Di teras sebuah rumah peninggalan zaman Belanda, Doni duduk dengan menaikkan satu kakinya. Dihisapnya rokok dengan tangan kanannya, lalu diletakkan sejenak pada asbak di meja. Perempuan bertubuh mungil dengan bandana rambut warna merah, dan lipstik senada, juga sedang duduk di kursi sebelahnya. Perempuan itu melipat tangannya di dada dengan muka tidak senang.
"Doniii.. ayolah.. temenin.." rengek Vivi pada Doni.
Doni hanya diam tak mempedulikan Vivi yang menarik-narik lengannya. Dia tidak terpengaruh suara manja atau bahkan penampilan Vivi. Bagi Doni, Vivi hanya bagaikan topeng, hatinya tidak secantik wajahnya.
"Vi, kamu berisik! Aku bilang gak mau, ya berarti gak!"
"Ais.. memangnya kamu ada acara apa sih? Kamu gak berniat untuk pulang ke Amerta kan?"
"Mau pulang, mau enggak, bukan urusanmu, Vi"
"Lho, kok kambuh lagi juteknya. Lupa yaa.. kalo.."
Seketika Doni berdiri dan menghadap Vivi. Tangannya bertumpu pada meja yang terletak di antara keduanya.
"Keretaku berangkat dua jam lagi. Aku mau pulang ke Amerta, aku mau ketemu Mika. Persetan sama kamu!"
Vivi hanya bisa menatap Doni dengan kebingungan. Doni segera memasuki ruangan dalam rumah tersebut dan terdengar suara daun pintu tertutup dengan begitu keras. Vivi spontan terkejut dengan suara itu lalu segera pergi meninggalkan rumah kos Doni.
Hari itu Vivi bermaksud mengajak Doni menonton bioskop dengan beberapa teman Vivi lainnya. Masing-masing teman Vivi mengajak serta pasangan mereka. Untuk itulah, Vivi memaksa Doni untuk ikut, karena Vivi telah menyebarkan kabar jika ia dan Doni telah bertunangan, meski itu tidak benar adanya.
Ini bukan hari libur kuliah, tapi Doni sengaja tidak mengikuti mata kuliah karena hasrat untuk bertemu Mika sudah tak dapat lagi ia tahan. Entah dengan cara apa, ia harus bertemu dan membicarakan semuanya dengan Mika. Sudah terlalu lama dia memendam kerinduan akibat ulah Vivi. Doni pun bertekat untuk meminta maaf pada Arya atas perbuatannya yang telah lalu. Selebihnya, ia berharap Mika mau menerimanya kembali.
***
AMERTA SETELAH WISUDA KELULUSAN SMA
Mika memulai les bimbingan belajar pekan keduanya pada pukul tiga sore. Atas kemauannya sendiri, dia mengikuti pelajaran tambahan setelah kelulusan sebagai bekal untuk tes ketika mendaftar di universitas yang dia idamkan.
Diantarkan Mbak Nia, Mika menuju tempat bimbingan belajarnya. Papan biru besar bertuliskan Primagama akan menjadi tempat favorit Mika selama sebulan penuh. Setiap sore Mbak Nia mengantarnya berangkat, namun dia harus naik angkot untuk pulang ke rumah, pukul lima.
Satu hal yang membuyarkan semangat Mika adalah keberadaan Sari. Mika berada satu kelas dengan Sari, mantan Doni yang pernah menerornya via telepon. Kini mereka dipertemukan dalam jarak yang dekat. Awalnya Mika tidak mengetahui bahwa yang duduk di depannya adalah Sari, hingga sebuah sapaan tertuju padanya.
"Mika, ya kan?"
Tangan Sari terulur menawarkan untuk berjabat tangan. Mika yang tertunduk membaca buku, seketika mengangkat kepalanya dengan kebingungan.
"Siapa ya?"
Mika membalas uluran tangan Sari, tanpa dia tahu siapa perempuan di hadapannya itu.
"Kita.. sama-sama mantannya Doni nih, sekarang."
"Lho? Maksudnya?"
"Oh, kamu gak tau siapa aku?"
Mika menggeleng, dengan penuh tanda tanya di kepalanya.
"Baguslah. Nanti kamu tahu sendiri kok."
Mika mendengus kesal, mood-nya tiba-tiba buruk karena terusik tentang suatu pikiran, siapa perempuan yang kini duduk di depannya. Berada di sebelah Mika, adalah Fiona, adik Boy. Antara Fiona dan Sari merupakan siswa SMA 2 Amerta, mereka berteman dekat, namun Mika tak tahu jika mereka saling mengenal.
"Fi. Tuh cewek rese amat sih. Ngajak kenalan, tapi gak sebut nama. Bawa-bawa nama Doni segala. Ga jelas!"
Fiona hanya tersenyum tak menanggapi ucapan Mika. Fiona hanya tak ingin memihak jika terjadi perdebatan diantara Mika dan Sari, karena mereka berdua adalah teman Fiona.
Di saat jam pelajaran bimbel, semua siswa fokus memperhatikan mentor yang sedang memberikan pemaparan materi di papan tulis. Tak ada kegaduhan, semua siswa sibuk mencatat.
"Mik, emang kalo boleh tau, kenapa putus sama Doni?"
Fiona menyodorkan kertas berisi pertanyaan yang ia tulis. Mika pun membalas pesan di kertas tersebut.
"Kakak mu, gak cerita?"
Fiona membalas pertanyaan Mika dengan sedikit raut kesal.
"Gak. Emang kenapa sih?"
Mika tersenyum membaca tulisan Fiona dan dibalasnya dengan singkat, disertai gambar emoticon lidah menjulur di samping tulisannya.
"Begitulah."
Fiona membaca pesan Mika dengan penuh keheranan. Maksudnya gimana, gerak bibir Fiona sekilas terbaca oleh Mika. Namun Mika memilih untuk tak lagi menjawab keingintahuan Fiona.
Hubungan antara Mika dan Doni sebelumnya begitu cepat menyebar di seantero Amerta khususnya kalangan pelajar tingkat menengah ke atas. Dari SMA manapun, semua mengenal siapa Doni, dan siapa genk Roxette.
Nama Mika yang dulunya tidak dikenal, mendadak menjadi populer ketika dia menjadi pacar Doni. Seluruh Amerta mengetahui, bahwa nama Doni identik dengan Mika, dan nama Mika pasti identik dengan Doni. Tak ada laki-laki yang berani mendekati Mika atau bahkan menyakiti Mika, karena begitu takut membayangkan apa yang Doni perbuat. Titok dan Arya adalah contohnya.
Berita putusnya Doni dan Mika pun menyebar juga tak kalah cepatnya. Semua perempuan berlomba mendekati Doni yang memiliki wajah tampan, maskulin, dan berasal dari keluarga berada. Mereka tak mengetahui bagaimana watak dan karakter asli Doni, kecuali Mika.
Teeettt...
Mika melangkahkan kakinya keluar kelas. Badannya begitu lelah, matanya sangat mengantuk. Rasanya ia ingin segera tertidur ketika melihat sofa yang terdapat di lobi tempat bimbelnya.
Suasana masih riuh, semua siswa berdesakan hendak menuju parkiran dengan segera. Mika tak peduli, diseretnya kakinya yang lemas. Sejenak dia terduduk dan meletakkan kepalanya pada sandaran sofa. Dikerjapkan kedua matanya. Dia masih harus berjalan kaki sejauh seratus meter untuk menuju terminal angkot agar bisa segera pulang ke rumah.
Dilihatnya perempuan yang tadi menyalaminya tengah bersenda gurau dengan beberapa temannya. Mika menghembuskan nafas panjang dan memberi semangat pada badannya sendiri untuk segera berdiri agar dapat menghindar dari perempuan tersebut. Dia tak tahu dan tak ingin tahu, siapa perempuan yang menyebut dirinya sebagai mantan Doni.
Bruk!
Mika menghentakkan kedua kakinya bersamaan agar kantuknya hilang. Dia bangun dari duduknya hendak berbalik menuju pintu keluar.
"Doni!"
Perempuan itu tiba-tiba menatap ke arah Mika dan memanggilnya dengan nama Doni. Mika kebingungan, kenapa dia dipanggil dengan nama itu. Ditatapnya mata perempuan itu, dan ternyata bukan ke arah Mika dia berseru.
Mika menoleh ke belakang. Tepat di belakangnya, berdiri Doni dengan kaos berkerah warna hijau muda serta celana jins berwarna gelap. Tangannya dilipat di dada, dan dia bersandar pada tepian pintu.
"Hai, Sar. Apa kabar."
Doni menyahuti sapaan perempuan itu.
Sar? Apakah itu Sari? batin Mika.
"Mas.."
Mika tak sanggup berkata. Dalam hatinya menangis haru karena laki-laki yang ia rindukan kini berada tepat di depannya. Namun ia tak tahu harus berbuat apa, karena ia melihat Doni menyapa Sari, mantannya.
Doni menurunkan kedua tangannya dan tersenyum pada Mika. Senyum yang lama hilang. Dia lingkarkan tangan kanannya memeluk bahu Mika yang masih tertegun dengan kehadiran Doni yang begitu mendadak.
"Aku cuma mau jemput Mika."
Entah pada siapa, Doni melontarkan pernyataannya itu. Yang jelas perlakuan Doni itu sontak saja membuat Sari merasa kesal. Sari tahu bahwa Doni sengaja merangkul Mika di hadapannya karena sebenarnya Sari masih menyukai Doni. Sari menghentakkan kedua kakinya, dan beberapa teman berusaha menenangkannya.
Mika tak dapat berkata apapun. Doni sekedar datang menjemputnya, itu merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Mika. Terlebih di depannya, Sari melihat Doni bersikap begitu baik pada Mika. Bayangan muka masam Sari nampak jelas di pelupuk mata Mika. Dia tersenyum sendiri, lalu dipegangnya tangan Doni yang melingkari bahunya. Mereka berjalan menuju parkiran.
"Mika, mau keliling sebentar? Mau ya.. Please.."
Mika tersenyum dan mengangguk. Dia mengenakan helm halfface yang diberikan Doni. Kali ini tak ada lagi rok pendek seragam sekolah. Mika dapat duduk di boncengan motor Doni dengan posisi badannya menghadap ke depan.
Lama tak bertemu, diantara keduanya masih canggung untuk memulai pembicaraan. Begitu banyak pertanyaan yang ingin Mika sampaikan. Begitu banyak cerita tentang teman-temannya saat wisuda kelulusan yang ingin dia bagikan dengan Doni. Tapi Mika tetap diam. Dia mencium dalam-dalam aroma tubuh Doni tepat di bahunya. Motor melaju tak tahu kemana. Momen itu tak disia-siakan oleh Mika. Dia tak peduli apakah dia sebagai mantan Doni atau bukan, yang jelas kedua tangannya memeluk pinggang Doni erat dari arah belakang. Doni pun membalas pelukan Mika dengan usapan hangat dari tangan kirinya.
"Mas, aku ngantuk."
Mika menyandarkan kepalanya pada punggung Doni. Kedua tangannya memeluk Doni kian rapat. Semakin lekat dia mencium bau tubuh Doni. Dibalik helm fullface hitamnya, Doni tersenyum lega.
***
Motor berhenti tepat di parkiran Taman Kota Amerta. Mika mengangkat kepalanya. Dia tak benar-benar memejamkan matanya, kantuknya hilang berganti sukacita karena bertemu Doni.
"Ngapain ke sini, Mas?"
"Jalan-jalan aja, bentar."
Mereka menuju sudut permainan dimana terdapat dua buah ayunan dan beberapa permainan anak lainnya. Mika berlari menuju ayunan dan mendudukinya. Doni tersenyum melihat tingkah kekanakan Mika.
"Mika, besok ada acara? Pagi."
Doni berdiri menyandarkan lengannya pada tiang besi penyangga ayunan. Sesekali dia mendorong tali penyangga ayunan, ketika gerakan ayunannya nyaris berhenti.
"Ha? Ada apa emang?"
"Mas mau ajakin jalan."
"Mas gak kuliah? Kenapa sering pulang sih?"
"Besok Mas balik ke Bandung sore. Kita besok pagi jalan ya?"
"Mau kemana?"
"Emang Mika mau kemana? Bebas pilih!"
"No idea."
"Kita ke Bromo, yuk?"
"Mas..? Itu jauh!"
"Enggak.. cuma 1 jam perjalanan. Mas boleh ajak anak Roxette? Biar rame.."
"Tapi gimana ijin ke Papa?"
"Mas yang jemput, Mas yang minta ijin."
"Kalo Papa ngelarang?"
"Ya gak jadi, haha.."
***