Hari masih terlalu sore ketika Gill mengajak Mika untuk menuju sebuah rumah makan padang yang berada tak jauh dari kosnya. Dikenakannya jaket dan sandal jepit kesayangan, Mika pun mengikuti langkah Gill berjalan di tepi jalan raya yang sangat ramai terlebih itu ketika jam sibuk. Mereka memesan dua porsi ayam goreng beserta nasi, sayur, dan dua gelas teh dingin.
"Gill, aku ini.. belum pernah makan makanan padang loh," ucap Mika seraya menunggu pesanan mereka diantarkan ke meja tempat mereka menunggu.
"Ah, masak? Terus masalahnya dimana?" tanya Gill.
"Kalo aku gak doyan, kan sayang gak kemakan."
"Aku jamin kamu suka! Apalagi kamu kan suka sayuran. Disini tuh enak banget bumbunya, trus gak pedes. Udaahh.. pasti doyan.."
Tak lama, dua gelas es teh tersaji di meja. Lalu dua piring nasi padang dengan porsi sedang telah berada di hadapan mereka. Mika berusaha memasukkan sedikit sayuran berbumbu ke dalam mulutnya. Setelah dirasa, dan dapat diterima oleh indera perasanya, dia meneruskan makannya dengan suapan yang lebih banyak.
"Nah, apa aku bilang. Doyan kan kamu. Haha.." seru Gill dengan mulut penuh nasi dan lauk.
Belum cukup gelap, mereka sudah melahap menu makan malam mereka. Malam itu Gill berjanji akan mengajari Mika teknik editing baru yang ia peroleh dari Putra. Itu sebabnya mereka makan malam lebih awal agar tak mengganggu kencan mereka dengan 'si laptop'.
Sebelumnya Gill menguasai teknik dasar editing, berkat arahan dari Putra, pacarnya. Putra seorang mahasiswa arsitektur semester menengah, yang memiliki bakat dalam hal desain dan editing.
Antara Gill dan Putra telah mengenal sejak di bangku SMA, dan keduanya berasal dari sekolah yang sama. Usia mereka terpaut dua tahun. Berpisah sebentar, kemudian mereka dipertemukan kembali di kota sama meski berbeda kampus.
Gaya hidup Putra yang kebarat-baratan, berhasil menyeret Gill turut serta ke dalamnya. Sudah menjadi kebiasaan jika Gill bermalam di kos Putra. Gill biasanya akan selalu bercerita pada Mika tentang bagaimana hubungannya dengan Putra. Kehadiran Mika sedikit mengubah kebiasaan buruk Gill yang jarang pulang ke kosnya.
***
DI KAMAR GILL
"Mik, aku kenyang banget. Kalo aku ketiduran, gak papa ya.." ucap Gill sembari merebahkan badannya ke kasur dan mulai memainkan keypad ponselnya.
"Heh! Habis makan kok tidur. Bisa buncit tuh perut. Haha.."
Mika terus menatap dengan penuh konsentrasi pada layar laptop Gill. Ingin baginya dapat mengedit fotonya dengan Doni, namun sayang mereka berdua jarang foto bersama. Malam itu akhirnya Mika belajar caranya menggabungkan dua objek berbeda dengan mengikuti objek gambar utama, yang biasa disebut clipping mask.
Diikutinya catatan Gill yang tertulis di buku Mika. Sengaja Mika menyuruh Gill mencatatnya agar ia dapat mempelajari tahap-tahapan setiap jenis editing foto kapan pun ia memiliki waktu luang. Ditolehnya Gill, rupanya ia sudah terlelap.
Mika sibuk sendirian, hingga larut malam. Hingga rasa lelah menyerang matanya, lalu ia beranjak naik menuju tempat tidur dan menjejeri Gill yang tertidur pulas. Malang begitu dingin dan berangin kencang di luar sana.
Dia belum ingin tidur, hanya sekedar mengistirahatkan mata dan punggungnya. Berada di atas tempat tidur, ponselnya bergetar dari atas meja. Mika pun kembali beranjak bangun dan segera meraih ponselnya. Dilihatnya penunjuk waktu, pukul satu malam.
Satu pesan masuk, yang menurut Mika itu bukan hal yang lazim. Siapa yang mengiriminya pesan pada pukul satu malam. Segera di bukanya pesan masuk, dan sesuai dugaannya, itu berasal dari Bas.
Mika tak tahu, apakah larangan membalas pesan Bas dari Doni masih berlaku hingga sekarang. Dia hanya begitu penasaran tentang siapa Bas dan apa maksud Bas mengiriminya pesan di malam hari. Bahkan maksud pesannya pun, ia tak mengerti benar.
1 Message Received
HAI MIKA, SUDAH TIDUR?
[0813XXXXX]
Dibulatkan tekatnya untuk membalas pesan Bas. Selain itu, dia memiliki banyak pulsa ekstra untuk sekedar membalas SMS. Dia berharap, malam itu terungkap, siapa Bas dan apa yang ia inginkan dari Mika.
INI BAS? YA ADA APA?
IYA INI BAS. SYUKURLAH MIKA BLM TIDUR.
KM DAPAT NOMORKU DRMN?
ADA.. MINTA TEMEN. KNP TERGANGGU?
KAMU SIAPA SIH?
AKU INI BAS, TEMAN BAND KAKAKNYA DONI.
MKSUDNYA TEMAN MAS PRAS?
BENAR SKLI. DONI PASTI KENAL DG KU.
DPT NOMORKU DRMN EMG?
ITU GA PENTING, CANTIK.
Pesan balasan terakhir dari Bas, memanggilnya dengan sebutan 'cantik'. Menurut Mika, itu tidak seharusnya diucapkan oleh seseorang yang tidak dikenalnya. Kata itu seolah bernada pujian, tapi terdengar seperti godaan karena tercetus dari laki-laki asing. Apakah sebelumnya Bas pernah melihat atau bertemu dengan dirinya di suatu tempat tanpa ia sadari?
Lama Mika terdiam. Dia menyesal karena telah mengabaikan pesan Doni untuk tidak meladeni seseorang bernama Bas. Mika semakin berpikiran buruk tentang Bas. Dia memilih untuk tak lagi membalas pesan Bas.
Besok pagi, ia berencana pulang ke Amerta. Segera dipejamkan matanya dengan sedikit menarik selimut Gill. Ia tak ingin bangun terlalu siang. Ia tak ingin terlalu merisaukan pesan aneh dari Bas.
***
AMERTA KEESOKAN HARI
Tak ada Doni yang menyertai perjalanannya menuju Amerta. Mika berjalan kaki menuju terminal angkutan umum. Dua puluh menit kemudian dia telah tiba di terminal bus. Hanya butuh waktu kurang dari satu jam, ia telah tiba di Amerta.
Bertemu kembali dengan kedua orang tuanya, Mbak Nia, dan adik laki-lakinya yang menggemaskan, Leo. Tak lupa dia membawa bungkusan berisi es krim rasa coklat kesukaan Leo. Sukacita dirasa oleh keluarga Mika. Tak ada hal aneh terjadi, hingga malam tiba.
Malam sebelum Mika hendak tidur, Mama menyuruhnya untuk memeriksa pintu depan, apakah sudah terkunci dengan benar atau belum. Dengan langkah malas, Mika berjalan ke arah depan dengan menggenggam ponsel mungilnya di tangan kanan. Seharian dia berbalas pesan dengan Doni. Dia sungguh merindukan pacarnya yang sering memberinya candaan-candaan lucu, dan perhatian-perhatian kecil yang sebenarnya itu tidak perlu bagi Mika.
Mika tertunduk menatap ponselnya dan terus membalas pesan Doni. Tangan kirinya bergerak menutup tirai lalu memeriksa kenop kunci pintu depan. Semua sudah tertutup rapat, dan Mika berbalik badan hendak kembali ke kamarnya.
Tiba-tiba ia dikejutkan suara deru motor yang rupanya berhenti tepat di teras. Mika menghentikan langkah, dan terdiam memastikan pendengarannya. Dengan langkah perlahan, Mika menyibak sedikit tirai di sudut ruang tamunya. Dia melihat dua orang laki-laki berusia sekitar dua puluhan, tengah berbisik satu sama lain membicarakan sesuatu.
Mika tak mengenal siapa dua orang laki-laki itu. Dia terus memperhatikan dan berusaha menajamkan pendengarannya. Sayang, Mika tak dapat mendengar apa yang mereka perbincangkan. Mika hanya tahu, mereka tiba-tiba tertawa dan sesekali menunjuk ke arah rumah Mika.
Segera ditutupnya kembali tirai tersebut, namun Mika masih terpaku di tempatnya. Ia dipenuhi keraguannya apakah perlu membangunkan Papanya yang tengah tertidur. Tak nampak gambaran sebagai pencuri pada diri mereka, karena motor yang dikendarai pun bukan kendaraan murahan. Pakaian yang dikenakan pun sama sekali tidak mencerminkan ciri-ciri itu.
Mika kembali memperhatikan gerak gerik mereka dari balik tirai. Tak dipedulikannya ponsel yang bergetar dalam genggamannya. Kemudian Mika menangkap suara dan gerak bibir salah seorang dari mereka, "Ayo cabut, Bas!"
Bas? Seorang laki-laki memanggil temannya dengan nama Bas? Apakah Mika tidak salah dengar? Namun gerak bibir dan suara itu terdengar jelas. Lalu untuk apa Bas berada di depan rumahnya malam hari?
Kaki Mika bergetar. Jika benar seseorang itu bernama Bas, maka keberadaan Mika tengah terancam. Dia merasa, Bas akan mengikutinya kemana pun, menerornya dengan pesan yang bekelanjutan, dan akan melakukan hal buruk pada Mika.
Malam itu juga dia meminta Doni meneleponnya. Tepat ketika Mika telah berada di kamarnya, dia menerima panggilan dari Doni.
"Hei, ada apa kok kayak orang ketakutan?"
"Mas.. Mika tadi ke depan nutup pintu. Kamu tau, ada Bas dan temannya di depan tadi."
"Bas? Dia masih hubungi kamu?"
"Masiihh.. setiap hari.. kamu tau siapa dia?"
"Aku gak kenal, Sayang. Bas siapa sih?"
"Kemarin dia bilang, kalo dia.. teman Mas Pras."
"Apa! Teman Mas Pras? Oh.. Bas itu yang neror kamu! Iya.. Iya.. Iya.. hm.. aku tahu dia."
"Jadi bener, kamu kenal? Bener itu temanmu juga? Sakit jiwa kah dia?"
"Besok kamu balik ke Malang? Sama Papa kan?"
"Iya, diantar Papa besok siang. Kenapa?"
"Gak papa, kamu tenang aja. Udah, gak perlu mikirin Bas. Istirahat aja ini sudah malam."
Entah bagaimana, yang jelas setiap apa yang diucapkan Doni dapat membuat Mika kembali tenang dan mengesampingkan kekhawatirannya. Meski ia masih mengingat semua pesan Bas sebelumnya, dan wajah yang ia lihat dari balik tirai. Ketakutan dan kecemasannya hilang, kini berganti mimpi indah.
***