Di kampus. Kelas Ayyara telah usai.
Semua mahasiswa yang berada dikelasnya, juga sudah banyak yang pulang kerumah masing-masing.
Dan sebagian ada yang mampir ke kantin terlebih dahulu. Dan tentunya pasti ada yang mampir ke Cafe yang terletak tidak jauh dari Kampus.
Kini Ayyara dan Keyla sedang berada di Cafe yang terletak dekat Kampus. Mereka ke sana
karena sebagai pengganti semalam yang rencananya ingin pergi ke Jaji Jiwa.
"Alhamdulillah lusa gue udah sidang." ujar Keyla membuka suara ketika baru menjatuhkan bokongnya di kursi Cafe.
Mereka duduk di bagian pojok, agar lebih leluasa untuk mengobrol. Dan mungkin sedikit menghibah.
"Alhamdulillah, selamat ya Key." ujar Ayyara memberi selamat.
"Makasih, makasih." balas Keyla menganggukkan kepalanya.
"Gue minggu depan baru sidang." ujar Ayyara dengan ekspresi murung.
"Makanya, lo sih. Jatuh Cinta itu boleh, tapi jangan sampai terlalu obsesi. Nanti jatuhnya jadi goblok." ujar Keyla ketika pesanan mereka sampai di meja.
Yups. Keyla tahu mengenai Ayyara yang melakukan perbuatan untuk mencelakai Tiara, demi mendapatkan Rafka. Dia tahu karena Ayyara yang menceritakannya sendiri.
"Ya mau gimana lagi. Namanya udah terlanjur mencinta." jawab Ayyara menyeruput minumannya.
"Kayak judul lagu." ujar Keyla menjentikkan jarinya dan lansung menyanyikan lagu tersebut.
"Aku tlah tahu kita memang tak mungkin. Tapi mengapa kita, selalu bertemu. Aku tlah tahu hati ini harus menghindar. Namun kenyataan ku tak bisa. Maafkan aku terlanjur mencinta."
"Anjayani. Suara gue udah mirip Lyodra." ujar Keyla setelah menyanyikan sepenggal lirik dari lagu yang berjudul 'Terlanjur Mencinta'
"Mirip bibir bibir mu bengkak."
"Aduh Ayyara. Kalau lo iri sama suara emas gue ini bilang dong. Biar gue bisa jadi guru les menyanyi lo." ujar Keyla membanggakan dirinya.
"Iyaiin aja deh Key. Daripada berisik."
"Jadi tadi gue berisik ya?" tanya Keyla dengan memajukan bibirnya.
"Ekspresi lo itu Key, tolong dikondisikan. Terlalu dramatis."
"Lo ya Ra. Kalau ngomong nggak pernah di filter dulu. Nge jleb tahu nggak? Kit Ati dedek Keyla."
"Lebay banget anjir." ujar Ayyara terkekeh.
"Oh iya. Bukannya lo pengen pdkt sama Givano? Tapi, kenapa pas gue suruh lo jalan sama Givano. Lo malah bilang ogah?" tanya Ayyara yang penasaran dari semalam.
"Bukannya ogah sih. Tapi, lebih tepatnya gue malu aja. Apa lagi dia pasti liat ekspresi komuk gue."
"Pftt. Seorang Keyla Annatasya ternyata bisa malu?"
"Ya bisa lah. Gue kan juga manusia, pasti ada rasa malu."
"Bukannya lo malu-maluin ya? Kok malah jadi malu." ujar Ayyara menggoda Keyla.
"Udah udah skip. Nggak usah dibahas."
"Cie cie. Keyla malu." dengan sengaja Ayyara mencolek lengan Keyla.
"Ish apaan si Ra. Udah napa, jangan bikin gue nambah malu."
"Hahaha iya-iya."
****
"Lama banget pulangnya. Dari mana aja?" tanya Givano saat bertemu dengan Ayyara di depan rumahnya. Disitu posisi Givano baru pulang dari Minimarket.
"Ke Cafe dulu tadi sama Keyla."
"Seharusnya kan lo pergi sama gue dulu." potes Givano.
"Apaan sih No, kayak anak kecil aja. Tadi kami sekalian dari kampus mampir ke Cafe."
"Kenapa lo nggak ngajak gue sekalian tadi?"
"Asal lo tahu ya No. Kami tuh baru beberapa kali nongkrong. Jadi kami butuh waktu buat bersama. Lagian lo nggak malu apa? Masa gabung sama anak cewek." ujar Ayyara melipat kedua tangganya didepan dada.
"Ngapain malu. Anggap aja gue lagi jalan sama pacar dan selingkuhan." ujar Givano santai.
"Lo jadi pacar gue. Keyla jadi selingkuhan gue. Mantap kan?" lanjut Givano.
"Haha iya mantap. Dah ya gue capek mau istirahat. Bye!" Ayyara langsung melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah agar tidak lagi mendengar ocehan dari mulut Givano. Namun terhenti ketika mendengar suara Givano.
"Nanti malam kita jalan ya Ra. Gue uda booking lo. Jadi nggak ada yang bisa nunda nunda lagi."
Ucapan Givano membuat Ayyara melotot seperti yang dilakukannya pada Keyla semalam.
"Booking bibir bibirmu." ujar Ayyara.
"Oh lo mau booking bibir gue? Mau lo apain? Lo mau cium cium gue ya? Berdosa banget kamu Ra." ujar Givano dengan candaannya.
"Buat gue tabok." balas Ayyara.
"Tabok pakai bibir kan? Sini sini sekarang aja." ujar Givano melangkah maju mendekati Ayyara.
Dengan spontan Ayyara langsung memukul dahi Givano.
"Aduh anjir. Sok malu malu, padahal mau." ujar Givano sambil mengelus dahinya.
"SAKAREP LO GIVANO! capek gue ngeladeni lo." ujar Ayyara finish, dan langsung masuk ke rumah dengan membanting pintu rumahnya.
"Hahaha gemes banget dah." ujar Givano sambil tersenyum saat Ayyara telah masuk ke dalam rumah.
"Ngapain kamu senyum senyum sendiri No?" tanya Ibunya Givano yang tiba-tiba muncul.
"Ah itu tadi ada yang lagi ngelawak." jawab Givano mengarang.
"Kalau ada yang ngelawak seharusnya kamu ketawa. Kok ini malah senyum."
"Ha? Itu tadi mau ketawa, tapi mama datang. Jadinya ngga jadi ketawa." ujar Givano mengelak.
"Kamu lagi nggak mencoba berbohong kan?" Ibunya Givano langsung menyipitkan matanya dan menunjuk Givano dengan jari telunjuknya.
"Siapa yang bohong ih. Dah ya Givano mau ke rumah, mau istirahat." ujar Givano memasuki rumahnya.
"Seperti ada yang aneh." ujar Ibunya Givano dengan ekpresi menyelidik.
****
From : [Bunglon]
-gue nggak bisa keluar nanti malam.
-kepala gue rasanya berat.
Setelah Givano membaca pesan yang dikirim Ayyara. Givano langsung bergegas menuju apotek.
"Mbak. Saya mau beli obat buat kepala berat." ujar Givano saat sudah berada di apotek.
"Hah? Kepala berat? Maksud mas buat sakit kepala?" tanya Apoteker tersbut yang awalnya kebingungan.
"Bukan mbak. Untuk kepala berat ada nggak mbak?"
"Kalau kepalanya berat diangkat aja mas." ujar Apoteker tersebut bercanda. Namun candaan tersebut malah dianggap serius oleh Givano.
"Oh gitu ya mbak? Kalau gitu saya pulang dulu ya mbak, assalamualaikum." ujar Givano berpamitan dengan mencium tangan Apoteker tersebut.
Apoteker tersebut hanya terdiam karena ia tidak menyangka ada orang yang yang tidak tau kalau kepala terasa berat itu artinya sakit kepala.
"Aneh banget tu mas-mas nya." ujar Apoteker tersebut sambil menggeleng kepala.
****
"Ngapain lo kesini?" tanya Ayyara yang sedang menonton televisi diruang tamu.
"Mau angkat kepala lo." jawab Givano.
"Hah? Angkat kepala gue?"
"Iya, tadi gue ke apotek buat beli obat kepala berat. Tapi kata mbak nya nggak ada, terus kata mbak yang ada di apotek tadi. Kalau kepalanya berat diangkat aja katanya." ujar Givano.
"Ya allah Givano. Lo itu lulusan S2, masih aja bego. Maksud gue itu, kepala gue lagi pusing."
"Oh bilang dong, ya gue mana tau. Soalnya lo bilangnya kepala berat, bukan pusing." ujar Givano membela dirinya.
"Udah No. Kepala gue makin pusing ngeladeni lo. Mending lo pulang No, gue juga udah minum obat tadi."
"Udah minum obat? Berarti udah sembuh dong. Yaudah ayo jalan."
"Lo kira sekali minum obat langsung sembuh? Udah ya, mending lo pulang." ujar Ayyara mendorong tubuh Givano untuk keluar dari rumahnya dengan pelan.
"Yaudah deh, istirahat yang banyak biar cepat sembuh. Selamat malam." ujar Givano saat didepan pintu rumah Ayyara.
****
Diary Ayyara.
24, September
Hari yang sangat melelahkan.
Melelahkan? Ya tentu saja, aku sangat lelah meladeni Givano.