Riv merasa seperti berada di dalam novel-novel yang sering ia baca. Seorang perempuan di tengah-tengah para lelaki tampan. Riv perempuan sendiri di sini, sedangkan keempat laki-laki tampan ini mengelilingi Riv.
Pra yang memang selalu menjadi nomor satu di hati Riv, Kevin yang hot idaman para perempuan, Dokter Nathan yang kalem tetapi tampannya minta ampun, oh dan jangan lupakan Riverdan yang meskipun kelakuan di bawah rata-rata namun tampangnya yang paling tampan di sini.
Oh ya, Riv tidak perlu repot-repot mengenalkan Pra kepada teman Dan karena ternyata mereka sudah saling mengenal entah darimana. Riv juga baru tahu jika Pra bergaul dengan laki-laki dewasa yang bisa dibilang om-om ini.
"Makan dulu," ucap Kevin menyerahkan bubur kepada Dan. Tadi perawat mengantarkan sarapan untuk Dan, karena sudah ada Kevin maka Riv bebas dari tanggung jawabnya memenuhi perintah sang mama.
"Gak. Hambar," jawab Dan memalingkan wajahnya, menolak sarapan.
"Aduh Om, kayak anak kecil aja," kata Pra memanas-manasi yang sontak membuat Riv melongo. Berani sekali Pra ini.
Dan menatap tajam kearah Pra yang mengejeknya, Riv tidak ingin ada kejadian seperti tadi malam. Bisa bahaya bagi ketentraman bangsal ini. Namun ternyata Dan hanya diam saja tanpa menjawab, Riv jadi lega.
"Udah deh Pra. Lemes banget mulut lo," ujar Riv saat Pra ingin membalas lagi padahal Dan sudah diam saja.
"Bener kata Pra. Lo emang kayak anak kecil. Cengeng," Riv malah dibuat terkejut dengan kalimat yang keluar dari mulut Dokter Nathan itu. Kelihatannya sih memang kalem, tapi sadis juga ternyata.
"Makan deh Dan daripada lo gak bisa kerja-kerja," imbuh Kevin. Pintar juga Kevin ini, Dan emang seperti orang yang workaholic. Kerja nomor satu di hidupnya.
Riv hanya diam dengan kepala yang mengikuti siapa yang berbicara lalu melihat ke arah Dan yang malah menutup matanya. Ya ilah, Dan ini minta di apakan sih? Ternyata Dan manja jiga kalau lagi sakit, tetapi manja dengan muka datar. Manja apa tuh coba?
"Sana, lo tawarin makan. Kali aja sama lo mau," Pra membisiki Riv yang duduk di sebelahnya. Riv mengerutkan keningnya lalu menggeleng pelan.
"Ogah!"
Malas sekali harus berurusan dengan Dan. Eh tapi kan mamanya tadi sudah menitahkan Riv untuk mengurusi sarapan Dan. Bisa kacau kalau mamanya tau, tapi Riv benar-benar malas sekaligus malu sih.
"Wah, gue tau ya Mommy nyuruh apa ke Lo. Mau diaduin?"
Pra ini memang syalan sekali, kalau sudah membawa-bawa nama mamanya maka dengan berat hati Riv harus menurut. Tapi mau dikata apa oleh teman-teman Dan? Seorang gadis yang menyuapi suami orang. SUAMI ORANG!
Riv berjalan ke arah Dan lalu memberikan kode kearah Kevin agar dirinya saja yang memaksa Dan untuk makan. Kevin yang mengerti langsung menyingkir dan menghampiri Dokter Nathan serta Pra.
"Om, makan dulu yuk!" Ajak Riv seperti mengajak anak kecil. Ya mau bagaimana lagi, Riv tidak punya pengalaman dengan om-om. Kalau punya papa gula baru deh berpengalaman menghadapi om-om.
Dan membuka matanya sebentar, hanya sebentar lalu kembali menutup matanya bersikap seolah Riv makhluk kasat mata. Sebel kan!
"Om, kerja samanya dong!"
"Kamu tidak lihat tangan saya?"
Riv melihat tangan kanan Dan yang memang di gips. Riv kontan meringis lalu dengan terpaksa menawarkan bantuan. Iya bantuan, bantuan menyuapi Dan! Benar kan jadinya, seorang gadis menyuapi suami orang. Euwh.
"Aku bantu deh."
Dan membuka matanya, matanya menatap Riv dengan mengejek. Riv yang ditatap seperti itu jelas kesal apalagi mendengar tawa Pra yang lirih.
"Tidak perlu jika tidak ikhlas," gumam Dan pelan yang masih bisa Riv dengar.
Malah ngelunjak lagi!
"Ikhlas kok ikhlas lahir batin. Membantu orang yang sedang kesusahan itu hukumnya wajib," jelas Riv walaupun sebenarnya dia juga tidak tau, hehehehe.
Riv menaikkan hospital bed Dan agar nyaman saat makan nanti. Mata Riv juga sesekali melirik ke samping kirinya. Pra, Dokter Nathan dan Kevin sedang bermain handphone seolah menyerahkan tugas ini pada Riv.
Riv menyuapi Dan dengan telaten. Dirinya seperti mengurus bayi besar saja. Riv diam-diam memandang Dan, keningnya berbalut perban karena luka yang didapatkan. Riv tidak tau kronologi kecelakaannya karena malam itu kan Dan juga sempat membantu Pra dan Riv.
"Om," panggil Riv pelan. Dan memandang Riv tanpa menjawab namun dari matanya, Riv tau jika Dan seolah berkata 'apa?'
"Kan kemarin Om habis bantuin aku sama Pra. Jadi, kecelakaannya setelah itu? Kok bisa kecelakaan sih Om? Om meleng ya? Terus kejadiannya dimana? Mobil Om ringsek depannya tau!"
"Kamu cerewet sekali,"
Riv melihat Dan tersenyum tipis dengan binar mata yang tidak Riv ketahui apa maknanya. Mungkin jengkel karena Riv bertanya tanpa jeda? Tapi sepertinya bukan itu. Hmm, Riv selalu bingung jika berurusan dengan Dan.
"Ya kan aku cuma nanya. Kalau orang nanya tuh dijawab bukannya malah ngatai orang."
"Begitu?"
"Iya gitu."
Riv menyuapi Dan lagi namun Dan menolak padahal buburnya masih sisa lumayan banyak. Mungkin Dan mual, karena biasanya orang-orang juga begitu. Eh tapi Dan itu orang kan?
"Minum obat dulu Om," kata Riv seraya mengangsurkan obat kepada Dan sesuai dengan resep dokter tentu saja.
Setelah meminum obatnya, Dan memejamkan matanya dengan Riv masih berada di samping Dan. Mengamati dada Dan. Bukannya Riv mesum, Riv hanya melihat gerak dada Dan yang bernapas. Dan itu terasa familiar, seperti pernah bertemu Dan namun dimana Riv lupa.
"Kenapa?" Tanya Dan karena merasa Riv memperhatikannya sejak tadi. Riv hanya menggeleng sebagai jawaban.
Riv berjalan ke arah Pra. Pra sedang asik bermain game di handphonenya. Lalu Riv mengecek handphonenya sendiri, ternyata Mama Riv pulang ke rumah karena menunggui Bintang. Bintang tidak diijinkan ke rumah sakit karena rumah sakit berbahaya bagi anak kecil dan juga anak kecil tidak boleh ke rumah sakit.
"Pra, anterin pulang," perintah Riv kepada Pra. Pra langsung mematikan gamenya.
"Lah, baru juga sampai sini. Nanti aja," tolak Pra dengan menyebalkan.
"Emang lo gak ada kerjaan apa di cafe? Anterin napa, gue mau sekalian sarapan,"
"Sarapan di kantin kan juga bisa Rivera,"
"Ck, gue pengin beli sesuatu di cafe lo!"
"Baru jam berapa ini? Cafe belum buka lah," pinter sekali Pra ini kalau ngeles.
"Kan lo bossnya. Gapapa dong kalau beli duluan,"
"Riv, lebih baik kamu di sini aja dulu. Nanti biar Kevin yang belikan makanan," tiba-tiba saja Dokter Nathan menyela perdebatan antara Riv dan Pra.
"Nah, sekalian aja. Saya juga mau beli kok," ucap Kevin supaya Riv tidak merasa tidak enak.
Buukann itu bukann! Bukan masalah sarapannya tapi masalahnya Riv sudah tidak ingin berlama-lama di sini, Riv ingin sekali mengatakan hal tersebut tetapi mana berani Riv begitu. Katakanlah Riv pengecut, iya memang Riv pengecut kok.
"Tap—"
"Pulang sana, tidak perlu ke sini kalau kamu terpaksa!"
Riv kaget saat mendengar Dan berbicara dengan keras seperti itu. Riv jadi merasa tidak enak karenanya. Apakah kepala Dan sakit mendengar ucapan Riv? Suasananya juga jadi tidak enak apalagi saat melihat Dokter Nathan berjalan menghampiri Dan kemudian berkata entah apa. Lalu juga Kevin yang memejamkan matanya lelah dan Pra yang menghembuskan napasnya lelah.
Entah kenapa, semakin lama situasi ini semakin rumit. Kembali Riv bertanya, ada apa dengan Dan?