Chereads / Between Love and Time / Chapter 16 - 15

Chapter 16 - 15

Di tempat lain, seorang laki-laki sedang menatap layar ponselnya yang memampilkan foto seorang gadis imut berambut sebahu dengan pipinya yang chubby. Ya, lelaki itu menyadari bahwa gadis itu telah membuatnya jatuh cinta. Tetapi bagaimana dengan gebetannya yang lain? Dia masih bimbang karena gebetannya terlalu banyak.

Dengan duduk di tepi ranjang kamarnya,Via pun menekan simbol hijau. "Halo?" katanya saat teleponnya sudah di angkat.

"Sayang," kata Dio singkat dengan suara lembut yang membuat jantung Via berdetak tidak normal.

Baru kali ini gue di panggil sayang sama Dio. Rasanya aneh. Tapi jujur aja gue seneng. Batin Via.

"Turut duka, ya, atas meninggalnya kakak kelas kamu yang ganteng itu," kata Dio dari seberang telepon.

"Hehe makasih, ya," jawab Dio sekenanya.

"Jangan sedih lagi, ya," kata Dio menenangkan. "Mending godin, yuk?" sambungnya dengan tawa kecil yang terdengar oleh Via. Kalian tau godin 'kan? Itu lho buka puasa sebelum waktunya.

"Heh! Kita 'kan lagi puasa, dodol!" kata Via lalu tertawa.

"Ya nggak apa-apa, lha, kali-kali, hehe," kata Dio dengan kekehan diseberang sana.

"Oh iya, kamu, kok, bisa tahu kalo aku lagi sedih? Terus, kok, kamu bisa tahu kalo kakak kelas aku meninggal? Terus, kok, kamu juga bisa tahu kalo aku suka green tea?"

"Duh pacar aku bawel banget sih," ledek Dio dengan kekehan kecil. "Mau di jawab yang mana dulu nih?" tanyanya.

"Yang pertama," jawab Via.

"Oke," kata Dio lalu hening sesaat. "Aku tau soalnya tadi pas aku sms Mama kamu buat nanyain kenapa kamu nggak angkat telepon dan nggak bales sms aku, Mama kamu ceritain semuanya," sambungnya.

"Oh," jawab Via ber-oh ria. "Terus yang kedua?"

"'Kan jawabannya udah satu paket sama jawaban yang pertama," Jawab Dio.

"Oh iya, ya. Ya udah yang ketiga," jawab Via.

"Kamu nggak inget waktu itu kamu pernah kegirangan waktu kakak kelas kamu yang ganteng itu, ngasih sekantung plastik serba green tea?" kata Dio dengan nada jealous. Jawaban Dio mengingatkan Via akan sesuatu.

Ngomong-ngomong dari mana Kak Aldo tahu kalo gue suka banget green tea, ya? Ah! Lupain! Gue nggak bakal bisa dapet jawaban itu! Batin Via.

"Cie, cemburu, cieee," ledek Via.

"Ya iya, lha, pacar mana yang nggak cemburu kalo ada cowok lain yang lebih tahu kesukaan pacarnya?" kata Dio sewot.

"Hehe ya udah, lha, nggak usah di pikirin."

"Kayaknya dua cowok yang jenguk adik kamu ke rumah sakit suka deh sama kamu," kata Dio datar.

Masa' sih? Batin Via tak percaya.

"Udah ah, nggak usah di bahas. Kasian mereka nanti nggak tenang, mending kamu kirim doa buat mereka."

"Iya deh," jawab Dio. "Udah dulu, ya? Ada guru nih," kata Dio yang langsung terdengar suara telepon yang di tutup.

***

Mama Via adalah koki terhebat sepenjuru dunia menurut Via. Bahkan aroma masakan buatannya saja menggoda iman dan takwa. Detik-detik mendekati waktu adzan maghrib memang selalu membuat cacing-cacing di dalam perut Via mendadak menjadikannya samsak.

Seseorang mengetuk pintu rumah. Saat Via membukanya, ternyata itu adalah Papa Via. Via pun menyalimi tangannya yang kasar karena terlalu banyak bekerja. Tak lama setelah itu adzan maghrib pun berkumandang dengan merdunya. Mereka pun berbuka puasa.

Via terkejut melihat piring Gito yang subhanallah walhamdulillah walailahailallah penuh nya minta di comot. Bahkan tanpa Via sadari Gito memakai piring besar yang biasanya hanya Mamanya pakai untuk bakakak.

"Dek, nggak salah tuh piring penuh amat?" kata Via lalu menyendokkan makanan ke mulutnya yang mungil.

"Gwa kwok, kwak! Gwe lwapwer bwangwet!" jawab Gito dengan nasi yang memenuhi mulutnya.

"Di telen dulu dong, sayang, baru ngomong," kata Mama Via terkekeh melihat tingkah anak bungsunya itu.

Papa Via hanya menggelengkan kepalanya melihat anak laki-lakinya yang rakus. Gito tampak dengan susah payah menelan makanannya.

"'Kan pembalasan, Kak! Abisnya seminggu setelah keluar rumah sakit gue makannya cuma sayur ijo sama bubur!" kata Gito.

"Ya ampun, Dek," kata Via sambil menggelengkan kepalanya.

Setelah selesai makan, mereka pun shalat maghrib berjamaah lalu di lanjut dengan membaca surah yasin untuk Aldo dan keluarganya.

Via pun berjalan menuju kamarnya yang berada di seberang ruang shalat. Lalu duduk di atas kasur setelah mengambil satu batang coklat green tea dari dalam kulkas.

Kenapa kalian secepat itu pergi, Kak? Gue bener-bener nggak nyangka. Batin Via.

Terlalu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam otak Via. Namun dengan satu gigitan coklat green tea Via pun menjadi rileks. Via berjalan menuju balkon. Ah! Via lupa bahwa dia takut untuk melihat balkon di malam hari. Padahal, suasana balkon di malam hari sangat nyaman. Sebelum orang bertopeng itu datang.

Via berjalan menuruni tangga lalu berjalan menuju ruang tengah. Di sana ada keluarganya.

"Panjang umur! Baru aja mau gue panggil, Kak," kata Gito.

"Emang ada apa?" tanya Via bingung.

"Sini, Kak, duduk samping Mama," kata Mama Via sambil menepuk sofa di sampingnya.

"Ada apa, Ma?" tanya Via setelah dia duduk dengan nyaman.

"Sekarang nggak usah takut ke balkon lagi, nggak usah takut ada yang teror lagi, ya," kata Mama Via yang langsung membuat kedua alis Via bertautan.

"Emangnya kenapa?" tanya Via bingung.

"Masalah sudah terpecahkan. Kamu tahu siapa pemimpin komunitas bertopeng itu?" tanya Mama Via yang langsung Via jawab dengan gelengan. "Dia Ayahnya nak Aldo."

Via terkejut bukan main. Berarti maksud Bibi yang bekerja di rumah Aldo waktu itu sudah dia tau jawabannya.

"Te... Terus Kak Aldo sama Kak Fikri ngedeketin aku--"

"Nggak ada sangkut pautnya sama mereka, Kak," kata Papa Via tegas. "Justru istri sama anaknya itu nggak tahu apa-apa. Dan kecelakaan itu murni dengan unsur kesengajaan Ayahnya nak Aldo. Karena dia tau bahwa dirinya bakal di hukum mati," sambungnya lagi.

Sumpah! Semua ini bikin kepala gue sakit! Batin Via gemas.

"Dan pembantu di rumahnya itu, sekarang jadi saksi atas kesalahan dan kejanggalan kejanggalan dari Ayahnya nak Aldo," sambung Papa Via.

"Kamu pasti shock ya, sayang?" kata Mama Via sambil mengelus pundak putrinya lembut.

"Iya, Ma," jawab Via singkat.

"Ya udah, yuk, Pa, kita tarawih di masjid!" kata Gito lalu mereka pun pergi ke masjid bersama setelah pamit pada Via dan Mamanya.

"Kamu nggak tarawih, Kak?" tanya Mama Via.

"Hehe, Besok aja deh, Ma," kata Via sambil nyengir kuda.

"Kebiasaan. Ya udah bantu Mama beberes dulu, yuk!"

"Iya, Ma."

Tok. Tok. Tok.

"Buka sana, Kak. Biar Mama yang bawa ini ke dapur," kata Mama Via sambil menunjuk setumpuk sampah bungkus cemilan.

"Oke siap, Ma," kata Via sambil berjalan menuju pintu lalu membukanya.

"Hai, be!" kata Sophie riang.

"Lo ngapain ke sini jigong macan?" kata Via pada Sophie yang semula nyengir-nyengir nggak jelas langsung mengerucutkan bibirnya.

"Ih, ajak masuk dulu kek!" rengek Sophie.

"Oh iya, ayo masuk!" kata Via yang langsung membuat Sophie tak tahu diri menyelonong masuk dan berjalan ke ruang tamu.

"Halo, Tante!" sapa Sophie lalu menyalimi tangan Mama Via.

"Halo juga, cantik. Langsung ke kamar Via aja gih."

"Oke deh, Tan!" kata Sophie lalu berjalan menaiki tangga. Ya, dia sudah hafal betul letak rumah Via.

"Sana temenin Sophie, biar Mama yang beres-beres," kata Mama Via saat Via hendak membantunya lagi.

"Oke deh," jawab Via girang lalu berjalan menaiki undakan tangga dan masuk ke kamarnya.

"Woi! Suruh siapa makan green tea gue, hah?!" kata Via garang saat melihat mulut Sophie yang sedang mengunyah dengan nikmatnya dan tangan yang memegang satu batang coklat green tea yang sudah pasti milik Via.

"Ya elah, Vi. Lagian masih banyak ini 'kan," kata Sophie sambil meneruskan kegiatan makannya tanpa dosa.

"Serah lo dah!"

"Eh, ngomong-ngomong itu bunga dari siapa?" kata Sophie sambil menunjuk se-bouquet mawar biru yang berada di atas meja belajar.

"Oh, itu. Dari Dio. Dan semua isi kulkas gue."

"What?!" mata Sophie membulat sempurna. "Green tea nggak murah, lho, Vi," katanya masih terkejut.

"I know," jawab Via singkat.

"Kapan, ya, cowok gue romantis kayak cowok lo?" kata Sophie dengan sorot mata sendu.

"Lo ada masalah lagi sama Gugun?" tanya Via.

"Iya nih," jawab Sophie lemah.

Sudah kuduga! Batin Via.