"Kenapa?" tanya Argo pada Sadewa, ada Nita dan Salsha dibelakang mereka. Sadewa mengangjat bahunya tidak tahu dan mulai berjalan menjauh meninggalkan mereka bertiga.
"Sadewa kenapa?" tanya Argo lagi, Nita diam untuk mempertegas pada Argo bahwa Nita juga sama, dia tidak tahu apa yang terjadi dengan Sadewa.
"Kalian kenapa? hari ini banyak diem, dan gue perhatiin kalian enggak kaya biasanya. Kalian ada masalah sama gue? ngomong aja, biar gue bisa memperbaiki diri," Salsha sama, mengangkat bahunya dengan diam. Nita membuang wajahnya tidak perduli sama sekali.
"Gue ada salah apa sama kalian? Sadewa ditanya enggak jawab dan dia lebih suka menyendiri akhir-akhir ini. Lo juga Nit, kenapa setiap gue ngomong sama lo. Lo enggak mau ngerespon satu kata pun. Sal, lo ada dendam apa sama gue?" Nita melirik Argo dengan tatapan miris.
"Gue tahu lo bosen. Tapi, hidup gue cuma bukan tentang persahabatan. Gue masih punya orang lain, keluarga dan seseorang juga. Gue enggak bisa kan terus-terusan sama kalian. Gue punya masalah sendiri, dan mungkin mereka juga sama sibuknya sama gue," jawab Nita menjelaskannya sangat pelan.
"Gue bisa bantu, apapun. Gue siap bantu kalian dalam masalah, dan setahu gue. Setiap ada maslaah, kita-kita selalu berbagi. Enggak mendem satu-satu kaya gini, hari ini. Gue merasa asing aja dideket kalian," balas Argo yang kembali mendapat respon Nita lebih pedas.
"Gue udah dewasa, dan mereka juga. Lo kalau peelu temen juga bisa enggak melulu gue, Salsha sama Sadewa. Lo bjs asmaa yang lain, jangan manja. Ada saat dimana lo bertanya dan lo yang memperkeruh suasana. Semua masalah enggak selamanya sama, dan lo sebagai temen juga enggak selamanya bisa ngebantu,"
Argo egois, dia hanya menginginkan waktu sahabatnya. Terutama Nita, Argo akan merengek dan harus mendapatkannya. Hey! hari ini mereka bukan anak kecil lagi. Masalah terus saja datang jika waktu terus berjalan. Jangan Argo pikir semua masalah akan selesai jika Nita menceritakan padanya, kenala isi kepala Arga sama sekali tidak berubah. Ini merepotkan semuanya.
"Sadewa pengen sendiri karena dia punya maslaah keluarga, itupun gue cuma nebak aja, dam Salsha jadi pendiem karena dia juga lagi ada masalah sama cowoknya dan yang terakhir gue diem karena gue ada maslaah pribadi. Enggak semua yang kita-kita alami terus-terusan kita ceritain sama lo, karena cerita enggak akan membantu keluar dari masalah, beefikirlah logi Go!" Sambung Nita lagi, Nita ingin berjalan menjauh meninggalkan keduanya sebelum itu.
"Dan satu lagi, gue butuh waktu sendiri, dan gue juga enggak akan terus-terusan cerita sama kalian. Semakin dewasa semakin banyak bicara semakin buruk untuk kedepannya," Salsha memperhatikan Nita cukup serius. Wajahnya menjelaskan jika dia berpikir seperti 'Ada masalah apa dengan Nita?'
"Tolong Go, buat jauh-jauh hari. Lo jauhin gue, gue nyaman dideket lo. Tapi, gue harus jauhin lo karena pacar gue enggaj suka gue deket sama lo, cukup dulu aja gue buat dia kecewa. Maaf Go," Nita berjalan pergi, meninggalkan Argo yang masih terdiam ditempatnya.
"Apa cowok itu terlalu berharga buat lo? sampai-sampai lo jauhin gue?" tanya Argo yang membuat Nita beehenti berjalan menjauh. "Iya, dia berharga buat gue. Sangat berharga,"
'Tapi gue suka sama lo, sebelum lo punya dia,"
•••
"Ikut gue!" Sadewa menyeret pergelangan Nita cukup kasar, dibawanya Nita ke gudang untuk membicarakam sesuatu. "Lepas, lo enggak perlu pegang gue," Nita melepasnya dengan kasar dan mhlai berjalam santai diikuti Sadewa dibelakangnya. Tidak ada yang melihat keduanya pergi.
"Ada apa?" tanya Nita langsung saja. Nita hanya tidak ingin terjadi salah paham dengan pacarnya apalagi mereka sudah satu sekolahan. Masalah akan terjadi walaupun terjadi atau tidak terjadi sekalipun.
"Kenapa lo enggak ngasih tahu gue, Gara pindah sekolah?" Sadewa masing meluhat Nita dengan wajah biasa saja, berusaha menghentikan kerumunan banyak pertanyaan yang harus dia tanyakan. Gara yang dekat dengan Aldi, Gara yang dekat dengan Salsha, dan Gara yang dipanggil dengan Wigara. Sadewa pusing memikirkannya, sayangnya lagi Nita sudah tahu jika Sadewa akan menayakannha dengan cara seperti ini.
"Gue benci sama lo, lo enggak bisa satu kali aja enggak rusak jalan hidup gue? kenapa juga gue harus jawab peetanyaan tentang lacar gue, ini enggak termasuk urusan pribadi lo. Jadi berhenti ikut campur urusan gue sama lacar gue!" Nyatanya percuma juga menjelaskannya pada Sadewa, Nita mengelal keringatnya lelah.
"Sebenernya lo itu siapanya pacar gue? awalnya lihat lo cuma karena lo penasaran. Tapi emakin ke sini lo semakim ikut campur dan gue enggaj suka itu," Tidak ada satu orangpun suka jika teman ataupun sahabat mereka mulai ikut campur terhadap hubungannya, akhirnya akan merusaknya atau mungkin akan menvambil yang bukan milikmya.
"Cukup dulu aja ya lo ikut campur urusan gue, gue enggak mau pacar gue yang sekarang lo ikut campur dan merusak segalanya! Lo pasti tahu, gue enggak suka langsung terus terang makanya lo selalu tekan gue, tanyain gue. Jujur gue enggak suka sama sikap lo yang aneh, lo suka sama Salsha. Tapi lo enggak mau berusaha, lo mau Salsha balik lagi sama lo, tapi lo enggak mau berjuang," Dulu sekali, hubungan Nita juga rusak karena Sadewa, dan kenala dia tidak tahu diri.
"Gue enggak perlu keluhan lo, gue cuma tanya sama lo kenapa Gara bisa sekolah disini," ucap dingin Sadewa, dia sama sekali tidak mau dibantah untuk sekarang. "Lo. Siapa. Pacar. Gue?" tanya Nita penuh penekanan, percuma juga jika berbicara dengan Dewa. "Enggak penting, gue butuh jawaban yang gue tanya sekarang juga!"
"Gue butuh juga butuh jawaban," balas Nita, dia tidak mau membuat dirinya berfikir semalaman lagi. "JAWAB PERTANYAAN GUE SIALaN," bentak Sadewa, Nita yang baru saja dibentak terdiam.
"Lo enggak bisa se enaknya sama hubungan gue. Kalo lo terlalu ikut campur sama hubungan gue, lo salah, gue tanya sama lo. Gue tanya sama lo, lo enggak mau jawab dan lo engois?
"Mungkin, Egois lo itu yang membuat Salsha harus berpikir 1000x buat balikan lagi sama lo," Nita berjalan menjauh keluar dari gudang tersebut dengan sangat kesal.
"Maksud lo apa nilai gue seenaknya," gumamSadewa dengan tersenyum
•••
"Yakin aku enggak apa-apa ikut main dirumah temen kamu?" tanya Salsha masih tidak nyaman. "Enggak apa-apa, lagipula Aku sama temen-temenku juga enggak tinggal disana sama orang tua kok. Disana cuma tempat nongkrong aja," Salsha mengangguk setuju.
Wiga yang masih duduk di jok belakang hanya bisa memutar nola matanya malas, dia mulai keluar dan membanting pintunya kasar. "Biasa aja kali, enggak usah ngebanting pintu mobil gue gitu," teriak Aldi kesal saat Wiga berjalan tidak menghiraukan teriakannya.
"Kayaknya Wiga marah deh sama kamu, kamu si nyetirnya enggak hati-hati," ucap Salsha yang ikut melihat Wiga berjalan dengan memegang meningnya. "Sebenernya yang pacar kamu Wiga apa aku? Kok kamu akhir-akhir ini lebih ngebela Wiga dan ngomelin aku,"
Salsha tersenyum manis, mencubit kedua pipi Aldi dengan senyum sangat tipis, Aldi cembjru ternyata karena di kantin tadi siang. Masalahnya sepele, hanya karena Salsha memperhatikan Wiga dan menganggapnya sama seperti Aldi menganggap Wiga adiknya. Dan ternyata, kasih sayang Salsha salah ditanggap oleh Aldi. "Kamu kekanak-kanakan banget sayang,"
"Udah ayo turun, ambil makanan di bagasi," perintah Aldi yang hanya dijawab dengan tindakan oleh Salsha. "Banyak banget," protes Salsha melihat satu bagasi penuh dengan minuman dan makanan, Salsha pikir tadi mereka berdua hanya membeli cemilan sedikit.
"Ambil dua kantong. Empat kantongnya aku yang bawa, nih kunci mobilnya,"
"Ayo buruan!" Saat Salsha sudah mulai memamsuki rumah itu kepala Salsha hanya terpikir jika ruangan didalamnya akan rapi, bersih, wangi dan sangat mewah, ternyata sama sekali tidak.
"Jorok bange,t" komentar Salsha saat melihat rumahnya oenuh dengan sampah bungkus makanan.
"Namanya juga anak cowok, kamarku juga enggak beda jauh sama ini. Berantakan, bunda masuk pernah lihak empak aku di jendela aja aku diomelin," Salsha melihat Aldi dengan tatapan lain. Mungkin seperti 'Kalo gue tahu lo jorok, gue pasti lebih milih-milih lagi deh,"
"Itu dulu yang, sekarang udah enggak," Saat masuk satu ruangan penuh dengan laki-laki Salsha langsung menghimpitkan tubuhnya pada Aldi walaupun tangannya penuh dengan kantong keresek penuh cemilan.
"Kenalin, doi pacar gue. Ini serius, dia pacar gue yang akan gue ajam nikah beberapa tahun kedepan," ucap Aldi mengenalkan Salsha pada teman-temannya. Mereka mulai memlerhatikan Salsha cukup teliti dan menganggukan kepalanya mulai berjalan untuk bersalaman dengannya. Salsha tersenyum, 'Ternyata tidak buruk,"
Ada tangan terakhir yang membuat Salsha sedikit terkejut, wajahnya smtersenyum sangat lebar tapi terlihat smirk dimata Salsha. "Devan," Salsha keringat dingin mendengarnya, laki-laki itu