"Minta maaf?! Nyesel udah ngelakuin? Mama ngga pernah ngajarin kamu perbuatan seperti itu! Kamu rela mau mencelakai Tiara demi mendapatkan Rafka?"
"Mama t-tau dari mana?"
"Gue."
"Givano?!" Ayyara kaget saat Givano memasuki ruangan tersebut, dan ia juga kaget karena selama ini Givano tau rencananya?
"Kenapa? Kamu mau marah sama Givano?"
"Ma, Ara min—"
"Jangan minta maaf ke mama, tapi ke Tiara. Sekarang kamu keluar, temui Tiara. Dan minta maaf sama dia, itu pun kalau kamu dimaafin." ujar Ibunya Ayyara dengan tegas.
"Iya nan—"
"SEKARANG!! ngga ada nanti nanti!"
Ayyara yang mendengar suara lantang tersebut sedikit mundur dan menundukkan kepalanya.
Dan ya, jangan lupakan keberadaan Givano.
Ia sendiri hanya memperhatikan pembicaraan seorang Ibu dan anak, tanpa mengeluarkan suara.
"T-tapi Ara tak—"
"Ngga ada tapi tapi an, ayo cepat sana!" perintah Ibunya dengan menunjuk arah luar yang mengartikan bahwa dirinya harus keluar dari ruangan tersebut.
"I-iya."
Sebelum keluar dari ruangan Ibunya, Ayyara menatap Givano terlebih dahulu dan berkata. "G-gue mau ngobrol sama lu sebentar."
Givano menaikkan sebelah alis matanya dan menjawab. "Oke."
Setelah menjawab Givano langsung mengikuti langkah Ayyara menuju lorong rumah sakit yang lumayan sepi.
****
"Raf, dada a-aku sakit." ujar Tiara mengeluh saat baru tiba di ruang inapnya.
"Minum dulu ya Ra." Tanpa basa basi, Rafka langsung memberikan gelas berisi air putih kepada Tiara. Namun sebelum Tiara menerima gelas tersebut, ia sudah tak sadar kan diri.
"Ra! Tiara!!" panggil Rafka sambil mengguncangkan tubuh Tiara dan sama sekali tidak ada respon.
Panik bukan main, itulah yang dirasakan Rafka. "DOKTER! DOKTER!" panggil Rafka di depan pintu ruang inap sambil bolak balik menekan tombol nurse call.
Lima menit menunggu akhirnya dokter dan para suster datang kedalam ruang inap Tiata, waktu yang lama bagi Rafka dan itu membuatnya emosi.
"APA KALIAN NUNGGU PASIEN MENINGGAL DULU BARU DATANG HAH?! KUPING KALIAN KEMANA?! SUDAH DARI TADI SAYA PANGGIL!" ujar Rafka berteriak saat dokter dan para suster baru memasuki tungan tersebut.
"Tenang Rafka, dokternya juga udah datang kan." ujar Ibunya Rafka mencoba menenangkan.
"Gimana Rafka bisa tenang bunda! Tiara ngga sadarkan diri." ujar Rafaka dengan suara parau nya.
"Maafkan saya, sekarang anda bisa keluar terlebih dahulu dan biarkan kami memeriksa pasien." ujar dokter tersebut.
"Baik dok, ayo Rafka kita keluar dulu." ajak Ibunya Rafka.
Setelah keluar dari ruang inap Tiara, Rafka hendak melangkahkan kakinya untuk menjauh dari ruangan tersebut. Namun Ibunya mencegah dan berkata. "Kamu mau kemana?"
"Cari Ayyara, dia yang udah buat Tiara seperti tadi." jawab Rafka tanpa menghadap Ibunya.
"Jangan sampai kebawa emosi, bicara dengannya baik baik."
"Hm."
Setelah itu Rafka langsung mencari Ayyara ke seluruh penjuru rumah sakit.
****
"Lo kalau udah tau rencana itu, seharusnya lo bisa tutup mulut." ujar Ayyara saat sampai di lorong rumah sakit yang lumayan sepi.
"Tutup mulut? tapi tak mungkin." jawab Givano dengan bernada.
"Givano! gue ngga suka bercanda." protes Ayyara.
"Iya nanti gue seriusin."
"GIVANO!"
Givano menutup kedua telinganya dan berkata."Gue disini, ngga usah pakai teriak teriak."
"Lo tau dari mana sih kalau gue ada rencana itu?" tanya Ayyara memelankan suaranya.
"Kepo."
"Givano!"
"Lo ingat yang katanya lo bakal ketemuan sama Ibunya Rafka di cafe? Gue lupa kalau lo nyuruh gue buat ngga jemput lo, gue mau manggil lo pas baru keluar dari kampus. Tapi gue liat lo masuk mobil dan gue langsung ngikutin lo." ujar Givano menjelaskan.
"Lo!" Ayyara mengancungkan jari telunjuknya tepat didepan wajah Givano. "Dasar penguntit!"
"Itu demi kebaikan lo."
"Kebaikan lo bilang? dan pasti lo juga kan yang bilang sama Rafka kalau gue punya rencana? dan lo sadar? seandainya lo ngga bilang ke Rafka, gue ngga bakal di anggap hina sama dia."
"Dan seaandai gue ngga bilang ke Rafka, mungkin nyawa Tiara udah hilang. Dan lebih baik gue menyelamatkan nyawa Tiara." balas Givano.
"Jadi bener yang gue dengar ini?" ujar seseorang yang baru saja datang.
Suara tersebut membuat Ayyara dan Givano memalingkan wajah mereka kesamping untuk melihat siapa seseorang tersebut.
"Ra-rafka, gue ngga—"
"Gue ngga nyangka lo bakalan seperti ini." ujar Rafka memotong pembicaraan Ayyara.
"Raf—"
"Tiara lagi ngga sadarkan diri, kalau terjadi apa apa sama dia. Gue ga segan segan buat laporin lo ke pihak yang berwajib." ujar Rafka dingin dengan ekspresi datar.
"Tapi ini semua rencana bunda lo Raf. Bunda lo ngga suka sama keberadaan Tiara dan dia yang udah nyuruh gue buat celakai Tiara." ujar Ayyara mencoba menjelaskan.
"Terus gue harus percaya sama lo?"
"Iya! lo harus percaya sama gue Raf." ujar Ayyara dengan menyambar.
"Terus kenapa lo mau disuruh suruh?"
"Ka-karena gue cinta sama lo."
"Cinta? itu cinta atau obsesi? Dan yang lo bilang kalau bunda ngga suka sama Tiara, itu gue memang udah tau. Tapi, Seenggak sukanya bunda ke Tiara dia pasti ngga bakalan buat rencana hina seperti itu."
"Raf, lo harus percaya sama gue! bunda lo yang udah buat rencana itu. Dan gue juga minta maaf karena udah mau ikutin rencana bunda lo." Ayyara mencoba meyakinkan Rafka, namun Rafka masih tidak percaya.
"UDAH GUE BILANG KALAU BUNDA GUE NGGA BAKALAN BERBUAT SEPERTI ITU!!" ujar Rafka yang sudah kepancing emosi.
Ayyara kaget bukan main, dan bukan hanya Ayyara yang kaget, tapi Givano yang berada diantara mereka juga ikut kaget saat mendengar suara lantang Rafka.
"Oke gue maafin lo, tapi jangan sampai lo nunjukin wujud lo didepan gue lagi! Gue udah benci sama lo Ay."
Setelah Rafka mengatakan hal tersebut, ia langsung pergi meninggalkan mereka.
"Raf, Rafka!!" panggil Ayyara dengan suara lantang, namun tidak dihiraukan.
Ayyara hendak mengejar Rafka, namun ia teringat bahwa masih ada Givano disaat perdebatan tadi. Ayyara memutar tubuhnya menghadap Givano dan mengangkat jari telunjuknya tepat diwajah Givano.
"DAN LO! KENAPA LO DIAM AJA SIH GIVANO?!SEHARUS TADI LO JELASIN, KALAU INI SEMUA RENCANA BUNDANYA RAFKA!!" ujar Ayyara sambil berteriak.
"Males." ujar Givano santai sambil memainkan ponselnya.
"Lo! gue benci sama lo Givano!" ujar Ayyara sebelum pergi meninggalkan Givano.
"Bodo amat gue anjir, palingan besok baikan lagi. Kan dia bunglon, dikit dikit ceria, dikit dikit jadi sad girl, dikit dikit jadi monster. Berubah aja terus, sekalian aja jadi iron man." ujar Givano pelan saat Ayyara sudah pergi dari hadapannya.
****
Diary Ayyara.
21, September
Menyesal? tentu saja aku menyesal.
Seharusnya kemarin aku mendengarkan kata Givano agar jangan berbuat sesuatu yang merugikan.
Aku benci diri aku sendiri!!