Semenjak peristiwa pemukulan Arya oleh genk Roxette, Mika dijauhi beberapa temannya. Semua mata memandang Mika dengan tatapan amarah dan kebencian. Arya semakin mendapat tempat di hati para fans. Semua siswa bersimpati padanya, dan berbalik mendiamkan Mika.
June termasuk salah seorang diantaranya. Dia merasa marah, karena Mika tak pernah mengindahkan ucapannya sedari awal. June sering memberi peringatan pada Mika, bahwa Doni itu bukan anak baik. Pergaulan dan teman-temannya juga bukan dari lingkungan yang baik. Konklusi itu yang menyebabkan June terus menasehati Mika agar tidak terlalu dekat dengan genk tersebut.
"Kamu.. bukannya jadian sama Boy, malah sama Doni. Kayak gak ada cowok lain di muka bumi ini. Kalo tujuanmu cuma sekedar move on dari Rio, ayok aku kenalin saudaraku deh. Dia mahasiswa kedokteran, cakep, tingginya sama kayak kamu.. "
"Beda sih June. Kalo Mas Doni beneran baik kok sama aku."
"Iya.. jelas baik di matamu.. kan kamu pacarnya.. Tapi liat, nanti pasti ada aja ulahnya."
"Hm.. kayaknya kamu overthinking deh, Jun!"
"Overthinking gimana. Tiap hari, kamu lihat Doni sama temen-temennya. Apa udah bener tingkahnya?"
"Yang penting, sekolahnya jalan."
"Bukan melulu soal sekolah, soal prestasi, soal nilai doang, Mik. Tapi ini soal attitude.."
"Eh, tapi Mas Doni ga pernah ngerendahin aku ya. Dia sopan."
"Bukan 'gak'.. tapi 'belum'.."
"Apaan sih ni anak. Iri kamu sama aku?"
"Dih.. buat apa.. Pokoknya kamu udah aku peringatin. Aku gak benci ya sama Doni dan genk-nya itu. Tapi kamu... Mika.. temenku.. dengerin deh apa yang aku bilang."
***
Nyatanya, Arya tidak masuk sekolah selama tiga hari. Mika begitu merasa bersalah pada Arya. Kedua kali Mika mencoba menelepon Arya, namun Arya tak menanggapi dengan baik panggilannya.
"Ar, gimana, udah sembuh?"
"Udaaahh, Mik.. Aku gak papa. Jadi jangan tanya teruuuss.."
"Ya habisnya kamu udah tiga hari gak masuk, Ar. Kan kamu bilang..."
"Aku mau istirahat. Udah dulu ya, bye."
***
Esoknya di sekolah, Mika tak tahu harus berbicara dengan siapa. Hadi tak berani menatapnya. Dia diam sepanjang jam pelajaran di kelas. Untuk meminjam penghapus pun, Hadi meminjam dari teman lain. Sama sekali dia tak ingin berinteraksi dengan Mika.
Jam istirahat, June segera berdiri meninggalkan Mika. June menuju kantin dengan temannya, Kath. Mereka berbincang, tertawa, dan makan roti bersama. Mika tak lagi memiliki teman. Dia terus berada di kelas, menyibukkan diri membaca buku pelajaran, namun sebenarnya pikiran Mika melayang kemana-mana.
Mika begitu kesal, pada Doni, pada teman-temannya, juga pada dirinya sendiri. Apakah dia perlu diperlakukan seperti orang asing oleh semua temannya. Yang bersalah adalah Doni, tapi mengapa Mika turut mendapat akibatnya. Setiap kali teman Mika melakukan kesalahan baik itu disengaja atau tidak disengaja, mereka selalu berhadapan dengan Doni dan genk-nya. Mereka selalu mendapatkan perlakuan kasar yang tidak semestinya dilakukan.
Yohan, adalah sahabat Mika yang paling bijak dan penyabar. Dia mengetahui masalah apa yang dihadapi Mika. Tak banyak yang dapat disampaikan Yohan, karena Yohan sendiri takut menyampaikan sesuatu yang berlebih pada Mika.
"Mik, apa gak sebaiknya kamu temuin Mas Doni aja ke rumahnya?"
"Kenapa aku yang harus datangi dia, Yo?"
"Karena kamu yang dirugikan. Ginilo Mik, biar semua ini cepet clear."
"Jadi.. aku kerumahnya aja, mendingan?"
"Iya. Kamu aja yang ngalah. Coba ngomong baik-baik sama dia. Mas Doni ajakin ke rumah Arya juga untuk minta maaf."
"Duh.. kok tapi aku gak sreg, ya?"
"Kalo soal gak sreg, itu urusanmu. Toh paling sehari dua hari, temen-temen juga udah baik lagi ke kamu."
"Trus.."
"Nah, PR mu, sebagai pacarnya Mas Doni.. kamu harusnya bisa ngarahin dia untuk jadi pribadi yang lebih baik."
"Dengan cara?"
"Duh bego ya. Kan yang punya pacar tuh kamu. Ya kamu carilah sendiri gimana caranya!"
"Anterin aku pulang sekolah ntar mampir rumah Mas Doni, dong.. nyampe ujung gang doang gak papa deh.. pleeeaassee.."
"Ya.. Yaa... hhrrg!"
***
DI RUMAH DONI, SEPULANG SEKOLAH
Ceklek. Ceklek. Kkkrr...
Suara pintu terbuka.
"Siapa, Boy?" teriak suara dari dalam.
"Masuk, Mik. Doni di atas." Boy yang kebetulan berada di rumah Doni, dan membukakan pintu ketika mendengar ada suara ketukan.
Genk Roxette tengah berkumpul siang itu. Mika hanya melihat dari bawah, begitu riuh suara di lantai dua. Sepertinya sedang asik main PS, batin Mika. Mika tak segera naik ke atas. Dia memilih untuk berdiri menunggu di ruang tengah dekat dengan tangga, berharap Doni bersedia turun menemuinya. Hingga dia dikejutkan oleh suara Ibu Doni dari arah dapur.
"Loh, ada Mika. Baru datang?" sapa Ibu Doni.
"Ah, iya Bu. Baru datang." Mika berjalan mendekati Ibu pacarnya itu dan mengulurkan tangannya. Ibu selalu sibuk di dapur rupanya karena tiap aku kemari, selalu nampak adonan di tangan dan masih memakai apron, batin Mika.
"Ibu bikin bakpao nih. Duduk sini, Mik, temani Ibu. Di atas lagian bau rokok kamu pasti engap."
Mika hanya tersenyum dan berjalan menuju dapur mengikuti langkah Ibu Doni. Dia ingin membantu, karena sebenarnya dia pun hobi membuat kue. Dilihatnya loyang-loyang yang berjejer di meja, warna warni adonan roti bakpao dan oven panggangan yang berukuran besar terdapat di seberang meja.
"Wow, Bu.. ini udah mirip toko roti yang di Jalan Sutomo. Lengkap sekali peralatannya. Aromaaanyaa... hhmm... "
"Mika ambil aja kalo mau, itu ada yang sudah matang kok"
"Ibu bikin segini banyak.. ada acara apa?"
"Untuk arisan dharmawanita besok. Kalo pesan di luar, rasanya ibu kurang suka, trus isian abonnya juga kurang banyak. Nah.. kalo bikin sendiri kan..."
"Bisa menghemat juga ya, Bu. Hehe.."
"Betul! Besok main sini, biar dijemput Doni sekalian ijin ke orang tuamu. Ibu mau kenalin kamu ke teman-teman Ibu besok ya."
"Ha.. Iya.. Mika usahakan ya Bu.."
Ketika sedang sibuk membantu Ibu Doni, tiba-tiba dari belakang Mika, Doni berdiri memperhatikan.
"Mik. Ngapain kesini?" tanya Doni dengan nada sinis.
Ibunya hanya menoleh sejenak, lalu kembali sibuk mengaduk adonan. Tak dipedulikannya kehadiran Doni yang menatap Mika dengan sedikit raut kesal. Mika membersihkan tangannya dengan lap lalu berdiri menghampiri Doni. Ditinggalkannya pewarna makanan dan adonan bakpao di meja. Dia teringat kembali tujuan utama ke rumah Doni.
"Kita bicara di atas aja." Tangan Mika menarik Doni menaiki tangga.
Setibanya di atas, genk Roxette yang tengah bermain PS kebingungan dan menatap satu sama lain. Mereka merasa perlu memberi ruang privacy pada Doni dan Mika, hingga beberapa detik kemudian mereka semua telah meninggalkan Doni dan Mika. Kini mereka berada di teras dan area ruang tamu rumah Doni.
Mika terdiam tak tahu harus memulai darimana. Dia berharap Doni-lah yang memulai pembicaraan, atau setidaknya meminta maaf padanya. Namun harapan Mika tak sesuai dengan kenyataan. Doni duduk dengan mengangkat satu kaki dan menyalakan rokoknya.
"Matikan!" perintah Mika pada Doni.
"Kenapa? Kalo gak suka, pulang aja," jawab Doni dengan datar.
"Aku gak suka liat kamu merokok gitu. Kamu pikir itu keren?"
"Kamu kesini cuma mau ceramahin aku?"
"Ya enggak! Bukan itu!"
"Oiya. Emang kamu ada hubungan apa sama Arya?"
"Temen. Kenapa? Jealous?"
Doni diam. Mika melanjutkan bicaranya.
"Gak gitu caranya, Mas."
Doni masih saja diam, dan menatap Mika dengan tatapan yang tajam.
"Aku gak suka kalo kamu cari masalah terus. Kebayang gak misalnya ortu Arya lapor polisi?"
"Dia.. salah.. Mik!"
Doni tiba-tiba menghardik Mika. Sedari tadi Mika yang berusaha tetap tenang menghadapi Doni, kini mulai habis kesabarannya. Ditamparnya pipi kiri Doni dengan tangan kanannya.
Plaaasss!
"Dasar keras kepala!" Kini giliran Mika yang menghardik Doni.
Doni tak menjawab, dia kembali menghisap rokoknya. Tak dipedulikan pipi kirinya yang sedikit memerah akibat tamparan keras dari Mika.
"Mik. Maaf kalo bikin kamu gak nyaman. Aku memang begini. Terserah, kamu bisa terima atau gak."
Nada bicara Doni melunak. Dia merasa tak perlu menyelisihi Mika yang telah hilang kesabaran. Doni tahu, bahwa Mika adalah anak yang keras kepala. Mereka memiliki karakter yang sama. Untuk itu, Doni menyadari bahwa tak sepatutnya api dilawan dengan api.
"Silahkan kalo ingin marah." Ucap Doni.
Mika merasa inilah saatnya menumpahkan segala amarahnya. Inilah saatnya Doni tahu isi hatinya.
"Aku kesel sama kamu! Gara-gara kamu, semua teman-temanku ngomongin aku, tau! Semua menjauhi aku. Aku kemana-mana sendiri. Bayangin kalo ada tugas kelompok, terus nasibku gimana. Kamu mikir gak sih, Mas!"
"Iya, maaf." Jawab Doni singkat.
"Aku harap, ini terakhir kali kamu berbuat anarkis. Siapapun orangnya, temanku atau bukan. Mulai detik ini, aku ga mau dengar kamu kelai lagi, atau nyuruh teman-temanmu untuk mukulin orang. Ngerti kamu!"
"Mengerti."
"Kamu minta maaf ke Arya. Segera!"
"Ha? Gak. Aku gak mau. Kamu aja yang nyampein."
"Oh. Kamu gak mau ketemu Arya?"
"Untuk apa minta maaf ke dia, ha! Dia emang pantes diberi pelajaran."
"Ya aku tau. Makan tuh gengsi!"
Mika melepas dengan paksa gantungan kunci berbentuk strawberry yang diberikan Doni padanya. Dilemparnya benda itu tepat mengenai dada Doni. Tak ada yang mau mengalah diantara mereka berdua. Perdebatan semakin tak menemukan titik temu.
"Gini deh, Mik. Aku minta maaf ke kamu. Beneran, aku minta maaf ke kamu. Untuk semuanya dari awal sampe akhir. Beginilah aku. Aku gak maksa kamu mau nerima aku, waktu itu. Jadi sekarang daripada kamu tersiksa, mending kita putus ajalah."
Deg.
Doni memutuskan hubungan dengan Mika.
"Ya udah kalo gitu."
Mika mengakhiri perdebatan diantara mereka. Sejujurnya bukan itu yang diinginkan Mika. Permintaan Mika cukup sederhana, yaitu Doni berhenti membuat keributan, dan meminta maaf pada Arya. Ternyata permintaan sederhana Mika itu, dirasakan terlalu berat untuk dilakukan oleh Doni.
Mika begitu kecewa pada Doni. Dia terlanjur menyayangi Doni dengan semua kelembutan yang ada pada sosok garangnya. Dia tak mengira jika Doni lebih mementingkan egonya.
Detik itu, mereka tak lagi menjalin hubungan apapun. Bukan rasa lega yang didapat Mika, tapi kesedihan yang ia tutup rapat. Dia tersenyum ketika berpamitan dengan Ibu Doni. Ketika hendak mengenakan sepatunya, Mika menyempatkan diri menyapa genk Roxette di ruang depan. Doni tetap ditempatnya semula, di lantai dua, menghisap rokoknya perlahan.
***