Chereads / Empu / Chapter 9 - Bagian 9 : Licik

Chapter 9 - Bagian 9 : Licik

Meskipun Ulo Sowo belum mendapatkan tubuh silumannya yang sempurna kekuatan fisiknya benar - benar hebat. Meskipun tubuhnya telah dipenuhi luka menganga, namun kekuatannya masih sangat dahsyat. Senopati Aji, Ruro Ponco, dan Dewi Lasmini hanya dapat mengimbanginya. Dengan keadaan tubuh mereka saat ini, mustahil menghabisi Ulo Sowo. Namun untuk mengimbanginya bukanlah hal yang mustahil.

Segala ajian dikerahkan oleh mereka, namun tak ada dari salah satunya yang berani mengeluarkan ajian andalannya kembali. Tenaga mereka sudah terkuras habis, jika mereka tidak mengatur penggunaan tenaganya bisa - bisa segala usaha yang telah dikerahkan menjadi sia - sia. Bahkan bisa jadi nyawa mereka melayang ditangan Ulo Sowo.

"Dirga apa kau belum selesai dengan persiapanmu?" teriak Ruro Ponco.

"Berikan aku satu menit lagi," sahut Dirga.

"Sial, kekuatan ular ini luar biasa. Untuk mengimbangi serangannya saja kita harus menguras tenaga lebih," ujar Dewi Lasmini.

"Saudara Dirga kami usahakan memberimu waktu satu menit lagi," ujar Senopati Aji.

Serangan demi serangan ditahan oleh ketiganya. Ulo Sowo menjadi semakin menjadi - jadi, meskipun tenaganya telah terkuras dia tetap melancarkan serangan bertubi - tubi.

"Duaarrr!!!"

"Duaarrr!!!"

Suara hentakan ekor Ulo Sowo menggelegar didalam ruangan.

"Dirga cepatlah!!! Kami sudah hampir tidak kuat lagi!!!" teriak Ruro Ponco.

Dengan cekatan Dirga mulai memasang kuda - kuda ajian Matahrinya.

"Ajian Matahari!"

Tubuh Dirga mulai melambung keatas dengan hentakan kakinya. Cahaya putih yang menyilaukan mulai memancar dari tubuhnya. Tubuhnya terus melambung ke atas dengan ritme tertentu, bak busur bersama anak panah yang ditarik hingga penuh dan siap dilesatkan.

Ulo Sowo yang melihat ajian Dirga mulai merasakan bahaya. Ajian Dirga ini jika mengenainya setidaknya dia akan terluka parah, atau bahkan binasa ditangan Dirga.

Ulo Sowo melakukan segala cara untuk melepaskan diri dari serangan balik Senopati Aji, Ruro Ponco dan Dewi Lasmini. Semua jalur pelariannya telah ditutup oleh ketiganya dan bayang - bayang ajian Dirga membuatnya sangat terancam.

"Swussh!!!"

Dirga mulai melakukan gerakan kedua ajian Mataharinya, yaitu menukik kebawah sembari menyodorkan tendangan mematikannya kearah Ulo Sowo.

"Hahaha... Matilah kau ular tengik," seru Ruro Ponco.

"Pasrahlah saja, semua jalur pelarianmu telah kami hadang. Bersiaplah menjemput kematianmu," imbuh Senopati Aji.

Disaat semuanya seakan sudah dapat dipastikan hasilnya, tiba - tiba saja arah tendangan Dirga berubah. Dia melompat dan memutar tubuhnya ke arah pusaka yang menjadi sumber sengketa ini. Karena kecepatannya yang luar biasa tidak ada yang sempat menyadari perubahan arah serangan Dirga. Ketika semuanya sadar dengan apa yang dilakukan Dirga, Dirga telah berada di depan pusaka itu.

"Apa yang kau lakukan Dirga!!!" teriak Buto Kalimoto.

"Hahaha... Pusaka ini menjadi milikku!" sahut Dirga.

"Bercandamu tidaklah lucu saudara Dirga!" sahut Senopati Aji.

"DASAR MANUSIA JAHANAM!!!" teriak Ulo Sowo sembari menerjang ke arah Dirga.

Tak ada yang menghalangi serangan Ulo Sowo kepada Dirga, semua mata tertuju ke arah Dirga. Senopati Aji dan yang lainnya merasakan amarah mulai meluap karena perbuatan Dirga.

"MATILAH KAU BRENGSEK!!!" teriak Ulo Sowo.

Serangan dahsyat dilancarka  Ulo Sowo tanpa mempedulikan pertahanannya. Dalam pikirannya hanya Dirga yang mati atau dia yang mati. Ulo Sowo benar - benar marah karena pusaka temuannya hendak dirampas Dirga.

Tanpa pikir panjang Dirga mencabut pusaka yang berbentuk tombak itu dari tanah dan diayunkan ke arah Ulo Sowo.

"Swissshhh!!!"

Suara tombak membelah udara terdengar keras didalam ruangan. Ayunan tombak dari Dirga yang seakan tanpa daya mengeluarkan serangkaian bilah pisau yang terbuat dari angin. Bilah pisau itu sangatlah tajam dan kekuatannya pun luar biasa.

"Jleb... Jleb... Jleb!"

Suara bilah pisau tersebut menembus tubuh Ulo Sowo yang harusnya sangat keras. Karena ketajaman bilah pisau tersebut tubuh Ulo Sowo tak ubahnya sebuah kapas yang mudah dirobek.

"Brug!!!"

Tubuh besar Ulo Sowo terbujur kaku. Serangan dari pusaka tersebut sangatlah dahsyat, dengan sekali tebas binasalah Ulo Sowo. Jika saja tubuh siluman Ulo Sowo sudah sempurna pastilah pusaka tersebut menjadi pegangannya dan Dirga beserta yang lainnya bukanlah tandingannya. Tapi sayang tubuhnya belum sempurna dan dia tidak bisa menggunakannya dan pada akhirnya Dirgalah yang membinasakannya dengan pusaka yang telah dijaganya berpuluh - puluh tahun.

"Dirga kau memang sangatlah licik!" seru Senopati Aji.

"Hahaha... Asal kau tahu saja, aku bukanlah anak bau kencur yang dapat kalian bohongi. Kalian pikir aku tidak tahu yang ada dalam pikiran kalian? Kalian menyuruhku menguras semua tenaga yang kumiliki agar saat Ulo Sowo binasa, aku tak memiliki daya lagi memperebutkan tombak ini. Kita semua bukanlah anak bau kencur, jika kita ingin bertahan di dunia ini tidak cukup mengandalkan ilmu kanuragan tapi juga kelicikan dan kecurangan," ujar Dirga.

"Hahaha... Bagus sekali saudara Dirga," ujar Senopati Aji.

"Ketika kalian membodohi aku dan murid - muridku, kalian minta aku untuk diam dan menerimanya dengan segala alasan. Sekarang aku membodohi kalian dan kalian berontak!!!" sentak Dirga.

"Jika kalian berani mengambilnya, silahkan hadapi aku bersama pusaka ini. Aku pastikan kalian tidak akan bersisa belulang sekalipun. Hahaha!!!" imbuh Dirga.