Chereads / TERLANJUR MENCINTA / Chapter 24 - Undangan

Chapter 24 - Undangan

"Yeay, selesai. Jari gue jadi sixpack nih liat." ujar Ayyara yang telah usia menyelesaikan skripsinya di bab empat. Dan ia menunjukkan seluruh jarinya kehadapan Givano.

"Ya terus gue harus apa?" tanya Givano.

"Kan gue habis ngetik berapa jam tuh. Nah jadi tolong urut cepat." perintah Ayyara kepada Givano dan dengan seenak jidatnya ia menyelonjorkan kakinya ke atas paha Givano.

"Sekalian urut kaki gue." ujar Ayyara sekali lagi dengan memerintah.

Givano hanya bisa memutar kedua bola matanya dan dengan pasrah ia mengurut kedua kaki Ayyara.

"Nah gitu bagus. Kayaknya lo pantes jadi tukang urut deh." ujar Ayyara sambil menahan tawanya.

"Diam lo! Jangan banyak bacot." balas Givano dengan ketus.

"Dih baper. Baper sama dengan alay, berarti lo alay." setelah mengucapkan kalimat tersebut, Ayyara langsung memasang Earphone ke masing-masing kedua telinganya.

"Ya in aja, umur nggak ada yang tau." balas Givano dengan ucapan pedasnya yang seperti biasanya.

Mendengar itu, Ayyara langsung menjawab dengan keadaan mata tertutup. "Lambemu tuh, No. Mulut lo nggak pernah disekolahin apa?"

"Emang mulut lo pernah disekolahin? Dan emang ada sekolah khusus buat mulut?" tanya Givano balik.

"Ya nggak ada. Udah lah lupain, berdebat sama lo nggak pernah selesai." ujar Ayyara mengalah.

"Yang ngajak berdebat siapa?"

"Gue." jawab Ayyara.

"Terus kenapa lo nyalahin gue?" tanya Givano yang langsung menghempaskan kaki Ayyara.

"Ck. Baperan banget sih." balas Ayyara tanpa merasa dosa.

"Lo libur kan? Jadi hari ini gue bisa istirahat." ujar Givano berdiri dari duduknya.

"Iya. Tapi, nanti siang anterin gue ke rumah sakit. Mau ngurus laporan pengeluaran." ujar Ayyara membereskan laptopnya.

"Naik taksi aja sana."

"Kan lo pernah bilang, kalau punya duit tuh mending ditabung aja." ujar Ayyara mengingat perkataan Givano beberapa hari yang lalu.

"Iya-iya, nanti gue anter. Dah ya, gue pulang dulu." jawab Givano pasrah dan langsung menuju rumahnya yang tepat berada disamping rumah Ayyara.

"Oke. Makasih Givano!"

Setelah kepergian Givano. Ayyara langsung naik ke atas menuju kamarnya untuk beristirahat sejenak.

*****

Sedangkan dilain tempat. Rafka sedang menyebarkan undangan pernikahannya kepada teman lamanya yang bernama Rendi.

"Lah anjir, besok lo nikah?" tanya Rendi kepada Rafka sesudah melihat lihat undangan yang diberikan Rafka.

"Iya, tanggal 27." jawab Rafka.

"Wah selamat ya bro. Oh iya, ini lo nikah sama siape?"

"Di situ kan tertera namanya."

"Ya gue tau. Maksudnya Tiara ini siapa?"

"Manusia." jawab Rafka.

"Ck. Ditanya bukannya dijawab dengan benar."

"Kalaupun gue jelasin, lo nggak bakal kenal juga."

"Ya benar juga sih. Tapi bukannya dulu lo suka sama si yang namanya kalau nggak salah Ayya? Yang adek tingkat lo itu." tanya Rendi saat teringat bahwa dahulu Rafka sempat menyukai adek tingkatnya.

"Sampai sekarang juga masih suka."

"Terus kenapa lo nggak confess sih?"

"Ya lo mikir lah, gue udah mau nikah." jawab Rafka dengan nyolot.

"Maksudnya pas sebelum mau nikah tolol." ujar Rendi menggeplak kepala Rafka dengan kartu undangan tadi.

"Pas wisuda kemarin gue emang mau confess. Tapi nggak jadi karena gue harus bertanggung jawab sama Tiara." ujar Rafka menjelaskan.

"Tanggung jawab apaan? Lo hamilin dia?" tanya Rendi yang masih sempat sempatnya menyeruput kopinya.

"Bukan, Gue yang bikin dia duduk dikursi roda. Gue nggak sengaja nabrak dia, dan disitu posisinya dia sama sekali nggak punya keluarga lagi. Dan dengan bodohnya gue nggak mikir beberapa kali buat bilang ke dia bahwa gue bakal nikahin dia." ujar Rafka kembali menjelaskan.

Sedangkan Rendi hanya menganggukan kepalanya pertanda mengerti bahwa mengapa Rafka memilih memendam perasaannya.

"Yah ok gue ngerti. Tapi, jujur lo emang tolol." ujar Rendi tanpa memfilter ucapannya.

"Iya gue tau, nggak perlu diperjelas juga."

"Tapi sekarang lo tau tentang keberadaan si Ayya? Maksudnya apa dia udah punya pasangan atau belum?" tanya Rendi.

"Dia belum punya pasangan. Dan beberapa hari yang lalu, dia memperjuangkan cintanya. Tapi, ditolak karena pria yang ia sukai akan menikah." jawab Rafka.

"Kok, lo bisa tahu sedetail itu?"

"Ya tau lah, orang ternyata dia suka sama gue." ujar Rafka yang membuat Rendi kaget.

"DEMI APA? jadi yang dia ditolak, itu lo yang nolak? Gila emang." ujar Rendi kembali menyeruput kopinya.

"Hm."

"Tunggu, berarti lo udah tau nama lengkapnya dong?"

Rafka tidak menjawab, dia hanya terdiam dan lebih memilih menyeruput kopinya. Namun setelah itu Rafka menjawab.

*****

"Ayyara." ujar Ayyara menyebut namanya saat berjabat tangan dengan kakaknya Givano.

"Ah, nama yang bagus sekali. Orangnya juga cantik." ujar kakaknya Givano memuji paras wajah Ayyara.

"Makasih kak. Kakak juga cantik kok." ujar Ayyara membalas perkataan kakaknya Givano.

"Oh jelas, kalau nggak cantik. Pasti sekarang kakak belum nikah dan suami kakak pasti nggak bakal ada disini." jawab kakaknya Givano.

"Ahaha iya, kalau gitu aku pergi dulu ya kak. Givano udah selesai panasin motornya." pamit Ayyara sebelum kakaknya Givano mengoceh lebih banyak lagi.

"Iya hati hati loh ya."

"Iya kak, assalamualaikum." ujar Ayyara mengucap salam terlebih dahulu sebelum pergi

"Waalaikumsalam."

*****

"Ayyara? Jadi itu namanya?" tanya Rendi saat Rafka sudah menjawab siapa nama Ayya sebenarnya.

"Iya. Kami ketemu ditaman rumah sakit milik ayahnya."

"Wow, kayak di pilem pilem ya."

"Hm, gue balik ke rumah sakit ya. Mau jagain Tiara lagi." pamit Rafka sambil membereskan undangan yang belum disebar.

"Yoi. Semoga besok lancar ya."

"Makasih." setelah itu mereka berjabat tangan dan Rafka langsung menuju rumah sakit.

*****

"Oh iya yang ini juga dicatat, No." ujar Ayyara menunjukkan data yang tertera di layar laptop.

"Ck. Ini kan pekerjaan lo, kenapa jadi gue sih yang kerjain." ujar Givano memberi protes.

"Jari gue masih sakit, kan tadi pagi gue nuntasin yang bab empat. Lo pikir lah berapa lembar itu, ya walaupun ngetik. Tapi, kan itu yang diketik banyak." ujar Ayyara membela dirinya.

"Hm."

"Dih ngambek. Ntar gue belikan Ice cream deh." bujuk Ayyara pada Givano yang masih kesal.

"Iya-iya, udah lo diam aja deh. Berisik tahu nggak. Nanti nggak selesai nyatetnya." ujar Givano.

"Yah ok."

Sekitar tiga puluh menit telah berlalu. Kini Ayyara dan Givano sudah berada di taman. Mereka akan membeli Ice cream yang dijanjikan oleh Ayyara tadi.

"Mana duitnya, biar gue ya belikan Ice cream nya ke sana." ujar Ayyara menjulurkan tangannya kehadapan Givano.

"Kan lo yang mau belikan. Ya pakai duit lo lah." jawab Givano.

"Heh, gue bilang kalau gue bakal belikan Ice cream, gue nggak bilang kalau gue bakal traktir lo. Jadi bedakan kedua kalimat itu." ujar Ayyara.

"Gue nggak ada duit." jawab Givano yang memilih duduk dibangku taman.

Ayyara ikut duduk juga disebelah Givano, lalu berkata. "Halah, alasan."

"Ekhem." seseorang dibelakang mereka berdeham saat mereka telah selesai berdebat.

Hal itu membuat mereka melihat kebelakang dan mereka pun langsung berdiri.

Ayyara dan Givano berniat pergi, namun seseorang tersebut membuka suara yang membuat mereka tidak jadi pergi.

"Tunggu, gue mau ngomong." ujar seseorang tersebut.

"Ngomong tinggal ngomong kok susah." jawab Givano.

"Eum, ngomong apa ya, Raf?" tanya Ayyara pada seseorang tersebut yang diketahui adalah Rafka.

Rafka tidak menjawab. Ia malah mengulurkan tangannya dan memberikan sesuatu kehadapan mereka.

"Ini ada undangan." ujar Rafka.

"Undangan? Undangan apa?" tanya Ayyara sebelum melihat undangan tersebut.

"Lihat aja." perintah Rafka.

"Besok lo nikah?" tanya Ayyara setelah melihat isi undangan tersebut.

"Iya." jawab Rafka.

"Wah, selamat ya Raf. Tapi, kayaknya gue nggak bisa datang. Soalnya gue mau lanjutin skripsi gue yang belum siap." ujar Ayyara memberi tahu.

"Kita bisa datang kok." ujar Givano yang membuat Ayyara menyenggol lengan Givano.

"Tenang aja, nanti kita datang." ujar Givano sekali lagi.

"Tapi—"

"Acaranya kan minggu. Skripsinya lo kerjain hari senin aja."

"Y-yah oke, kami nanti datang." ujar Ayyara pasrah.

"Makasih. Kalau gitu gue duluan ya, permisi. "

Setelah kepergian Rafka. Ayyara langsung memukul lengan Givano dan berkata. "Kok lo jawab bisa datang sih?!" tanya Ayyara dengan raut wajah yang kesal.

"Intinya lo harus datang." jawab Givano, lalu ia langsung menuju tempat dimana motornya terparkir dan menaiki motornya.

"Ayo cepat, gue mau istirahat lagi." ujar Givano mengajak Ayyara yang masih terdiam di taman.

Mendengar itu Ayyara hanya bedecak, lalu berjalan menuju motor Givano.

Setelah itu mereka langsung pulang dan kembali istirahat dirumah masing-masing.

*****

Diary Ayyara.

26, September

Besok adalah pernikahan Rafka..

Apa aku bisa tegar saat melihat Rafka mengucapkan nama Tiara di ijab qobul nya?

Ah, tidak aku harus melupakannya !