Chereads / I FEEL ALONE / Chapter 33 - I FEEL ALONE - CAFFE

Chapter 33 - I FEEL ALONE - CAFFE

"Apa alasan lo?" tanya dia datar.

Apa gue harus menjawab pertanyaannya? Gue masih merasa ragu. Pikiran gue masih ragu sama dia, tapi hati gue sedikit merasa yakin untuk menjawab pertanyaan yang sudah dia ucapkan.

"Tuh kan bener, lo gak tahu apa-apa. Jadi, gak usah ikut campur deh sama hidup gue. Lo bukan siapa-siapa gue!" ucap gue ketus. Gue memilih untuk mengikuti apa yang ada di pikiran gue, yaitu untuk tidak memberitahu dia alasan kenapa gue ke Bar.

"Gue gak ikut campur! Gue cuma gak mau lo masuk ke dalam lingkaran itu!" ucap dia dengan penuh penekanan.

Percayalah Rey, lo gak perlu bentak gue. Gue sebenarnya sudah luluh sama lo, bahkan sebelum lo bentak gue. Gue sudah luluh dari tadi juga, hanya saja gue tidak menunjukkannya sama lo. Gue masih menyembunyikan rasa segan gue sama lo di balik nada bicara gue yang tinggi.

"Lingkaran apa yang lo maksud?" tanya gue bingung. Gue gak ngerti sama pembahasannya kali ini. Gue tidak mengerti sama lingkaran yang dia maksud.

"Lingkaran yang bulat," jawab dia datar. Ya Tuhan kenapa sih ada makhluk kayak begini? Gue sudah kelas 11 Rey, gak mungkin gue gak tahu kalau bentuk lingkaran itu bulat.

"Gue juga tahu Rey kalau lingkaran itu bulat, tapi bukan itu yang gue maksud!" Gue benar-benar emosi sekarang.

"Kalau tahu kenapa tanya?" tanya dia dengan santai. Maksud gue tadi itu gue bukannya mau menanyakan bentuk lingkaran, tapi kata lingkaran yang ada di kalimat lo itu ke mana arahnya. Gue tidak mengertinya di sana, huah. Gue bisa-bisa frustrasi kalau bicara sama dia.

Gue diam sejenak sambil menatap dia dengan tatapan yang kesal. Gue mencoba menahan kekesalan gue sekarang. "Lo tahu gak?" tanya gue dengan nada yang mencoba memancing rasa penasaran dia.

"Apa?" tanya dia santai. Perkiraan gue salah. Dia tidak terlihat seperti orang yang penasaran terhadap sesuatu yang akan gue ucapkan.

"Lo itu ME-NYE-BAL-KAN!" ucap gue dengan penuh penekanan di setiap suku katanya.

Dia memasang ekspresi muka yang acuh. Dia tidak peduli kalau barusan gue sudah mengatakan kalau dia itu menyebalkan. Dia tidak menjawab ucapan gue. Dia tidak peduli akan hal itu. Dia benar-benar masa bodo.

Gue menarik napas gue dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya kasar. Ya Tuhan sabarkanlah hamba-Mu ini. Gue mengalihkan pandangan gue, gue lebih memilih untuk menyenderkan kepala gue di kursi mobil ini dan menatap ke arah samping.

Mobilnya keluar dari area jalanan. Gue melirik saat di pinggir gue banyak motor dan mobil yang berjejer. Gue mengalihkan pandangan gue dan menatap ke depan. "Ngapain lo ngajak gue ke sini?" tanya gue saat dia berhenti di sebuah Caffe.

"Balapan," jawabnya sambil tersenyum. Percayalah jawabannya itu menyebalkan, tapi senyumannya itu membahagiakan. Gue bingung gue harus ketawa atau harus kesal sekarang.

Gue tidak mau terlalu lama memikirkan apakah gue harus tertawa atau merasa kesal sama dia. "Gila aja lo, mana ada orang balapan di Caffe?" Gue hanya memutar mata gue malas.

Dia turun dari membuka pintu mobilnya dan melangkah turun. Gue semakin memutar bola mata gue. Dia orangnya sangat jauh dari kata so sweet.

Jangankan membukakan pintu untuk gue, mengajak gue untuk turun saja tidak. Akhirnya gue menurunkan ego gue, gue membuka pintu mobil dan keluar dari mobilnya.

Kalau gue akan keluar setelah ia membukakan pintu untuk gue, gue sampai kapan pun gak bakalan keluar dari mobilnya. Gue keluar dari mobilnya dan melangkah ke arah di mana dia berdiri sekarang.

Benar. Kalau gue tidak keluar sendiri sampai kapan pun gue tidak akan keluar, karena dia malah berdiri di depan mobilnya sambil menunggu gue untuk keluar.

Langkah kaki gue berhenti saat gue sudah berada di sampingnya. Gue menatap muka dia yang kelewat datar, gue menatap dia sambil senyum-senyum dan berharap dia bisa tertawa.

Sayangnya usaha gue sia-sia. Dia masih memasang ekspresi yang datar. Gue heran kenapa dia bisa-bisanya tetap memasang wajah yang datar. Apa wajah gue kurang imut? Hemm.

Gue berpikir sejenak. Dia melirik ke arah gue. "Masuk," ucapnya datar.

Dia melangkahkan kakinya lebih awal. Akhirnya gue ikut melangkahkan kaki gue dan berjalan mengikutinya. Gue dan dia berjalan bersama memasuki area Caffe ini. Gue terus mengikuti langkah kakinya. Gue sudah seperti anak kecil yang begitu penurut pada Kakaknya.

Dia berjalan ke arah sudut ruangan ini dia berjalan menuju ke tempat yang kosong. Gue sampai sekarang masih mengikuti langkahnya. Gue benar-benar penurut sekarang.

Dia duduk di salah satu kursi di meja no 47, gue ikut duduk di kursi yang berhadapan dengannya. Gue tersenyum kecil saat mengingat kejadian dari awal gue masuk sampai akhirnya gue duduk di tempat ini.

"Pesan yang lo mau," ucapnya dingin sambil memberikan daftar menu yang ada di Caffe ini.

"Samain sama punya lo deh," ucap gue malas. Gue paling gak mau harus memesan menu makanan. Gue suka kebingungan sendiri soalnya, hehe.

"Lo mau gue?" tanya dia datar.

Gue terdiam setelah mendengar kalimat tanyanya barusan. "Ogah banget gue!" ucap gue ketus.

"Bohong lo?" tanya dia dengan nada yang begitu datar. Gue kebingungan sendiri di sini. Dia itu menggoda gue atau bagaimana ekspresi dia masih tetap datar.

"Plis deh gak usah baperin gue! Gue ogah terjebak di zona nyaman apalagi sama orang kayak lo!" tanya gue dengan penuh penekanan.

"Lo baper sama gue?" tanya dia santai. Ayolah jangan buat gue baper kayak gini, duh ngapain nih orang liatin gue kayak gitu sih. Percayalah gue benci situasi ini!

"Dari pada diliatin mending dipeluk," ucap dia yang langsung membuyarkan lamunan gue. Apa dia bilang? Peluk?

"Ogah banget gue meluk lo!" ucap gue sambil memutar bola mata gue malas, dia hanya tersenyum tipis. Sungguh balasan ekspresi yang begitu menyebalkan.

Dia tidak menjawab perkataan gue lagi. Dia langsung memanggil pelayan dan memesan beberapa menu makanan dan juga minuman. Saat menunggu makanan dan minuman datang, gue dan dia tidak banyak melakukan percakapan. Dia terlalu dingin untuk gue ajak berbincang.

Pesanan itu akhirnya tiba. Gue dan dia makan bersama-sama. Tak ada adegan romantis yang terjadi saat gue dan dia sedang makan sekarang. Gue dan dia makan layaknya orang biasa yang sedang makan. Makan dengan santai, tapi melakukan banyak adegan yang lainnya.

Gue gak mau ribet memikirkan hal itu. Gue hanya makan dengan santai, lagian gue juga bukan cewek yang suka basa-basi jadi untuk apa melakukan banyak perbincangan saat makan? Gak baik.