Keesokan hari, Mika telah berada kembali di kosnya. Membuka satu per satu bungkusan dari Mama yang berisi makanan dan persediaan logistik untuk beberapa hari ke depan. Biasanya, dia akan berbagi makanan dengan Gill dan Tria selepas dia pulang dari Amerta.
"Masakan Mama mu, selalu enak-enak. Aku jadi pingin ketemu sama Mama kau, Mik."
"Iyaa, Mik. Masakan emak kau enak, tapi anaknya bisa kurus begitu, gimana ya? Haha.."
Mereka bergurau sembari terus menikmati satu persatu masakan Mama Mika yang diletakkan di meja. Menurut Tria, semua masakan itu dapat bertahan hingga tiga hari ke depan, asalkan disimpan di lemari pendingin dan dapat dipanaskan kembali ketika akan dimakan.
"Enak nih, Mik. Gak perlu beli makan di luar ya," ujar Tria.
Tiba-tiba Mika teringat sesuatu karena perkataan Tria. Mika tak seharusnya berada di luar terlalu sering. Dia hanya akan keluar untuk urusan kuliah. Lalu bagaimana jika ia harus ke warnet, bagaimana jika ia harus ke pengetikan, bagaimana jika ia harus mengcopy materi kuliah. Mika takut, sosok Bas mengikutinya hingga ke Malang.
Akhirnya Mika menceritakan permasalahannya pada Gill dan Tria. Tentang seseorang yang menerornya setiap malam bernama Bas. Mika membacakan ulang semua pesan Bas pada temannya. Mika pun menjelaskan bahwa Bas sempat berada di teras rumahnya semalam.
"Wah, Mik, kira-kira apa ya motifnya Bas itu?"
"Kamu serius gak pernah berbuat sesuatu atau apa gitu, kali aja Bas itu marah atau something ke kamu.."
"Aku aja gak kenal, Mas Doni juga enggak."
"Apa jangan-jangan, kamu pernah salah bicara?"
"Waduh, semoga aja enggak, gaes. Trus gimana dong aku kalo ada keperluan ke luar kos?"
"Mik, cowokmu, gak dateng kesini emang?"
"No, dia masih ujian. Nanti ujiannya keganggu kalo dia kesini.."
"Udah, gini.. kalo gak penting, kamu ngendon di kos aja, jangan kemana-mana. Seandainya nih.. seandainya.. ada apa-apa di jalan, entah kamu dihadang Bas atau apalah, kamu langsung teriak minta tolong aja."
"HP jangan sampe ketinggalan. Kalo ada apa-apa, telpon polisi, atau telpon cowokmu, pokoknya HP on terus."
"Iya gaes, semoga aja dia gak ngejar sampe kesini ya."
"Iyah, paling cuma gertakan aja dia tuh."
Tak lama sebelum Mika menyelesaikan ceritanya, Bas kembali mengiriminya pesan. Hari belum terlalu larut, padahal sebelumnya Bas selalu berkirim pesan di atas pukul sembilan malam.
"Gill, Tria.. ini Bas kirim pesan lagi nih. Ayo baca sama-sama sini.." ujar Mika.
1 Message Received
MALAM NON, LAGI APA?
[0813XXXXXX]
"Gimana gaes? Balas gak nih?"
"Kalo kamu balas, mancing gitu, gimana Mik? Biar tahu, sebenernya maunya dia apa sih!"
"OK. Aku balas. Mm.. balas apa ya?"
"Ngalir aja Mik, kayak orang ngobrol gitu. Kali aja dia cuma pingin nambah teman."
"Iya, Mik, kita positive thinking aja dulu. Mungkin cara dia di awal salah. Tapi coba cari tahu dulu."
"Duh, kalo Mas Doni tahu, aku bisa diomeli habis-habisan nih. Haha.."
LAGI KUMPUL SAMA TEMEN-TEMEN
Message Sent
Sebenarnya jika bukan karena desakan teman-temannya, Mika tak akan peduli tentang Bas. Dia khawatir jika Doni marah karena masih meladeni pesan dari Bas. Mika meletakkan ponselnya di meja, lalu dia sibuk mengemasi makanan dibantu kedua temannya untuk memasukkan ke dalam lemari pendingin yang letaknya di dapur belakang.
Jarak dari kamar Mika ke dapur belakang sekitar tiga puluh meter. Ya, rumah kos Mika memang besar dan memanjang. Terdiri atas tiga lantai yang menjorok ke bawah. Kamar Mika berada di lantai dua, sedangkan kamar Gill dan Tria berada di lantai satu. Lantai ketiga berada di paling atas, namun struktur bangunannya sejajar dengan letak jalan raya.
Awalnya mereka membersihkan lemari pendingin itu terlebih dahulu. Melepas dan mencuci satu persatu bagian tempered glass-nya. Lalu segera dikeringkan dan dipasang kembali. Mika membawa makanan yang diletakkannya dalam wadah berpenutup lalu secara berkala diserahkan pada Tria yang berjalan ke dapur.
Pekerjaan ringan yang menguras tenaga dan waktu. Mika kembali ke kamarnya dan merebahkan badannya pada tempat tidur. Ditatapnya langit-langit kamar. Sedangkan Gill dan Tria pun kembali ke kamar masing-masing.
Di sela lamunannya, Mika teringat pada Doni. Diambilnya ponsel yang dia letakkan sedari tadi di meja. Maksud hatinya untuk menghubungi Doni, kini teralihkan membaca rentetan pesan dari Bas.
NON, AKU SERIUS LHO SAMA KAMU
KENAPA GAK DIBALAS? MARAH YA?
KAMU CANTIK, AKU SUKA.
Mika mengernyitkan dahinya membaca satu persatu pesan Bas. Menurutnya Bas adalah orang ternekat dan tidak kenal aturan. Mika sama sekali tidak memahami maksud Bas mengiriminya pesan semacam itu.
Tak dihiraukannya rentetan pesan dari Bas. Mika justru sibuk mengetik huruf demi huruf, untuk dikirim pada Doni. Malam itu hawa dingin masuk melalui ventilasi, dia menaikkan selimutnya hingga bagian dada, dan tetap sibuk dengan ponselnya.
Saat sedang membaca ulang pesan dari Doni, sebuah pesan kembali masuk. Segera dibukanya, karena Mika mengira pastilah itu balasan dari Doni. Namun ternyata bukan, pesan masuk, sekali lagi dari Bas.
1 Message Received
JADI JUAL MAHAL YA SEKARANG? DASAR LONTE!
[0813XXXXX]
"Apaan sih, ni anak. Ga jelas!" Mika menggumam.
Tak dibalasnya pesan Bas. Mika kemudian meneruskan pesan Bas itu pada Doni. Ditekannya opsi forward lalu dikirimkan pada nama My Doni di phone book-nya.
Setelah pesan itu di-forward pada Doni, tak berapa lama Doni langsung meneleponnya.
"Sayang, itu pesan dari.. Bas?"
"Huum. Marah-marah dia karena gak aku balas."
"Itu bukan marah lagi, Sayang!"
"Terus apaan?"
Mika memandangi kukunya satu persatu. Suaranya terdengar begitu manja saat berbincang dengan Doni.
"Dia itu ngatain kamu! Hhhrgg! Lusa deh aku jemput kamu pokoknya!"
"Ngatain apa sih, aku ga ngerti. Emang 'lonte' itu apa sih, Sayang?"
"Lonte? Kamu gak ngerti itu apa? Duh, jadi anak kok polos banget sih. Lonte itu, perempuan nakal. Paham gak maksudku?"
"Haha.. enggak.. enggak ngerti. Lonte apaan sih?"
"Hashh.. cari tau sendirilah. Tanya temen, atau besok tanya di internet aja. Sialan bener Bas itu!"
"Appaaa ya, lonte? Aku tuh baru denger.. Hm.."
"Udah.. Udah.. ga usah dibahas lagi. Awas kalo Mika balas pesan Bas lagi. Mas bisa marah sama Mika!"
"Iya.. iya Mas.."
Tut.
Panggilan telepon terputus. Jam dinding kamarnya menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Sebenarnya Mika hanya ingin berbincang atau berkirim pesan lebih lama dengan Doni, namun entah tanpa sebab yang dimengerti Mika, Doni mematikan ponselnya begitu saja.
Trreeeettt...
Bel rumah kos Mika berbunyi. Kamar Mika terletak di area depan, sehingga dia paling sering membuka pintu bila ada tamu datang. Dilepaskannya selimut yang melingkupi badannya, segera ia beranjak menuju pintu depan.
"Boy! Richi!"
Mika mendapati kedua sahabat Doni berdiri di balik pintu. Dua laki-laki itu berada di lobi karena ada maksud yang ingin disampaikan.
"Mik, kamu gak papa?" tanya Boy.
"Gak.. papa.. gimana?" Mika kebingungan dengan maksud kedatangan mereka berdua yang tiba-tiba.
"Doni telpon aku dan Boy. Dia bilang, Bas neror kamu," Richi menjelaskan.
"Ah, iya. Kalian tahu siapa Bas?"
"Tahu. Tapi kalo kenal dekat, enggak sih."
"Siapa sih dia?"
"Dia senior, beda SMA dengan kita. Kamu gak usah terlalu kuwatir, Mik."
Mika mengeluarkan ponselnya dan membuka satu per satu pesan dari Bas, lalu diserahkan ponselnya pada Boy dan Richi. Sejenak mereka berdua membaca pesan Bas dari awal hingga akhir. Raut wajah ketiganya begitu tegang.
"Boy, Chi, itu pesan Bas yang terakhir pake nyebut 'lonte'.. emang apaan sih maksudnya, kagak paham aku," tanya Mika
"Kamu gak ngerti itu apa?"
Boy menyerahkan kembali ponsel itu pada Mika. Mika menggeleng, menjawab bahwa ia sama sekali tak tahu maksud dari kata tersebut.
"Mik, kita kesini karena disuru Doni buat mastiin kalo kamu gak kenapa-kenapa. Besok ada kuliah jam berapa, aku yang anter dan jemput kamu. Kalo kebetulan aku gak bisa, biar Richi yang gantiin."
"Emang kenapa, aku mau diapain sih sama Bas?"
Raut muka Mika mulai nampak ketakutan. Dua lelaki, berdiri di hadapannya, dalam misi diutus Doni untuk menjaga Mika dari Bas. Mereka siap mengawal Mika kemanapun Mika pergi. Siapakah Bas hingga ancamannya begitu ditakuti?
***