Chereads / COUPLE DREAM [INDONESIA] / Chapter 36 - DARI DUA SUDUT PANDANG

Chapter 36 - DARI DUA SUDUT PANDANG

"Gara," Sadewa berjalan mendekati Wiga dengan percaya, akan tetapi hatinya berdecit benci.

Sadewa dilahirkan dikeluarga yang tidak dia harapkan, Sadewa lahir mamahnya menikah, Sadewa menerima semua caci maki semua orang saat itu, tapi setidaknya dengan adanya ayah untuknya hari ini, mimpi Sadewa menjadj nyata. Setidaknya dia mempunyai ayah. Orang tua yang membuatnya.

Lain lagi dengan Wiga, dia melirik Sadewa dengan kebencian. Kenapa juga Wiga tidak dilahirkan jauh lebih dulu dari sadewa, jika itu terjadi masalah sampai hari ini tidak dialaminya. Terlebih lagi berurusan dengan Sadewa, Aldi, dan semua orang. Tidak akan ada Sadewa di keluarganya. Itu yang seharusnya Wiga harapkan.

Nyatanya semua itu tidak akan terjadi.

"Ngapain si lo ke sini?" Sadewa menghela nafasnya sedikit gugup, dia berjalan lebih dekat pada Wiga untuk duduk di sampingnya.

"Pulang, gue disuruh ayah buat jemput lo," Wiga memutar bola matanya tidak merespon. "Mau sampai kapan kalian marahan, gue terus-terusan lihat lo enggaj sopan ke ayah, beliau ayah lo, beliau yang menghidupi lo sebelum lo hadir di bumi. Hapus semua pikitan buruk lo tentang gue, gue sama sekali enggak akan ambil ayah lo, gue enggak akan ambil hak lo sebagai anak ayah," Wiga melirik Sadewa tidak berminat.

"Ambil aja, gue enggak butuh," Sadewa tertawa kecil.Setahu dirinya, tidak ada seorang anak yang tidak membutuhkan ayahnya.

"Lo gila? lo darah daging ayah. Sampai mati lo enggak akan pernah putus hubungan sama beliau," Dewan marah, dia melihat Wiga mengangkat bahunya tidak perduli.

"Inget Ta, lo hidup hasil jerih payang beliau, lo bisa makan hasil keringat beliau, lo bisa minum juga berkat kerja keras ayah lo, hidup lo enak berkat ayah rasa capek ayah lo," Sadewa melebarkan matanya masih dengan rasa kesalnya.

"Mungkin menurut lo hidup kaya bisa beli beli apapun, lo salah besar. Apa lo pikir selama gue hidup ayah selalu perhatian sama gue?" Wiga tertawa konyol. "Lo gelap mata, dengan satu sudut pandang lo nilai hidup gue, dan lo terus nasihati gue dengan pengalaman hidup lo yang kurang baik. Mulai sekarang, berhenti nilai orang lain cuma karena mereka hidup enak, lo sama pikiran lo itu konyol!"

"Lo pikir hidup banyak uang bisa buat ayah bangga-banggain gue selama ini? udah ya. Kalau lo udah bisa jadi kebanggaan ayah hari ini, lo lanjutin aja sampai selamanya. Siapa juga yang mau hidup sama orang yang berhasil ngerusak keluarga gue sendiri," Wiga berdiri menjauh meninggalkan Sadewa ddngan mengepalkan tangannya kesal. "Lo pikir gue mau?"

"Lo nyaman kan? enggak usah munafik. Gue, bisa lihat pakai mata gue sendiri kalau lo bahagia bisa hidup kaya!" Sadewa menarik kerah baju Wuga keras dan melemparnya pada dinding sebelahnya.

"Gue tahu gue orang miskin, gue akui kalau gue merusak keluarga lo. Tapi, satu hal yang perlu lo tahu. Lahir tanpa pernikahan jauh lebih sakit daripada hidup tanpa perhatian ayah dan dinafkahi secara lahir. Gue dilahirkan tanla pernikahan, tanpa ayah. Tujuan dalam hidup gue cuma mau ketemu dan hidup bahagia sama papah gue, dan saat waktu berjalan, rasa-rasanya gue lebih baik enggak tahu kalau gue punya ayah kalau ujung-ujungnya merùsak keluarga orang lain. Gue tahu lo punya masalah lo sendiri, tapi bukan berarti lo boleh berspekulasi uma lo aja yang punya masalah hidup paling berat, gue ada. Dan ada banyak anak yang lebih dari lo,"

"Gue lebih sakit dari lo, lo mojokin gue, lo injak harga diri mamah gue, lo terus salahin gue sama mamah, dan lo enggak sopan sama ayah gue. Lo! bangsat, lo enggak tahu smeua yang gue rasakan selama ini sialan," Wiga meringis saat Sadewa menujuknya di depan wajahnya. Wiga meremehkan Sadeea dengan terkekeh pelan. "Lo marah?"

"Gue lihat semuanya, gue lihat gimana kalian hidup bahagia seperti keluarga bahagia tanpa gue, lo enggak ada cari gue buat pulang, lo nyaman kan jadi anak orang kaya?" Wiga membuang wajahnya saat Sadewa melihatnya dengan mata tajam. "Tolong, selagi gue enggak mulai hancurin hidup kalian, dan gue enggak merusah hidup bahagia lo sama ayah lo, harusnya lo enggak ngancuri kehidupan gue yang sekarang. Lo enggak perlu bilang ke ayah kalau gue dimana, kelihatan banget kalau lo mau nujukin ke ayah lo memang anak membanggakan yang bisa apapun,"

Sadewa menggelengkan kepalanya saat Wiga mengeluarkan spekulasi tentang dirinya dan penilayannya secara individual. "Harusnya lo bersyukur mamah gue datang dihidup lo membuat keluarga lo kembali utuh," Wiga menaikan satu alisnya bingung.

"Dari pada mamah lo ada dihidup gue, lebih baik gue enggak punya ibu pengganti selamanya. Sekarang lo bahagia kan keluarga lo utuh?" Wiga meremehkan Sadewa dengan ucapannya. "Stop cari muka depan gue, gue muak. Lo hidup buat diri lo sendiri, buat ayah lo yang selama ini lo cari dan buat keluarga lo yang selama ini lo harapkan. Itu hidup lo, jadi jangan usik gue dengan terus nasihati gue kalau gue tetap akan punya keluarga utuh. Bunda gue meninggal, dan mamah lo tetap aja mamah lo, dia enggak akan bisa jadi orang terhormat dihidup gue seperti apa yang bunda gue lakukan,"

Sadewa benar-benar memukul rahang Wiga karena habis kesabaran "MAU SAMPAI KAPAN SI LO ENGGAK EGOIS, DIA TETEP AYA--" bentakan Sadewa terhenti saat Wiga memukulnya balik tidak kalah keras.

"Jangan sok suci di depan gue, karena lo hidup gue berantakan. Apa belum puas lo ambil bunda gue dan sekarang lo ambil semua yang gue punya hah? gue kasih apa yang lo mau. Gue udah ikhlasin bunda, gue biarin ayah jadi milik lo seutuhnya. Apa itu masih kurang?" Sadewa tertegun saat Wiga menangis dengan matanya.

"Lo rusak hubungan gue sama Nita dan sekarang lo masih b aja nekat dapetin Salsha yang jelas-jelas udah punya pacar. Apa lo pikir saat lo jadi pahlawan di depan ayah hidup gue jadi bahagia?enggak! Justru lo memperbanyak masalah gue sama orang yang udah menampung gue hidup selama dua tahun ini bangsat," Wiga mengelap airmatanya yang terus menetes.

"Lo enggak akan pernah tahu rasanya setiap satu tarikan nafas itu sesak banget, lo ambil bunda dari gue, setelahnya ayah, dan pacar gue, terus lo buat gue sama orang yang gue anggap kakak selama ini ngebenci gue cuma gara-gara lo!"

Wiga memukuli sadewa membabi-buta, rasa-rasanya hanya membuat Sadewa masuk rumah sakit tidak membuat hidup wiga menjadi lebih baik. yang Wiga inginkan hanya keluarganya kembali dan semua baik-baik saja. Tapi Sadewa keras kepala dan berusaha tidak ingin mengerti.

Lain lagi dengan Sadewa, dia menerima semua pukuran keras pada tubuhya dari Wiga. Sampai rasa-rasanya, pukulan itu hanyalah kasih sayang adik tirinya padanya.

Tiba-tiba Wuga berhenti memukul pda Sadewa, alirnya terangkat satu bingung. Kedua tangannya memegang kepalanya menahan sakit, Sadewa berdori mendekat pada Wiga.

"Gara, lo kenapa?" tanya Sadewa khawatir, anehnya yang terluka adalah Sadewa dan yang menanyakam keadaan juga dia.

"AAAKKHHHHHHH," Wiga berteriak sampai urat lehernya terlihat jelas, wajahnya memerah dengan sebagian warna kulitnya ikut memerah. Sadewa menyentuh bahu adiknya saat dirasa Wiga hampir sedikit kehilangan kesadarannya

"Obat. Obat lo mana?" tanya Sadewa tergesa-gesa mencari botol kecil yang biasa dibawanya. "GARA," teriak Sadewa tidak menemukannya.