"Ngapain lo belain gue?" tanya gue sambil membereskan semua peralatan dan memasukkan semuanya kembali ke kotak P3K itu.
"Siapa yang belain lo?" tanya dia datar.
Ternyata dia tak langsung mengakuinya, kalau apa yang dia lakukan tadi penyebab utamanya adalah karena gue.
"Gue denger kok semua yang sudah lo bicarakan di BK tadi," ucap gue.
Flashback ON.
"Reynard, kenapa kamu bertindak seperti tadi? Kenapa kamu berkelahi di sekolah?" tanya guru BK itu pada Reynard.
"Saya gak niat untuk berkelahi, tapi karena dia nantang jadi saya lanjutkan," jawab Reynard datar.
"Tapi menurut saksi yang ada kamu duluan yang mukul Adika?"
"Saya hanya melakukan apa yang sudah dia lakukan," jawab Reynard lagi yang masih dengan nada yang datar.
"Maksud kamu?" tanya guru BK itu tak mengerti akan maksud dari jawaban yang sudah Reynard berikan.
"Dia sudah menampar Peyvitta dengan alasan membela pacarnya dan saya hanya memukul dia dengan alasan supaya dia gak bersikap seenaknya," jelas Reynard datar, namun guru BK itu masih terdiam.
"Jika dia berhak buat bertindak kasar karena membela pacarnya, lalu kenapa saya tidak boleh bertindak demikian untuk membela Peyvitta?" lanjut jelas Reynard.
Flashback OFF
"Gak usah baper. Gue hanya gak suka sama cowok yang main fisik sama cewek," ucap Reynard dingin.
"Gue juga gak baper, malahan sekarang gue jadi benci sama lo!" ucap gue ketus.
"Kenapa?"
"Lo bersikap so peduli sama gue padahal gue bukan siapa-siapa lo," ucap gue sambil menyimpan kotak P3K itu ke tempat asalnya.
"Satu lagi, gak usah bersikap bodoh! Tindakan lo tadi itu termasuk tindakan yang bodoh! Lo melakukan tindakan yang membuat diri lo sendiri terluka, hanya demi orang yang gak penting seperti gue!" peringat gue dengan begitu penuh penekanan.
Gue berjalan keluar dari UKS, gue meninggalkan dia sendiri di UKS. Sepertinya memang menyenangkan ketika lo punya orang yang mau membela lo, tapi itu gak berarti buat gue.
Gue gak mau jika kepedulian dia malah merugikan dirinya, terlebih gue gak mau kalau suatu saat nanti dia bakalan merasakan sebuah penyesalan, karena sudah mau peduli sama orang yang gak penting seperti gue.
Mungkin itu semua itulah yang membuat gue sendiri, tapi sebenarnya bisa iya bisa tidak. Karena apa? Karena sebenarnya gue sering bersikap bodo amat sama yang lain dan entah kenapa gue selalu berpikir panjang tentang sesuatu hal yang berkaitan dengannya.
Gue rasa dia orang yang perfect dan pasti banyak orang baik lainnya yang ada di lingkungannya. Jadi, gue gak mau jika nantinya dia harus terjerumus ke dalam lingkungan yang tak baik hanya karena bergaul dengan gue.
"Kok lo bisa berantem sama si Adika sih? Dia kan anak kelas 12 kok lo bisa punya masalah sama dia sih?"
"Gue gak suka sikap dia." Suara itu? Suara itu tak asing di telinga gue, gue melirik ke arah belakang taman dan benar saja orang itu adalah Reynard.
Gue melirik lagi dan yup dia melihat gue. Gue langsung pergi dari taman itu, gue gak mau kalau dia sampai nyamperin gue. Gue sebenarnya gak mau berurusan lagi dengan gue.
*****
Rintikan air hujan turun membasahi bumi, iramanya yang begitu cepat serta bentuk yang begitu besar. Hujan yang turun mengguyur bumi sangat deras, membuat siapa saja yang mau pulang sekolah sekarang kembali mengurungkan niatnya, tapi tidak bagi gue.
Gue melajukan motor gue dan menerobos derasnya hujan. Gue gak peduli, jika nanti gue akan kedinginan ataupun sakit setelah gue kehujanan sekarang. Sehat dan sakitnya gue juga gak bakalan merepotkan orang lain juga kan? Jadi terserah gue! Ini pilihan gue! Tak ada yang bisa melarangnya!
Gue menghentikan motor gue di samping taman kota. Gue turun dari motor gue dan berjalan di antara rintikan air hujan yang sedang turun.
Gue biasanya gak mau mengunjungi sebuah taman, karena apa? Karena akan banyak orang di sana dan gue gak mau kalau nantinya hanya gue yang sendirian di sana, tapi karena sekarang suasana taman ini begitu sepi makanya gue mau ke sini.
Ya iyalah sepi, memang ada ya orang yang mau berdiam di taman ini saat hujan? Oh ada, dan orang itu adalah gue.
Gue duduk di salah satu bangku taman ini. Kali ini tempat ini sepi, sama seperti keadaan hati gue sekarang, sepi. Gue menikmati air hujan yang turun sekarang, gue merasakan kebersamaan sekarang. Ya, bersama dengan rintikan air hujan yang sedang turun.
Haha, gue tertawa sekilas. Tertawalah meski tertawa lo itu palsu! Gue menikmati air hujan yang turun dengan pikiran yang terus mencoba untuk melepas semua beban yang ada.
Gue menikmati semua ini, karena setidaknya dengan seperti ini gue bisa mengurangi beban yang ada di pikiran gue, meski itu hanya sejenak.
Kedinginan? Sudah gue rasakan sejak tadi, badan gue sudah mulai menggigil sekarang, dan gue rasa kepala gue sudah pening, gue harus segera pulang, gue gak mau jika nanti gue pingsan di sini, gua gak mau membuat orang lain kerepotan.
"Ngapain lo ke sini?" tanya gue saat Reynard datang dan memegang satu payung yang sekarang ia pegang di atas kepala gue dan kepalanya.
"Gak mungkin lo gak tahu jawabannya," jawab dia dengan dingin. Ucapannya lebih dingin dari pada air hujan yang jatuh tadi.
Dia menarik tangan gue agar gue bisa berjalan mengikuti ke mana dia melangkah. "Mau ngapain lo?" tanya gue ketus. Dia tidak menjawab, dia terus melanjutkan langkahnya sampai di depan sebuah mobil warna putih yang gue rasa mobil itu miliknya.
"Masuk," ucapnya datar, setelah ia membuka pintu mobilnya.
"Gue bawa motor," ucap gue lagi. Dia tak menjawab dia hanya menatap gue dengan tatapan yang gue artikan sebagai sebuah pemaksaan. Dia maksa gue buat masuk ke dalam mobilnya.
Dia mematikan ac mobilnya setelah dia menatap gue. Dia memberikan jaket miliknya. "Pake," ucap dia datar, tanpa banyak omong gue melepas jaket gue dan memakai jaketnya.
Percuma juga kan kalau gue menjawab dan mendebatkan ini semua? Toh akhirnya dia pasti bakalan memaksa gue untuk memakai jaket miliknya.
Dia mengambil beberapa lembar tissue dan menempelkan tissue itu di muka gue. Dia mengusap-ngusap tissue itu pelan, dia mengelap sisa air hujan yang masih membasahi wajah gue. Dia terasa lebih lembut dari sebelumnya, meski tatapan yang ia berikan masih datar dan dingin.
Suasana di dalam mobil terasa begitu hening, dia tak bersuara dia hanya fokus menatap jalanan yang ditutupi oleh rintikan air hujan.
"Lo mau bawa gue ke mana?" tanya gue saat tahu bahwa arah mobilnya tak mengarah ke apartemen gue.
"Nanti lo tahu sendiri," jawab Reynard datar. Gue hanya menarik napas gue dalam-dalam, mencoba menetralkan emosi gue. Dia benar-benar laki-laki terdingin yang pernah gue temui.