Chereads / Nyonya Jomblo Mencari Cinta / Chapter 31 - Impian Kecil Kapan Jadi Kenyataan?

Chapter 31 - Impian Kecil Kapan Jadi Kenyataan?

Dulu, Riv ingin segera lulus SMA lalu melanjutkan ke perguruan tinggi impiannya. Dulu, Riv ingin saat kuliah berpacaran sekaligus menjadi penyemangatnya. Dulu, Riv ingin saat kuliah bisa bersantai-santai, hangout bersama temannya dan segala macam kegiatan lain yang menyenangkan. Tapi, sekarang setelah kuliah di universitas impiannya—tentu saja Riv sangat senang—hangout bersama temannya saja jarang karena tugas yang banyak apalagi memiliki pacar.

Hobinya menggambar, membuat prakarya namun sekarang malah di bidang kesehatan. Menjadi perawat sebenarnya harus niat dari dalam hati, tulus melayani para pasien, tahan banting juga—bukan dalam artian yang sebenarnya. Akan sangat susah kalau hanya niat main-main, yang bisa malah klenger di awal. Saat awal masuk dulu Riv berdoa agar bisa bertahan selama lima tahun kemudian dan untung saja walau berat, Riv bisa menjalaninya. Semoga tetap seperti itu untuk semester-semester ke depan.

Langit dari siang tadi sepertinya sedang ngambek, buktinya hanya awan mendung yang ada di langit sejak pagi tadi. Duduk di taman komplek yang ramai dengan segelas es cendol di bawah mendung dan segarnya udara memang nikmat. Mengamati bagaimana anak kecil bermain dengan orang tuanya, mengamati para pasangan dari yang masih remaja hingga sudah tua, ada juga yang lari kecil, ada juga hanya duduk diam seperti Riv dan masih banyak lagi.

Di pangkuan Riv sekarang sudah ada buku sketsa yang selalu Riv bawa di tasnya. Sudah banyak gambar yang digambarkan Riv di sana. Otaknya butuh direfresh agar kembali segar, menggambar menjadi pilihan Riv walaupun belum tahu ingin menggambar apa. Saat ada penjual balon dengan anak-anak yang mengerubungi membuat Riv tahu apa yang harus ia gambar.

'Cause baby, everything you are

Is everything I need

You're everything to me

Baby, every single part

Is who you're meant to be

'cause you were meant for me

And you're everything I need

(Everything I Need—Skylar Grey)

Riv punya kebiasaan, saat mengerjakan sesuatu tidak bisa tanpa ada musik—mmm bukan tidak bisa sih sebenarnya, tapi akan lebih tenang jika ada musik. Mau itu mengerjakan tugas, menggambar, mencuci, menyapu bahkan menghapalkan pun akan sangat enak jika sambil mendengarkan musik mendengarkan musik saat belajar bisa memperbaiki suasana hati dan meningkatkan kemampuan fungsi kognitif otak, terutama untuk daya ingat.

"Tadaaa, akhirnya selesai juga!" Ucap Riv setelah menyelesaikan gambarannya. Riv merogoh tasnya untuk mengambil pensil warna, niatnya sih nanti setelah jadi mau dia bingkai lalu taruh di cafe milik Pra sekalian minta bayaran walaupun Pra tidak menyuruhnya sih.

"Minta lima puluh ribu enak juga lagian gue juga seneng," gumam Riv senang lalu mengalihkan pandangannya saat handphonenya bergetar.

Pra is Calling

"Assalamualaikum Pra, wah untung aja lo telepon. Gue punya gambar nih, tempel di caf—"

"Ayo pacaran!"

Hah?

HAH?

"Mak—maksud lo?"

"Lo sama gue pacaran!"

Jangan bilang kalau Pra tahu percakapannya tadi? Tapi siapa yang bilang ke Pra?

"Idih ogah banget pacaran sama lo! Gak ada romantis-romantisnya lagi," jawab Riv dengan cepat. Sebenarnya Riv tidak mau jual mahal seperti ini, tetapi Pra perlu dicurigai. Aneh sekali tiba-tiba memintanya jadi pacar.

"Ya lo tinggal jawab. Yes or yes? Kalau mau romantis bisa gue siapin nanti," jawab Pra dari seberang sana dengan ngegas.

"No! Tetep no. Aneh banget tau nggak Pra. Iya sih emang gue suka sama lo, iya sih emang gue nyaman sama lo tapi kalau mendadak gini kan gak enak, gak mau gue. Apalagi kalau ternyata cuma gue yang ngebet," jawab Riv. Pra sudah tahu kan? Ya sudah basah sekalian toh sama-sama malu.

"Ngeyel banget, gak peka juga. Kalau gue gak suka sama lo ngapain gue masih mau temenan sama lo yang suka minta beliin-beliin itu?" Hmm, masuk akal. Tapi Riv tidak mau ambil resiko, seandainya dunia ini seperti novel yang orang pacran sama-sama tidak suka lalu seiring berjalannya waktu jadi suka lalu happy ending, no, hidup tidak sesederhana itu.

"Tetep no ya Pra. Gue mau ke cafe lo, siapin makanan seperti biasa ya sayang. Bye-bye muachh," ucap Riv lalu buru-buru membereskan perlatan gambarnya, dilanjutkan di cafe Pra juga enak. Tidak sabarnya, huah jantung Riv berdetak tidak karuan.

***

Untung cafe Pra tidak jauh dari taman komplek Riv, jadi tidak membutuhkan waktu lama untuk Riv sampai di sana. Ramai seperti biasa, memang pintar Pra mencari peluang dalam mengelola cafenya bahkan di waktu dekat Pra berencana membuat cabang. Darimana Riv tahu? Ya tentu dari Pra yang selalu menceritakannya pada Riv sekaligus Riv yang akan mendesainnya, hebatkan Riv? Mhuehehehe.

"Gue gak mau bahas yang tadi," ucap Riv setelah duduk di hadapan Pra. Di hadapan Riv sudah tersedia makanan yang pastinya disiapkan Pra untuknya.

"Gue mau bahas yang tadi," balas Pra seraya mendengus.

"Entah lo bisa tahu darimana semua percakapan gue di kampus tadi, gue gak mau tau. Kalau lo tanya tentang kebenarannya, ya emang bener tapi gue gak mau merusak persahabatan kita yang sangat langgeng ini hanya dengan cinta-cintaan. Maaf kalau lo mar—"

"Gue gak marah."

"Tapikan lo sampai nembak gue gitu. Gue gak suka ya kalau lo terpak—"

"Gue gak terpaksa kalau itu yang lo maksud."

"Enggak. Terpaksa atau enggak tetep aja lo tuh—"

"Aneh kan maksud lo? Gak ada yang aneh Rivera Jernih Nareswantika yang cantiknya tiada tara."

"Pra, lo sehat kan? Jangan-jangan lo dipengaruhi setan si—"

"Alhamdulilah gue sehat dan tidak dalam pengeruh si—"

"Shutt, diem coba lo. Daritadi gue ngomong belum selesai udah lo sela terus," sebal Riv lalu lebih memilih memakan makanannya. Tidak bagus menganggurkan makanan kalau menganggurkan Pra sih tidak papa asal jangan Pra yang menganggurkan Riv.

"Gue Cuma gak mau lo salah paham," jelas Pra dengan santai. Nahkan, sepertinya memang ini hanya main-main saja walaupun Riv tahu tapi tetap saja hatinya sakit.

"Stop sampai disini. Gue gak mau karena masalah ini persahabatan kita jadi canggung atau bahkan lebih parah kita udah gak sahabatan lagi. Mau lo kayak gitu?" Tanya Riv.

"Gak lah, gue masih sayang sama sahabat cewek satu-satunya yang cantik, manis manjalita ini," jawab Pra seraya merentangkan tangannya. Riv juga merentangnkan tangannya lebar lalu keduanya memajukan tubuh seolah-olah akan berpelukan.

"Gue juga gak mau kehilangan sahabat cowok yang selalu bikin gue seneng dan nyaman ini," balas Riv.

Jodoh tidak kemana, kalau Riv memang berjodoh dengan Pra maka akan tetap berjodoh walaupun Pra itu sahabatnya. Namun untuk saat ini lebih baik bersahabat dulu tidak papa sampai Pra menyadari perasaannya pada Riv. Entah itu benar cinta atau sayang pada sahabat ataukah rasa cinta dan sayang Pra sebagai laki-laki dan perempuan. Saat nanti Pra sadar, Riv akan menunggu Pra di tempat yang sama untuk kemudianmelanjutkan rencana yang mungkin akan mereka susun nanti.

Memikirkan ini tentu sangat gampang karena memang teori lebih gampang daripada praktiknya tetapi Riv benar-benar mengharapkan hal tersebut terjadi pada kehidupan percintaannya. Hidup bersama Pra juga ada di impian masa kecil Riv. Tinggal menunggu waktu, apakah impiannya terwujud atau hanya menjadi impian anak-anak tanpa harapan. Riv akan menunggu Pra saat hari itu tiba, semoga.

TBC