"Munafik."
"."
"Penipu."
"."
"Penghianat."
"."
"Gara-gara lo gue benar-benar kehilangan semuanya,"
"."
"Sadewa sialan!"
"."
"Bangsat."
"."
"Lo, aish!"
"."
"Udah?" tanya Sadewa membuat Wiga berhenti memaki. "Gue lakukan apa yang menurut gue berpotensi bisa menarik perhatian lo, gue mau lo lihat gue sebagai kakak lo," Wiga memutar bola matanya malas.
Wiga ingin sekali memiting tangan Sadewa lalu memutuskan leher dari kepalanya. Wiga kesal mendengar pengakuannya. "Apa lo enggak tahu kalau apa yang lo lakukan salah? Lo lebih tua dari gue, dan seharusnya otak lo bisa berpikir dewasa. Lo hancurkan kehidupan gue dan lo minta maaf dengan segampang ini?" Sadewa terdiam.
"Enggak ada cara lain selain ini," Wiga memutar bola matanya malas. "Apa lo pikir dengan cari perhatian denga pacaran sama sahabat pacar gue, gue bisa perduli sama lo?" Wiga melirik Sadewa sebentar.