Chereads / Red Jelly / Chapter 16 - Berkunjung

Chapter 16 - Berkunjung

"Sepertinya tidak," ujarnya saat Caroline baru saja meletakkan secangkir teh di meja. "Kurasa jurusan kuliah yang diambilnya berbanding terbalik dengan apa yang dilakukannya sekarang" lanjutnya dengan sedikit tawa.

Perempuan itu duduk di depan Jamal dengan kaki yang saling bertumpu. Tenang, Caroline sudah mengganti pakaiannya. Tak akan mungkin ia menemui Jamal hanya menggunakan bathrobe. "Lalu bagaimana dengan Dirga? Setelah acara pernikahan itu kulihat dia diam saja, bahkan saat diparkiran kekasihnya juga ia diamkan," tanyanya.

Alis laki-laki dengan usia enam tahun lebih muda dari Caroline itu saling bertautan. Tangannya juga dilipat didepan dada. "Kekasih?" herannya. Selama ini Dirga tak pernah bercerita memiliki kekasih. Jika mantan sih, Dirga memang memilikinya. Tapi, tidak mungkin Dirga kembali pada mantannya.

"Ah, mungkin yang dimaksud Red Jelly. Dia bukan kekasihnya, memang sih Dirga menyukainya hanya saja dia belum mengatakannya pada gadis itu. Terakhir kami bertukar pesan, Dirga hanya berkata gadis itu menyadarkannya dari keterpurukannya kemarin. Dan sekarang Dirga hanya ingin berfokus pada cita-citanya menjadi arsitek," jelasnya.

Red Jelly? Jadi itu panggilan bocah itu, batin Caroline. Pikirnya, jika Dirga fokus akan cita-citanya, akan percuma baginya mengajukan diri sebagai manajer. Aku harus memberi tahu mereka secepatnya, batinnya lagi.

Dalam beberapa kesempatan, Caroline akan menggunakan Jamal sebagai pusat informasi Dirga. Tak apalah, sedikit terganggu karena kehadirannya, yang penting informasi tentang Dirga selalu ia dapatkan. Memiliki fisik sempurna dengan otak cerdik adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri. Atau mungkin dimanfaatkan.

Keduanya terdiam, Jamal yang tengah bermain dengan ponselnya.

"Oh iya, untuk sekedar informasi saja. Akhir minggu ini kami akan berkumpul. Ya sekedar mengobrol," tutur Jamal yang baru saja selesai dengan urusannya.

Caroline nampak tersenyum juga mengangguk sebagai persetujuan dengan pertemuan mereka nantinya. "Kalian memang harus seperti itu. Meskipun belum ada panggilan lagi, persahabatan tetap nomor satu," perempuan itu menghela nafas sebelum akhirnya bertanya. "Kalau boleh tahu, kalian akan berkumpul dimana?"

"Mungkin Kafe Callista. Jika kau ingin bergabung, bergabunglah, kau kan manajer kami,"

"Tidak, terimakasih. Nikmati waktu kalian,"

'Atau mungkin iya, aku akan mengunjungi kalian'—batin Caroline. Jelaslah dia akan mengunjungi mereka hanya untuk melihat Dirga dengan alasan memberikan surat yang ia terima satu jam lalu.

'Ternyata tanpa kupaksa, Jamal memberikan informasi dengan sendirinya'—batinnya lagi.

***

"Dir, kekasihmu datang," teriak Dinda dari ruang tamu. Tentu saja Dinda berteriak, Dirga itu jika sudah bermain game, boro-boro untuk mendengar, bernafas saja lupa caranya—mungkin.

"Kak Dinda, Chika bukan pacar Kak Dirga,"

"Tapi, kau calon adik ipar ku," tandas Dinda.

Mungkin ada sepuluh kali Dinda memanggil adiknya itu. Namun, mendapat balasan saja tidak. Sungguh malas sekali dia, dan berakhir dengan Chika yang harus berjalan menuju kamar Dirga.

Chika hanya menurut suruhan Dinda. Karena dirinya juga paham, memanggil Dirga saat bermain game akan membuang waktu saja. Mungkin iya panggilannya akan dibalas dengan kata 'sebentar', namun 'sebentar' milik Dirga adalah suatu kesabaran panjang untuk orang-orang disekitarnya.

Tapi tunggu, yang ditangkap kedua netranya bukan seperti yang dibicarakan tadi. Layar televisi yang menyala serta stik game yang masih terhubung dan sang empunya yang.. tertidur diatas karpet? Dengan tubuh yang meringkuk. Pantas saja dipanggil tidak dengar. Tolong ingatkan hal ini, jangan memanggil Dirga saat bermain game dan saat tidur. Keduanya akan terasa sama saja, sama-sama tidak akan dengar.

"Kak Dirga akan sakit jika tidur seperti ini," gumamnya sendiri. Lantas Chika mengambil salah satu bantal dari ranjang Dirga setelah merapikan peralatan game, kemudian bersimpuh disebelah laki-laki yang tertidur damai.

Kaki Dirga yang tertekuk juga ia luruskan agar Dirga dapat tidur dengan nyaman. Tak mungkin Chika akan mengangkat tubuh Dirga menuju ranjang, yang jelas-jelas tubuh Dirga itu besar dan berat, apalagi sendirian.

Tangan kanan Chika terulur untuk mengangkat kepala bagian belakang Dirga, tangan lainnya menggeser bantal agar berada tepat dibawah kepala sang laki-laki. Posisi seperti ini menyebabkan tubuh Chika sedikit terangkat berada diatas Dirga. Karena sungguh, kepala laki-laki ini juga berat, jadi tenaga yang Chika keluarkan juga harus lebih besar. Tak lama, tiba-tiba Chika terdiam ketika-

"Bibirmu manis sekali," kata Dirga dengan santai saat berhasil mengambil kecupan sang gadis.

Ah, jadi Dirga itu hanya berakting tidur. Tadinya sih berniat mengagetkan saat Chika akan pergi dari kamarnya, namun diluar rencananya, Chika malah berada diatasnya. Ya sudah, sekalian saja curi kecupan.

Bagaimana ya, Chika masih setia dengan posisinya yang tak berkutik sama sekali. Menatap kosong karpet yang terakhir ia lihat saat dikecup Dirga. Jantungnya juga sudah tidak karuan. Apalagi pendingin ruangan kamar Dirga tidak terasa ditubuhnya. Ini kedua kalinya Dirga menciumnya. Tidak, lebih tepatnya tiga, karena salah satunya saat Chika menginap di rumah Dirga. Gadis itu tidak tahu jika Dirga melakukannya.

"Chika," panggil Dirga, tangannya juga ia lambaikan tepat di depan wajah Chika.

"Ehm.. Iya, Kak" katanya sedikit terkejut.

"Kenapa, sayang?"

Dirga ini sengaja atau tidak, sih? Belum selesai debaran sebelumnya, sekarang malah bertambah. Hati Chika tidak beres. Beri waktu Chika sebentar saja, untuk menormalkan kembali debarannya. Sambil mengatur nafas, gadis itu tersenyum. Seolah tidak terjadi hal yang mengejutkan.

"Ingin memberi kado untuk kakak," jedanya. Terlihat tatapannya sedikit sendu. "Maaf, sangat telat sekali kadonya," akhirnya seraya memberikan tote bag coklat.

Awalnya Dirga sempat bingung, namun sedetik kemudian senyumannya merekah. Menampilkan bentangan giginya, serta sedikit kerutan pada matanya.

Baginya, dengan Chika yang selalu menemaninya, itu sudah lebih dari cukup. Datang ke taman bermain, membeli banyak kue, mangacaukan burung-burung merpati di jalanan. Hanya satu yang kurang, yaitu status hubungan mereka. Tidak, apa-apa sih, lagipula Dirga tetap menganggap Chika sebagai kekasihnya. Tolong jaga rahasia ini.

"Terimakasih, Chika" ucapnya. Tiba-tiba, Dirga merasakan sebuah tangan kecil, menyentuh tempurung tangannya. Terlihat binaran mata yang jernih dari pelupuk, serta senyum cantik yang terukir.

"Selamat untuk kakak"

"Untuk apa?"

"Grup kakak, diterima di agensi Venus Entertainment"

Terkejut? Pasti. Siapa yang mengira akan diterima disalah satu agensi terbesar. Tempat para artis terkenal berkumpul dibawah naungannya. Tapi, pertanyaan yang memang wajar dipertanyakan Dirga, siapa yang memasukkan grupnya ke agensi itu? Mereka juga tidak mengikuti audisi apapun.

"Chika mengirimkan video grup kakak saat pernikahan waktu itu. Ayah Arum bekerja di sana, jadi Chika minta tolong dengannya," jelasnya. "Maaf, tidak memberi tahu Kak Dirga,"

Namanya juga hati sedang senang, Dirga reflek memeluk gadis didepannya. Mengucapkan terimakasih mungkin akan kurang. Dirga cukup kaget dan kagum secara bersamaan. Chika bisa melakukan hal seperti ini, padahal sebelumnya ia memang tak ingin Dirga menjadi terkenal.

Sesaat, Dirga teringat sesuatu, "Tapi, kau tidak apa-apa jika aku menjadi penyanyi?" tanyanya bersamaan melepaskan pelukan mereka. Ada rasa ketidakenakan pada adik kelas dua tahunnya ini. Rasanya Dirga terlalu egois.

"Kak Dirga tidak perlu persetujuan Chika, ini cita-cita kakak,". Memang semurah itu hati Chika. Gadis yang dikira hanya memikirkan bagaimana enaknya gummy bear atau sepotong kue red velvet, ternyata melebihi ekspektasi orang-orang yang menyayanginya.