"Apa yang akan kita lakukan saudara Senopati Aji? Pusaka itu benar - benar luar biasa, kita tak akan sanggup melawannya meskipun memadukan kekuatan," ujar Ruro Ponco.
"Kakang Dirga benar - benar sudah mengecewakanku. Mana mungkin Lasmini mempunyai pikiran sepicik itu terhadap kakang Dirga," ujar Dewi Lasmini memelas.
"Simpan saja rengekanmu itu! Kau tak perlu bersandiwara lagi. Kalian bertiga tidak akan sampau kesini kalau hanya mendapat informasi dari Buto Kalimoto saja. Dimata kalian Buto hanyalah orang bodoh yang gegabah, meskipun ilmu kanuragannya luar biasa namun kecerdasannya tak ada sejengkal pun. Disamping kuperintahkan untuk pulang, murid - muridku kuperintahkan untuk menelusuri semua anggota padepokan yang mencurigakan dan membunuhnya ditempat. Saat kembali dari sini kalian pasti mendapati mayat mata - mata yang kalian utus didepan padepokan kalian. Itupun jika kalian mampu kembali dari sini dengan selamat. Hahaha!" seru Dirga.
"Hahaha... Nama besarmu benar - benar tidak mengecewakanku Dirga. Tak kuduga seseorang yang tak mampu menghabisi Buto Kalimoto mampu menganalisa hingga sejauh itu," ujar Senopati Aji.
"Hihihi...!!!"
Dewi Lasmini mulai membuka sandiwaranya, dia mulai tertawa melengking. Suara tertawanya benar - benar membuat berdiri bulu kuduk orang disekitarnya.
"Aku memang sudah lama ingin menghancurkan padepokanmu Dirga. Ajian Mataharimu merupakan salah satu sasaran koleksi utamaku, apalagi setelah setahun yang lalu kau sempurnakan aku semakin tertarik mengoleksinya. Hihihi..." ujar Dewi Lasmini.
"Dasar wanita iblis, demi mendapatkan ilmu kanuragan rahasia kau sudah menghancurkan puluhan padepokan," sahut Dirga.
"Hihihi... Terima kasih atas sanjunganmu kakang Dirga," sahut Dewi Lasmini.
"Kalian lebih memilih mati ditanganku atau lupakan pusaka ini dan kembali ke padepokan kalian dengan selamat?" tanya Dirga Reksi.
"Apa yang akan kita lakukan saudara Senopati Aji?" bisik Ruro Ponco.
"Sebaiknya kita kembali terlebih dahulu untuk saat ini. Sesampainya di padepokan kita susun kekuatan dan hancurkan padepokan Senja, murid senior Dirga sudah banyak yang mati karena perjalanan ini. Kekuatan padepokan Senja sudah tidak seperti dahulu lagi," bisik Senopati Aji.
"Baiklah Dirga... Kita sudahi perjalanan kita ini, pusaka itu aku titipkan sementara kepadamu. Kau jaga baik - baik hingga saatnya kuambil darimu," ujar Senopati Aji.
Senopati Aji, Ruro Ponco, dan Dewi Lasmini mulai pergi meninggalkan reruntuhan Sindarta. Mereka kembali kepadepokannya masing - masing untuk menghimpun pasukan. Perselisihan hari ini tidak akan selesai disini saja, ini hanyalah kesunyian sebelum badai besar melanda.
"Buto Kalimoto!!!" sentak Dirga.
"Mengapa kau masih disini? Atau kau ingin aku binasakan?" ujar Dirga.
"Ti... Tidak saudara Dirga. A... Aku juga akan kembali ke padepokanku. Terima kasih atas tawaranmu," ujar Buto sambil masih sedikit bingung dan tidak percaya dengan perkembangan kejadian yang didepan matanya ini.
"Hufh..."
Dirga akhirnya menghela nafas.
"Aku benar - benar tidak bisa bersifat kejam. Dengan tidak membunuh mereka saat ini akan menimbulkan bencana bagi padepokan Senja atau bahkan kehancurannya," ujar Dirga.
Perjalanan malam itu berakhir dengan hasil akhir Dirga yang mendapatkan pusaka kuno berupa tombak itu.
Tak selang berapa lama tombak itu berubah menjadi berkarat dan pancaran energi yang sebelumnya sangat kuat menjadi hilang. Jika dilihat kembali tombak itu seakan - akan adalah barang rongsokan yang tak berharga.
"Apa yang terjadi dengan tombak ini? Dimana kekuatannya yang tadi terpancar?" gumam Dirga kebingungan.
"Aku akan kembali dahulu kepadepokan dan melihat kondisi padepokanku saat ini. Setelah itu baru aku akan mempelajari lagi tombak ini," ujar Dirga.
Dengan menghilangnya pancaran energi dari tombak itu, perjalanan Dirga tak mengalami halangan yang berarti. Sebelumnya Dirga takut jika pancaran energi dari tombak itu akan mendatangkan tamu yang tak diundang.
Setibanya dipadepokan, Dirga mendapati kondisi padepokan Senja tidak sekacau seperti yang ditakutkannya. Semua tampak cukup normal dan tertata. Murid - murid seniornya memang bisa diandalkan.
"Lapor Ketua, semua tugas sudah kami laksanakan," ujar Yudha yang diberikan amanat untuk memberantas para mata - mata di padepokan Senja malam ini juga.
"Sudah kau pulangkan semua mayat itu ke padepokan masing - masing?" sahut Dirga.
"Sudah ketua, beberapa surat sudah sampai disini untuk menyampaikan keberatan atas kekejaman yang padepokan Senja lakukan malam ini," ujar Yudha.
"Bagus... Dimana anak kurang ajarku?" tanya Dirga.
"Tuan muda Durpa ada di dalam kamarnya Ketua," ujar Yudha.
Dirga pun berjalan menuju kamar Durpa. Namun ketika pintu kamar dibuka Durpa tak ada di dalam kamarnya.
"Penjaga!!!" teriak Dirga.
"Iya Ketua," jawab para penjaga.
Dengan sigap mereka berjajar dihadapan Dirga dan menjawab panggilannya.
"Dimana anak sialan itu?" tanya Dirga kepada para penjaga.
"Bukankah tuan muda didalam Ketua?" tanya salah satu penjaga.
"Kalau anak tengik itu ada di dalam mengapa aku harus repot - repot bertanya kepada kalian," sentak Dirga.