Makan siang akhirnya selesai. Gu Qiangwei duduk di ruang tamu sambil bermain dengan Monchi.
Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki.
"Bawa ini."
Gu Qiangwei mendongak mengikuti suara itu. Dia melihat Qin Sijue yang sedang berdiri di depannya, sepasang matanya yang dalam sedang menatapnya dari atas, dan dia memegang sebuah benda di tangannya.
Matanya tertuju kepada kartu di ujung jari Qin Sijue, ternyata itu adalah sebuah kartu bank.
"Untuk apa?" Dia hanya istri palsu saja, Qin Sijue tidak bermaksud untuk menghidupinya, kan?
Sambil berdiri, Gu Qiangwei bertanya dengan konyol.
"Di sini ada lima puluh juta. Mau diinvestasikan ke Starlight atau tidak, kamu putuskan sendiri."
Uh, apa Qin Sijue akan benar-benar memberikan lima puluh juta untuk dimainkannya?
"Ingat, sekarang kamu adalah istriku. Hanya kamu yang boleh menindas orang lain. Kalau orang lain menindasmu, tahu apa yang harus dilakukan?"
"Apa yang harus dilakukan?" Gu Quangwei mendongak dan bertanya dengan bodoh.
Qin Sijue menyeringai tipis, suaranya seperti gemericik air, "Kalaupun kamu ingin mengguncang seluruh Jingcheng, ada aku yang mendukungmu!"
Gu Qiangwei sangat terkejut.
Yang dikatakan pria ini benar atau tidak? Seluruh Jingcheng? Dia kira dia siapa? Walikota? Atau gubernur?
"Jadi, bermain-mainlah sesukamu."
Setelah melontarkan perkataan itu, Qin Sijue berbalik lalu berjalan ke pintu depan.
Gu Qiangwei tertegun di tempatnya sambil menatap punggung Qin Sijue yang perlahan-lahan menjauh dengan linglung.
Kemudian dia menunduk dan menatap kartu berwarna emas di tangannya sambil melamun.
Suara dering ponsel merusak keheningan di ruang tamu. Gu Qiangwei tersadar dari lamunan dan melihat nama peneleponnya adalah 'papa'.
Dia tidak ingat sudah berapa lama nama ini tidak pernah muncul sebagai penelepon di layar ponselnya. Mungkinkah hari ini hujan merah akan turun dari langit?
(Hujan merah turun dari langit adalah kalimat yang dipakai untuk mengungkapkan sesuatu yang langka, tidak wajar, atau tidak mungkin)
Setelah ragu-ragu selama beberapa detik, Gu Qiangwei menjawab telepon, suaranya tiba-tiba dingin, "Halo?"
"Qiangwei." Dari telepon terdengar suara Gu Zhendong yang agak kaku.
"Ketua Gu, apa ada yang bisa dibantu?"
Menghadapi sikap dingin putrinya, awalnya Gu Zhendong agak terdiam. Tapi mengingat bahwa sebelumnya dia telah menamparnya, jadi kalau dia marah itu juga wajar.
"Kamu sekarang… ada di mana?"
Gu Qiangwei yang mendengarnya pun tidak tahu apakah dia bertanya karena peduli, atau sedang menginterogasi.
"Apakah itu ada hubungannya denganmu?"
"Bukan, Qiangwei, papa ada perlu dan ingin bertemu denganmu."
"Maaf, aku tidak ada waktu!"
Bahkan tanpa berpikir Gu Qiangwei pun hendak mematikan telepon!
"Tunggu, Qiangwei!" Mendengarnya akan menutup telepon, Gu Zhendong bergegas bicara!
"Papa tahu selama beberapa tahun ini papa sangat kurang memperhatikanmu. Tapi kamu juga tahu kalau perusahaan papa sibuk, jadi terkadang mau tidak mau papa tidak bisa mengurusmu."
Mendengar alasan klisenya, Gu Qiangwei pun mencibir, "Ya, bahkan akhir pekan di rumah pun sangat sibuk!"
Maksud dari perkataannya sangat jelas, yaitu meskipun saat akhir pekan ayahnya berada di rumah, tapi dia tetap tidak terlalu peduli kepadanya!
Mendengar perkataan putrinya itu, raut wajah Gu Zhendong langsung menjadi agak muram.
"Qiangwei, kita tidak usah mengungkit masa lalu. Sekarang papa ingin peduli kepadamu, anggaplah kamu memberi papa sebuah kesempatan, ya?"
Gu Qiangwei terkejut mendengarnya.
Dia sudah bertahun-tahun tidak menemukan kata 'peduli' dari ayahnya.
Ya, setelah ibunya pergi, yang paling diharapkannya adalah agar ayahnya bisa memberinya sedikit kepedulian dan kasih sayang seorang ayah. Namun semua ini sudah lama diambil darinya sejak Chen Peifang dan Gu Shijie masuk ke rumah keluarga Gu.
Sampai sekarang kata itu baginya hanyalah sebuah angan-angan.
Perkataan ayahnya yang tiba-tiba itu membuat hati Gu Qiangwei sedikit tergerak, juga agak melunak.