"Tante Anita memintaku untuk membatalkan pertunanganku dengan putranya. Dia sangat lucu sekali ya, kek. Bilang ingin membatalkan pertunangan setelah kakek meninggal. Dia bilang sudah tidak ada alasan untuk kami tetap menikah. Dan aku rasa dia benar…," Vika terdiam sejenak.
Deg… Serasa ada sebuah palu besar yang menghantam dadaku mendengar Vika berbicara demikian. Aku memegang dadaku yang bergemuruh hebat. Aku mohon jangan bicara seperti itu. Mataku mulai terasa panas. Sebelum aku mulai menangis, aku segera beranjak dari balik pohon dan kembali ke mobil kemudian pergi meninggalkan pemakaman dengan rasa sedih yang tidak terbendung. Sejak awal pertunangan ini memang bukan hal yang kami inginkan, lalu aku juga sempat berkeinginan membatalkan pertunangan ini, kenapa saat hal itu akan terwujud aku harus sedih? Bukankah aku harus senang? Tidak, aku tidak bisa merasa senang sama sekali disaat aku tahu kalau aku sudah jatuh cinta pada Vika. Aku sangat mencintainya melebihi cintaku pada Winna.