Sesuai janji Ayyara semalam.
Ia harus melanjutkan Skripsinya yang tersisa dua bab lagi.
Dan seperti biasanya. Givano dan Ayyara sedang berada di ruang tamu rumah Ayyara. Guna melanjutkan skripsi Ayyara yang belun tuntas.
Givano yang asik dengan ponselnya. Kini melirik ke arah Ayyara yang sedang berkutat dengan laptopnya. "Yang semangat dong Ra ngerjainnya. Lemes banget gue liat."
"Apaan sih No, ini gue udah semangat." protes Ayyara.
"Semangat apanya? Tuh liat banyak yang salah. " ujar Givano menunjuk kalimat yang berada di layar laptop Ayyara.
"Cuma kurang spasi nya aja elah." jawab Ayyara.
"Walaupun cuma spasai, itu sangat ngaruh tahu nggak?"
"Nggak." ujar Ayyara langsung menyambar.
"Nah karena lo nggak tahu. Makanya gue bilangin." ujar Givano membela dirinya sendiri.
"Hm."
"Selesai tiga lembar, nanti kita ke rumah sakit." ajak Givano.
"Gue nggak mau." Ayyara masih teringat jelas dengan apa yang dilakukannya kepada Tiara.
"Tapi lo harus minta maaf sama Tiara." ujar Givano berusaha membujuk Ayyara.
"Tapi gue takut No." jawab Ayyara.
"Lo mau masalah ini cepat selesai kan? Jadi nggak perlu takut. Lagian ada gue yang nemani lo nanti."
"Tapi Rafka bilang kalau dia nggak mau liat wujud gue lagi." ujar Ayyara berusaha agar tidak pergi ke rumah sakit.
"Yaudah suruh dia tutup mata nanti." ujar Givano enteng.
"Ck. Bukan gitu konsepnya No." ujar Ayyara yang mulai kesal.
"Oh bukan ya? Yaudah nanti gue suruh dia keluarin bola matanya dulu." lagi dan lagi. Sepertinya mulut Givano sangat ringat dalam berbicara.
"Givano! Gue serius."
"Ya gue juga serius. Pokoknya lo harus ikut gue nanti."
"Huft. Yaudah iya nanti gue ikut. Tapi, nanti lo temani gue kan?" tanya Ayyara.
"Iya, tenang aja."
****
"Eum. Gue takut No." ujar Ayyara yang berda di depan pintu ruang inap Tiara.
Ya. Kini Givano dan Ayyara telah tiba di rumah sakit. Tadi setelah Ayyara menyelesaikan tiga lembar di bab tiga. Mereka terlebih dahulu ke tempat biasanya mereka sarapan.
"Udah nggak perlu takut." ujar Givano menenangkan.
Tanpa basa basi. Givano langsung menggiring tubuh Ayyara masuk ke dalam ruang inap Tiara.
Di dalam ruangan. Rafka dan Ibunya langsung menatap siapa yang masuk kedalam ruangan tersebut.
"Bukannya udah gue ingatin ya Ay? Gue nggak mau liat wujud lo lagi." ujar Rafka sinis saat Givano dan Ayyara baru saja masuk.
"Eum itu—"
"Yaudah kalau lo nggak mau liat, tinggal tutup aja mata lo." ujar Givano tanpa rasa bersalah.
"Gue nggak ada urusan sama lo." ujar Rafka.
"Ayyara juga nggak ada urusan sama lo. Dia kesini cuma mau minta maaf ke Tiara." ujar Givano memutar balikkan perkataan Rafka.
"Lo nggak liat kalau Tiara lagi istirahat?" jawab Rafka.
"Ya mana gue tahu. Kalau gue tahu pun, nggak bakal gue kesini." ujar Givano yang tanpa sadar memperkeruh suasana.
"Udah No." ujar Ayyara menenangkan.
"Sekarang udah tahu kan? Jadi silakan keluar, pintunya ada disebelah kalian."
"Nggak lo kasih tahu pun. Gue udah tahu kalau nih pintu disebelah gue."
"Udah Givano. Ayo kita keluar." ajak Ayyara agar tidak ada lagi perdebatan. Sebab mulut Givano amat lah pedas. Pedasnya melebihi Emak-Emak.
Givano yang tidak ingin berdebat lagi. Kini ia mengikuti Ayyara yang melangkah keluar. Namun ia sadar terhadap kehadiran Ibunya Rafka yang sedari tadi hanya terdiam bak seorang bisu.
"Ck. Nih satu emak emak. Udah tua juga masih nggak ingat dosa." ujar Givano pelan yang membuat orang sama sekali tidak mendengar ucapannya.
Setelah mengucapkan kata tersebut. Givano langsung mengikuti langkah Ayyara menuju kantin yang berada di rumah sakit.
"Ngapain lo kesini?" tanya Givano saat mereka sampai di kantin.
"Gue lapar." jawab Ayyara.
"Baru juga siap sarapan tadi. Gimana nggak berlemak coba tuh badan."
"Mulut lo tuh ya No. Ringan banget kalau ngomong."
"Gue kan ngomong sesuai fakta." jawab Givano.
"Ya tapi lo itu! Benar juga sih." ujar Ayyara memelankan kata kata terakhirnya.
"Yaudah ayo makan, katanya lapar." ajak Givano yang sudah duduk di bangku kantin.
"Nggak jadi, udah nggak lapar. " jawab Ayyara langsung keluar dari kantin dan meninggalkan Givano yang sudah duduk di bangku.
Givano yang sudah malas untuk berdiri hanya bisa pasrah dan memilih untuk makan saja.
****
Setelah keluar dari kantin. Ayyara bingung hendak kemana.
Jadi ia memutuskan untuk membeli Ice cream saja.
"Pak Ice cream nya satu ya. Yang rasa vanilla." ujar Ayyara memesan Ice cream yang berada dekat taman rumah sakit.
"Siap neng."
"Ini neng Ice cream nya." ujar penjual ice cream tersebut memberikan satu cup Ice cream kepada Ayyara.
"Berapa Pak harganya?" ujar Ayyara menanyakan harga Ice cream tersebut.
"Untuk neng yang cantik ini 10ribu aja." jawab penjual Ice cream tersebut.
Perkataan dari penjual tersebut membuat Ayyara menyerngit dan melihat papan harga yang ternyata hara dari Ice cream tersebut memang 10.000
"Bukannya memang 10ribu ya Pak?"
"Nah itu neng tahu, kenapa nanya lagi toh?"
"Ya kan saya cuma basa basi Pak."
"Ya sama saya juga basa basi doang."
"Jadi sebenarnya saya nggak cantik ya Pak? Pantes Rafka lebih milih Tiara."
"Eh bukan gitu konsepnya neng."
"Udah lah Pak nggak usah dibahas lagi. Makasih ya pak."
"Iya neng sama-sama."
Setelah membeli Ice cream. Ayyara menuju bangku taman dan langsung menduduki bangku tersebut sambil menikmati Ice cream yang ia beli tadi.
"Ayyara."
Mendengar namanya dipanggil. Ayyara langsung menoleh ke arah sumber suara.
"Tante." jawab Ayyara saat melihat Ibunya Rafka.
"Saya mau bicara sama kamu." ujar Ibunya Rafka to the point.
"Bicara aja Tan." ujar Ayyara dengan nada sinis.
"Saya mau kamu tutup mulut perihal tentang saya yang membuat rencana itu."
"Oh." jawab Ayyara lanjut memakan Ice cream nya.
"Apa kamu bisa?" tanya Ibunya Rafka.
"Nggak bisa." bukan Ayyara yang menjawab. Melainkan Givano yang muncul ntah dari mana.
Hal tersebut membuat Ayyara dan Ibunya Rafka menoleh ke arah Givano.
"Saya sedang tidak bicara dengan kamu." ujar Ibunya Rafka.
"Dih udah tua masih aja kepedean. Saya juga sedang tidak berbicara dengan tante."
"Kamu masih muda jadi yang sopan kalau bicara."
"Ya emang saya masih muda. Emang situ yang udah tua, tapi nggak mikirin dosa."
"Givano, udah nggak usah diladeni." ujar Ayyara agar mulut Givano tidak mengeluarkan kata kata pedas lagi.
"Oh iya lupa, nenek sihir nggak boleh diladeni. Nanti kita dikutuk." jawab Givano.
"Nah itu, karena ada nenek sihir. Mending ayo kita pergi dari sini No." ajak Ayyara menyambung nyambungkan ucapan Givano sambil menarik tangan Givano.
"Bye nenek sihir!" ujar Givano menoleh kebelakang tepat dimana Ibunya Rafka berdiri.
"Dasar anak muda. Tidak ada sopan sopannya." ujar Ibunya Rafka kesal.
****
Diary Ayyara.
22, September
Hari ini dipenuhi dengan kata kata pedas yang keluar dari mulut Givano.
Aku tidak menyangka itu, sebab Givano yang selalu stay cool. Hari ini malah cosplay menjadi emak emak yang sedang mangghibah.
Tapi menurut ku, itu sangat menyenangkan.