Chereads / Empu / Chapter 11 - Bagian 11 : Potensi

Chapter 11 - Bagian 11 : Potensi

"Cepat cari anak sialan itu!" perintah Dirga.

Sementara itu dipasar dekat padepokan Senja.

"Tuan muda Durpa... Bangun tuan... Warung ini sudah mau tutup," ujar penjaga warung.

"Hahaha... Hick... Ini belum pagi kenapa kalian sudah mau tutup, aku baru saja mulai menikmati tuakmu," ujar Durpa.

"Tuan... Ini sudah mau subuh tuan. Kalau tuan masih mau disini silahkan saja tuan," ujar penjaga warung.

"Janganlah begitu... Ayo temani aku minum - minum dulu. Dan dimana para wanita jalang itu?" sahut Durpa.

"Mereka sudah pulang untuk istirahat tuan, kami pun akan beristirahat juga," ujar penjaga warung.

"Ya sudahlah... Aku juga akan pulang, aku hanya mencari udara segar ditengah tugas menjaga padepokan. Hahaha... Hick..." gumam Durpa.

Dengan langkah sempoyongan Durpa melangkah pulang. Sesekali dirinya terjatuh karena dalm kondisi mabuk berat. Sesampainya didepan padepokan dia bertemu Yudha dan murid lain yang ditugaskan mencarinya.

"Syukurlah kau sudah pulang Durpa. Ketua Dirga mencarimu, dia sedang menunggumu di aula utama," ujar Yudha.

"Bagaimana bisa anak ini bisa lolos dari pengawasan para pengawas yang kekuatan dan kewaspadaannya hampir sama denganku?" gumam Yudha.

Sejatinya Durpa adalah anak yang cukup berbakat, bahkan sempat digadang - gadang mampu melampaui kemampuan Dirga jika kelak dewasa. Pada waktu kecil dia rajin mengolah ilmu kanuragannya. Namun setelah beranjak dewasa dia salah dalam bergaul dan mengakibatkan sifatnya mulai berubah. Ia mulai suka mabuk - mabukan dan main perempuan. Sejak saat itu dia tidak lagi dinobatkan sebagai anak yang berbakat bahkan dicap sebagai anak laknat.

Meskipun dia jarang sekali terlihat berlatih ilmu kanuragan namun dia sesekali melatih ilmu kanuragannya secara sembunyi - sembunyi hanya untuk menjaga tubuhnya tetap bugar. Jadi meskipun Durpa suka bermalas - malasan, mabuk -mabukan dan makan sesukanya, dia tetap memiliki tubuh yang atletis. Namun bagaimana Durpa bisa lolos pengawasan penjagaan hanya dia sendiri yang tahu faktanya.

Durpa berjalan sempoyongan menuju ke aula utama tempat ayahnya Dirga berada. Murid - murid Dirga beserta Yudha berjalan mengikuti Durpa dari belakang.

Sesampainya Durpa dihadapan ayahnya.

"Ada apa ayahanda mencariku?" tanya Durpa.

"Kau... Dasar anak kurang ajar! Apa yang aku perintahkan kepadamu?" sahut Dirga.

"Tenanglah ayah, a... aku hanya pergi se... se... sejenak mencari udara saja. Aku bosan berada didalam padepokan terus. Hick..." jawab Durpa sembari masih dalam keadaan mabuk.

Dirga mulai naik pitam, tangannya sudah mulai diangkatnya.

"Anak kurang ajar!" seru Dirga.

Diayunnya tangan Dirga hendak menampar Durpa. Namun...

"Plok!!!"

Sebelum tangan Dirga tiba di pipi Durpa, dengan sigap Durpa mengangkat tangannya menyambut hantaman tangan ayahnya.

"Kau... Apa kau hendak melawan ayahmu sendiri?" sentak Dirga.

"Mana... Hick... Mungkin ayahanda. A... Aku... Hick... Takkan berani melawanmu," jawab Durpa.

Dirga benar - benar marah namun dia merasa sedikit tenang karena Durpa masihlah anak kesayangannya yang berbakat dalam ilmu kanuragan. Dalam kondisi mabuk parah dia masih bisa menangkis tamparannya, sedikit dari murid - muridnya yang mampu menangkis tamparannya walau dalam kondisi siaga. Ini meredakan rasa khawatirnya terhadap masa depan anaknya, meskipun sudah tak secermelang dahulu kala tetap saja Durpa akan menjelma menjadi sosok yang disegani dengan potensinya saat ini.

"Sudahlah... Kau kembali ke kamarmu, jangan sekali - sekali keluar tanpa perintahku!" sentak Dirga.

Kejadian ini membuka mata beberapa murid Dirga yang senantiasa meremehkan Durpa karena ulah - ulahnya dan kebiasaan buruknya. Dibalik semua itu Durpa memiliki kesaktian yang tak kalah dengan mereka bahkan lebih baik dibandingkan mereka. Namun tidak semua murid yang menyaksikan kejadian tersebut mampu berpikir positif terhadap Durpa, sebagian besar dari mereka menilai bahwa itu hanya kebetulan belaka. Inilah sifat manusia dimana mengelak ataupun menyangkal hal - hal yang membuat mereka merasa tersaingi, meskipun dalam hati kecil mereka menyadari kesalahan mereka itu.

"Bangsat... Ternyata bocah busuk itu memiliki kesaktian yang mungkin lebih tinggi dari aku!" gumam Yudha.

Berbeda dengan Yudha, dia sangat terobsesi menjadi penerus Dirga. Melihat potensi Durpa yang luar biasa membuatnya merasa tersaingi dalam obsesinya tersebut. Dia melihat Durpa berpotensi untuk menjadi penghalang baginya mewujudkan obsesinya tersebut. Hal ini dikarenakan Yudha berasal dari kalangan bawah yang merangkak keatas dengan segala upaya untuk mendapatkan posisinya sebagai murid senior nomor satu Dirga, dia pantang untuk meremehkan segala sesuatu yang ada didepannya. Apalagi yang berpotensi menjadi pengahalang bagi dirinya, dia tidak akan segan melakukan segalanya untuk menghilangkan penghalangnya itu.  

"Jika ada kesempatan akan aku habisi Durpa, sebelum dia berkembang nantinya," gumam Yudha.