yang longgar.
"Kenapa gak ganti baju di kamar aja ? Pakek acara ke kamar mandi segala" Sahut Larissa yang melihat Dafa sudah keluar dari kamar mandi.
"Gue gak kayak lo, badan sama otak sama - sama gak sinkron" Sindirnya.
Larissa cengo, "Lah kok jadi bawa - bawa otak sama badan gue sih ? Gak nyambung lo ah" Ucap gadis itu terdengar polos.
"Ya iyalah, geregetan kadang gue sama elo Sa, yang begini aja masak kagak paham. Udah jelas gue sama lo beda jenis, ya kali gue ganti baju depan mata lo. Yang ada ngiler ntar gue juga yang repot" Omel Dafa.
"Alah, lo berlebihan. Lagian juga gak ada yang menarik buat diliat !" Ucap gadis itu asal.
"Lo udah yakin sama omongan lo barusan ?" Dafa bergerak maju mendekati Larissa.
"Yakin banget malah ! Apanya yang menarik coba ? Palingan cuman perut buncit, banyak lemak, gak ada kotak - kotaknya juga !" Ejek Larissa.
Dafa melotot menatap Larissa dengan tatapan tak terimanya, laki - laki itu refleks membuang baju kaos yang ia gunakan untuk menutupi tubuhnya tadi ke sembarang tempat. Dengan bangganya Dafa memperlihatkan bentuk badannya itu kepada sahabatnya.
Damn ! Larissa spontan dibuat melongok, demi Tuhan perut Dafa ternyata sangat sixpack, bak fenomena langka Larissa sampai tidak berkedip karnanya.
"Gimana ? Kicep juga kan lo" Ujar Dafa yang membuyarkan pandangan Larissa.
Larissa tidak bisa berkutik lagi, tidak mungkin gadis itu mengakui kekalahannya secara terang - terangan, bisa besar kepala Dafa nanti. Terselip ide cerdik diotaknya.
"Aduhhh !!!" Larissa pura - pura merasa kesakitan demi bisa mengalihkan perhatian Dafa padanya.
Dafa kaget, "Kenapa ? kenapa ? Perut lo sakit lagi ?"
Larissa ingin sekali tertawa melihat tampang Dafa saat ini yang terlihat begitu khawatir padanya. Gadis itu terpancing untuk berakting senatural mungkin agar tidak ketara oleh Dafa, dan memilih untuk mengangguk - anggukkan kepalanya saja.
Dafa kemudian memungut bajunya yang ia lempar tadi, "Lo tunggu disini, gue ambilin minum dulu" Dafa bergegas keluar dari kamarnya.
Belum sepuluh detik kepergiannya, Larissa tak bisa mengontrol tawanya lagi, dirinya tertawa lebar saat berhasil membohongi si raja bully tersebut.
Bwuhahahaha,,,,,
Larissa sibuk tertawa hingga tak sadar akan keberadaan Dafa yang secara tiba - tiba sudah berada didepannya. Dafa yang awalnya hendak bertanya apakah sahabatnya itu mau air atau teh, malah justru harus memergoki kebohongan sahabat kecilnya itu.
"Larissaaa !!!!!" Teriak Dafa kencang.
Larissa menelan ludahnya kasar. "Ampunn, Dafa....." Lirih gadis itu.
Dan peperangan tidak bisa dihindarkan...☄️💥💨