Chereads / Between Love and Time / Chapter 18 - 17

Chapter 18 - 17

Via pun melangkah menuruni tiap-tiap anak tangga. Setelah berpamitan, Via dan Dio langsung menancap gas menuju rumah Mira.

Lama. Mata Via yang sedang asik melihat jalanan yang entah mengapa menjadi menarik itu, tiba-tiba ada sesuatu memasuki mata sebelah kirinya. Perih. Benda ini menusuk-nusuk matanya. Via pun mulai menguceknya kasar. Lalu sebuah tangan menggapai tangannya yang sedari tadi asik mengucek mata kirinya yang kini mengeluarkan air. Ternyata Via sedang berhenti di tepi jalan.

"Udah nyampe?" tanya Via.

"Jangan di kucek dong. Sakit?" kata Dio dengan nada yang lembut.

Plis deh. Buat keberapa kalinya pertanyaan gue dikacangin? Batin Via.

"Iya, sakit." jawab Via.

Dio pun meniup mata kiri Via. Via pun mengerjapkannya berkali-kali.

"Masih sakit?" tanya Dio lagi.

"Masih." kata Via kesulitan membuka mata kirinya.

"Ya udah kita obatin di rumah Mira, ya?" kata Dio sambil mengelus lembut lengan Via. Via pun hanya mengangguk.

"Merem aja kalo susah buat melek." kata Dio lagi.

Lo baik banget sama gue. Kenapa gue waktu itu bisa benci sama orang sebaik lo, ya? Batin Via.

Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju rumah Mira. Dan tak lama kemudian motor bebek Dio memasuki pekarangan yang luas. Disana Mira telah berdiri berkacak pinggang.

"Woi! Lama banget sih pasangan baru!" ledek Mira sambil meninju lengan Via pelan.

"Hehe, sorry, tadi ada insiden kecil." kata Via sambil menunjuk mata kirinya yang masih tertutup.

"Lho? Kenapa?" tanya Mira bingung.

"Lo ada obat tetes mata nggak?" tanya Dio.

"Ada, yuk, masuk!" kata Mira sambil berjalan menuntun Via.

Saat sampai di ruang makan rumah Mira, Via pun melirik sebuah jam dinding. Syukurlah sebentar lagi adzan maghrib. Karena mana mungkin Via meneteskan obat mata itu sekarang. Itu akan membatalkan puasanya. Mira pun menyiapkan obat tetes mata.

"Sabar ya, Vi. Sebentar lagi adzan, kok." kata Mira. "Coba lo buka mata kiri lo pelan-pelan." pintanya dan Via mencoba membuka matanya.

"Aish!" Via meringis.

"Gila! Merah banget!" kata Mira panik. "Nah! Tuh adzan!" sambungnya menunjuk sebuah televisi yang menayangkan adzan maghrib.

Setelah meminum segelas takjil, mata kiri Via pun ditetesi obat oleh Dio dengan hati-hati. Wajahnya dan wajah Dio hanya berjarak satu jengkal saja. Via bisa melihat dengan jelas wajah Dio yang sedang serius menetesi obat pada matanya. Saat obat itu telah sampai di pusat rasa sakit, rasanya perih sekali. Namun beberapa menit kemudian seekor serangga kecil keluar bersama air matanya.

"Ah! Akhirnya," kata Via lega. Akhirnya binatang ini keluar juga. Dasar binatang nakal.

"Ya udah, yuk, makan!" kata Mira lalu menyindukkan nasi ke piring Via dan Dio.

"Eh, gue nggak mau tau, ya, pokoknya kalian berdua harus ikut rayain ultah gue!" kata Mira dengan mulut yang penuh nasi itu.

"Emang kapan ultah lo?" tanya Via.

"Malem takbiran." jawab Mira.

"Oh, oke. Biar nanti gue yang izin ke orangtuanya Via," kata Dio pada Mira lalu menatap Via dengan senyumannya.

"Oke." kata Via membalas senyumannya.

***

Dio calling.

"Halo?" kata Via setelah menggeser tanda hijau di layar ponselnya.

"Udah selesai tarawihnya?" tanya suara dari seberang telepon.

"Udah dong, kamu?"

"Udah juga. Oh iya, aku mau nanya sesuatu sama kamu." kata Dio dengan nada serius.

"Mau nanya apa?" jawab Via bingung.

"Kamu sayang ga sama aku?"

"Ya iya, lha. Kalo nggak sayang mana mungkin aku bertahan sampe sekarang. Kenapa? Kok nanya begitu?"

"Kalo misalnya tiba-tiba kita putus gimana?"

"Karena apa?" tanya Via makin bingung.

"Misalnya aku di suruh fokus sama cita-cita?"

"Ya nggak apa-apa kalo itu buat kebaikan kamu kenapa aku larang? Tapi kamu sayang nggak sama aku?"

"Sayang. Banget."

"Nah, ya udah. Aku percaya sama kamu. Jadi apa yang perlu di takutin?" kata Via sok tegar. "Sebenernya kamu kenapa sih, kok, nanya kayak gitu?"

"Bunda sama Papa suruh aku buat fokus sama cita-cita aku. Tapi aku udah bilang kalo aku bisa walaupun sambil pacaran sama kamu. Tapi, apa kamu rela aku tinggal terus plus jarang aku kasih kabar?"

"Iya sih."

"Ya makanya itu. Tapi aku usahain buat terus bareng kamu plus kasih kabar, kok."

"Hehe iya." kata Via dengan senyum getir.

"Udah dulu, ya? Aku mau jemput Bunda."

"Oh iya, tutup aja."

"Nggak mau ah. Kamu yang tutup."

"Iya deh iya. Bye!"

"Bye!"

Tut... Tut... Tut...

Setelah teleponan dengan Dio, Via berjalan menuju meja belajarnya untuk mengambil laptop kesayangannya lalu menyalakannya. Jari Via yang lincah mulai mencari sebuah folder yang berisi semua film, drama dan video clip korea. Via memang bukan K-Popers akut. Via cuma suka saja dengan korea. Tidak pakai banget. Dia pun mulai memutar video boyband korea kesukaannya yaitu BTS. Tiba-tiba terdengar ada yang mengetuk pintu kamarnya.

"Masuk, nggak di kunci, kok." kata Via setengah berteriak.

"Kak, ke bioskop, yuk!" ajak Gito.

"Ah, males, Dek!" kata Via masih asik menikmati video BTS.

"Ayo, Kak. Gue yang bayar deh." bujuk Gito sambil duduk di tepi king size milik Via.

"Makannya juga?" kata Via dengan mata yang masih belum berpaling dari laptop.

"Morotin, lo, Kak!" kata Gito sebal.

"Deal?" kata Via dengan sebelah alis yang dia angkat.

"Deal deh." kata Gito lesu. "Gue tunggu di bawah." sambungnya sambil berjalan keluar kamar Via.

Ludes dah dompet gue. Batin Gito.

Via pun langsung menutup laptopnya lalu menyimpannya di nakas. Via mengambil kemeja flanel dan celana jeans selutut. Dan langsung mengganti pakaiannya. Lalu mengambil sepasang sepatu kets dan memakainya lalu turun ke bawah.

Mereka pun berangkat menggunakan mobil. Ya, Via dan adiknya itu memang nakal. Walaupun belum punya SIM mereka sudah jalan-jalan memakai mobil. Salahkan saja Papa nya, kenapa dia membelikan sebuah mobil untuk anaknya itu. Hihi, bercanda.

***

"Gue mau pop corn. Minumnya lemon tea." kata Via pada Gito.

"Terus gue yang mesenin, gitu?" kata Gito sambil berkacak pinggang.

"Hehehe cepetan sana! Gue tunggu di sini, ya!" kata Via sambil mendorong Gito menuju antrian.

Via pun menunggu di tempat duduk yang sudah disediakan. Tak lama kemudian Via tertawa kecil melihat Gito tergopoh membawa 2 kotak pop corn dan 2 cup lemon tea.

"Malah ketawa lo! Bantuin!" kata Gito garang.

"Wkwk oke oke gue bantu. Makasih, ya, Gito ganteng." kata Via sambil mengacak rambut Gito.

"Yuk, ah, masuk. Kita di theatre 5." kata Gito lalu mereka pun berjalan memasuki theatre 5.

"Bentar deh, lo beli tiket film apaan?" kata Via panik mengingat Gito yang jahilnya nggak ketulungan.

"Film The Conjuring 2." Jawab Gito dengan senyum jahil yang menyebalkan.

"Kampret! Dasar vangke!" kata Via sebal. Kebiasaan. Bukannya Via tak berani nonton film horor, tapi Via hanya kurang suka saja dengan musiknya yang selalu saja berhasil membuat bulu kuduknya berdiri.

***

Liburan pun berjalan biasa saja. Dio jarang ke rumah Via. Karena dia sibuk latihan fisik untuk mempersiapkan diri menjadi tentara setelah lulus SMA. Sophie sudah berangkat ke kampung halaman ibunya. Akhirnya Via hanya menghabiskan waktu di rumah dengan mendownload semua film dan drama terbaru karena wifi yang melimpah dan jaringannya sungguh cepat. Via pun memutuskan untuk pergi ke sebuah toko buku untuk membeli novel dan komik terbaru.

"Totalnya jadi Rp.250.000,00." kata seorang penjaga kasir. Via pun memberikan tiga lembar uang seratus ribu.

Setelah menerima uang kembalian pun Via bergegas pergi meninggalkan kasir lalu tak sengaja kantung plastik belanjaan yang dia pegang menyangkut pada resleting tas seseorang.

"Eh, sorry sorry. Duh, nyangkut lagi," kata Via panik sambil mencoba mencabut kantung plastiknya dan setelah tercabut Via pun menoleh ke sang pemilik celana tersebut.

"Lho? Kok, bisa ada lo disini sih?" kata Via bingung sambil menunjuk seorang laki-laki yang menatapnya dengan cengiran khasnya.

"Ini 'kan toko buku umum." jawab laki-laki itu.

Maksud gue kenapa bisa ketemu lo dari sekian banyaknya manusia. Batin Via.

"Oh iya, ya." kata Via sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Bisa-bisanya sih gue ketemu lo di sini. Batin Via.