Emosi? Amarah? Sedih? Semuanya bercampur aduk sekarang. Isi pikiran gue terus melayang dan satu kata itu terus berputar di pikiran gue. Satu kata namun begitu menyisakan banyak luka di hati dan juga pikiran gue.
"Argh!" Gue mengemudikan motor gue dengan kecepatan yang begitu tinggi. Gue sudah gak bisa untuk menahan emosi gue lagi. Terasa begitu sesak saat kata 'DIBUANG' itu terus berputar di pikiran gue.
Gue mungkin memang terbuang atau bahkan lebih tepatnya dibuang, tapi gue tidak pernah mengharapkan itu. Gue juga tidak mau jadi seseorang yang terbuang, apalagi jadi orang yang dibuang.
Gue juga ingin seperti yang lain, yaitu merasakan dimiliki dan memiliki. Gue tidak akan jadi orang yang terbuang kalau kalian tidak membuang gue dan gue juga tidak akan jadi orang yang dibuang kalau kalian masih punya hati.
Kenapa kalau mereka masih punya hati? Ya iyalah kalau mereka masih punya hati, karena kalau mereka masih mempunyai hati mereka tidak akan mau untuk membuang orang yang pada dasarnya berstatus sebagai anaknya.
Tottttttttttt
Saat gue tengah berpikir tak tentu arah, gue tersadar saat suara klakson mobil box besar itu membuyarkan dan mengagetkan lamunan gue.
Mobil box itu melaju dari arah samping perempatan itu. Tanpa pikir panjang gue langsung membelokkan motor gue secara tiba-tiba, serta rem depan dan rem belakang yang gue tarik dan tekan secara bersamaan serta gigi motor yang turun beruntun dalam waktu yang cepat.
Ckkkkkkt bukkkhhh prayyy.
Gue terjatuh di perempatan itu saat setelah badan gue terserat 0,5 meter di atas aspal. Gue masih merasa lega, karena setidaknya gue tidak jatuh tetap di depan box itu. Kalau sampai gue jatuh tepat di depan box itu, maka nyawa gue akan hilang saat ini juga.
"Sshh ahhh .... " Gue meringis saat sadar bahwa kaki kanan gue terjepit oleh body motor.
Pusing? Sakit? Perih? Itulah yang gue rasakan sekarang. Gue hanya bisa melentangkan tubuh gue di atas aspal.
Pandangan gue mulai buram, gue tidak mempunyai cukup tenaga untuk berteriak terlebih suasana di sini sekarang sedang sepi. Gue pasrah, gue hanya berharap akan takdir baik dari Tuhan segera datang.
Pikiran gue masih berpikir positif, gue belum ingin kembali kepada-Nya. Gue masih ingin merasakan kebahagiaan dan juga kebersamaan serta ke-dianggap-an hahah.
Gue masih tersadar saat tiba-tiba ada orang yang turun dari motornya dan berjalan mendekat ke arah gue. Orang itu mengenakan helm full face, jadi gue gak tahu siapa dia.
Dia membuat motor gue kembali ke posisi berdiri dan gue merasa sedikit lega, karena sekarang kaki gue sudah tak tertindih oleh motor lagi.
"Bisa berdiri?" tanya dia setelah ia melepaskan helm full face nya.
Gue mencoba untuk berdiri, namun gue gak bisa. Kaki gue sudah merasakan linu dan sakit yang berlebih. Gue menggelengkan kepala gue dan gue kaget saat dia langsung menggendong gue. Dengan refleks gue langsung melingkarkan tangan gue di lehernya.
Dia membawa gue ke atas motornya, dia menurunkan gue tepat di jok belakang motornya. Kemudian dia memakai kembali helm full face nya.
"Gue bawa ke rumah sakit," ucap dia dengan begitu dinginnya.
"Nggak!" Tolak gue langsung. Gue tidak ingin di bawa ke rumah sakit, gue tidak ingin kalau gue harus dirawat di sana. Nanti gue harus berada di dalam ruangan yang bau obat itu sendirian, Argh gue gak mau!
"Trus?" tanya dia dingin.
"Gue mau pulang," ucap gue yang kemudian dibalas dengan anggukannya.
"Motor lo di sini, biar temen gue yang ambil sekaligus perbaiki," ucap dia saat setelah mengambil kunci motor gue.
Kondisi motor gue sudah sangat tak memungkinkan untuk di pakai saat ini, body motornya sudah banyak yang retak dan tak sedikit yang pecah.
Sepanjang jalan, gue hanya menatap bagian belakang tubuhnya. Gue pusing sih sedikit, tapi gue tidak berani untuk menyender di punggungnya, namun tiba-tiba dia menarik tangan gue dan melingkarkan tangan gue di pinggangnya.
Dia seolah tahu apa yang tengah gue rasakan sekarang. Dengan perasaan yang masih ragu, gue akhirnya memeluk tubuh cowok itu. Gue mencoba menetralkan keadaan pusing yang tengah gue rasakan sekarang.
Rasa pusingnya perlahan mulai menghilang seiring berjalannya waktu, tapi ada rasa baru yang timbul dan tengah gue rasakan sekarang.
Saat gue memeluk tubuhnya, tubuh gue merasakan kehangatan, tapi bukan di luar, namun di dalam. Saat jantung gue dekat dan menempel di tubuhnya, hati gue merasakan sesuatu yang berbeda.
Gue gak tahu apa yang tengah gue rasakan sekarang dan gue juga tidak tahu alasan apa yang membuat hati gue seperti ini yang jelas jantung gue tengah dak-dik-duk sekarang.
*****
Gue membuka mata gue, kepala gue masih merasa sedikit pusing. Saat gue membuka mata, ternyata gue sudah ada di kamar apartemen gue.
Entah bagaimana dia membawa gue ke sini, gue tidak ingat akan kejadian tadi dan gue tidak tahu kenapa dia bisa masuk ke apartemen gue. Padahal apartemen gue dikunci.
Ah, gue tidak mau memikirkan hal itu sekarang. Kepala gue masih cukup sakit jika harus ditambah dengan memikirkan hal itu.
Saat gue sadar, ternyata dia sedang menatap gue. Mungkin dia sedang menunggu gue sadarkan diri.
Gue refleks tersenyum menatap dia yang kini tengah menatap gue. Gue baru merasakan kehadiran seseorang setelah lama gue tidak pernah merasakan akan kehadiran siapa pun.
Gue merasakan ada yang masih peduli sama gue kali ini. Meski hanya dia seorang, tapi setidaknya gue pernah merasakan di pedulikan oleh seseorang.
"Masih sakit?" tanyanya dengan nada yang dingin, namun dengan suara yang lembut. Sepintas gue bertanya-tanya ternyata dia bisa berkata dengan selembut ini?
"Udah mendingan, eh ini lo yang udah obatin luka gue?" tanya gue saat tersadar bahwa luka gue sudah diobati dan sekarang sudah tertutup perban. Setidaknya kalau ia gue bisa mengucapkan kata 'terima kasih' padanya.
Dia tak menjawab, dia hanya mengangguk sambil tersenyum. "Makasih," ucap gue yang secara tiba-tiba berbicara dengan nada yang cukup lembut.
"Gue mau tanya," ucap gue setelah gue dan dia selesai bertatapan.
"Tanya aja," jawabnya dingin.
"Sebenarnya lo siapa?" tanya gue. Gue sama dia belum kenalan, bahkan dari awal gue sama dia bertemu, gue belum tahu nama dia siapa. Meski gue sudah tahu namanya kemarin, tapi gue belum tahu dari dirinya sendiri.
"Gak mungkin lo gak tahu," jawab dia sambil memberikan senyuman yang begitu dingin.
Senyuman itu tertuju pada gue, ya iyalah orang di sini Cuma ada gue. Bukan! Bukan itu yang gue maksud, dia benar-benar menatap gue lalu dia tersenyum. Senyuman yang ia keluarkan barusan begitu dingin, namun terasa begitu manis.