Pemandangan alam terbuka dengan sunset mentari mengelilingi cafe tersebut. Suara angin malam saling bersahutan, daun-daun bergoyang bersamaan. Ranting pohon patah, air mengalir sesuai aliran sungainya.
Sebelum ke tempat indah ini, Afka menyempatkan ke Mall terlebih dahulu untuk membelikan Ghirel hoodie berwarna mocca dan celana jeans berwarna hitam agar gadis itu tidak mengenakan seragam sekolahnya. Mereka juga memutuskan untuk mematikan teleponnya masing-masing agar tak terganggu oleh Bunda maupun Papah Zyan yang akhir-akhir ini meneror Afka menyuruhnya untuk pulang.
"Cantik banget tempatnya, kamu pasti sering bawa pacar kamu yang lain ke sini." kata Ghirel. Mata gadis itu berbinar-binar menatap pemandangan indah di depannya.
"Cuman satu cewek yang pernah aku bawa kesini selain kamu," balas Afka. Jika Ghirel sibuk menikmati pemandangan alam, Afka sibuk menikmati wajah cantik kekasihnya. Dia mengagumi wajah yang cantik natural tanpa polesan make up tebal.
Ghirel menoleh, memergoki Afka yang tengah memperhatikannya. "Aku jelek banget ya? Aku belum pakai bedak sama lip balm."
Afka tertawa kecil, "kamu sangat cantik sampai aku gak pernah bosen buat ngeliatnya."
"Ternyata mata kamu masih bener," kata Ghirel.
"Giliran di puji malah percaya diri,dasar cewek!" Afka mencubit pipi Ghirel hingga memerah.
"Kalau aku aja gak percaya sama diri aku sendiri, terus gimana orang lain bisa percaya sama aku?" protes Ghirel. Baginya kepercayaan diri itu sangat penting meskipun dia sering kehilangannya.
"Udah mulai pinter jawab ya princess," balas Afka.
"Princess?" tanya Ghirel, tumben sekali kekasihnya memanggil dengan sebutan manis.
"Iya, kamu kayak princess. Manja sama cengeng," jawab Afka.
"Kapan aku manja?" Ghirel tidak terima.
"Setiap kamu kelaparan kamu manja sama aku!" kata Afka. Ghirel seperti orang yang berbeda saat merasa lapar. Gadis itu selalu manja kepada orang-orang terdekatnya, kadang jika tak kunjung menemukan makanan maka moodnya akan turun drastis. Sasaran dari mood hancurnya tak hanya sahabat atau kekasihnya tetapi juga ke orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya.
Tiba-tiba kepala Ghirel terasa sakit, rasanya seperti ada batu yang dihantamkan ke kepalanya dengan sangat keras. Afka yang melihat tersebut merasa panik, dia segera mendekati Ghirel dan membawa gadis tersebut kedalam pelukannya. Pengunjung cafe di sana mulai memperhatikan Ghirel yang merintih kesakitan.
"Aw, kepala aku sakit banget..." rintih Ghirel sembari memegangi kepalanya.
"Kamu kenapa? Aku telponin ambulans ya!" Afka mencari ponselnya dan berniat untuk menelfon ambulans, tetapi Ghirel menghentikan hal tersebut.
Nafas gadis itu terlihat gusar, "Afka ada yang aneh sama aku. Aku ngerasa pernah dipanggil princess."
Afka tertegun. Tubuhnya diam membeku, tangannya mengepal erat. Dia tidak rela jika Ghirel mengetahui semuanya sekarang, dia tidak bisa kehilangan Ghirel sekarang. Dosanya belum ia tebus sepenuhnya.
"Itu perasaannya kamu aja kali," kata Afka.
"Maaf ya aku malu-maluin," Ghirel menghela nafasnya kasar lalu menatap sekitar yang memperhatikannya. Dia menundukkan kepalanya meminta maaf.
"Emang kapan kamu pemalu?" ejek Afka.
Ghirel memukul lengan Afka, "romantis dikit kek, dasar buaya."
"Loh, kalau aku romantis malah aku tambah kayak buaya dong!" protes Afka tak terima.
Ghirel memutar bola matanya kesal, "emang selama ini kamu gak ngerasa kalau kamu buaya?"
Afka hanya cengengesan tidak jelas.
"Oya Af, cewek yang pernah kamu bawa ke sini siapa? Pasti spesial banget ya?" tanya Ghirel setelah mengingat apa yang Afka katakan beberapa saat yang lalu.
"Iya, dia spesial banget buat aku. Saking spesialnya sampai ada tempat tersendiri di hati aku buat dia," jawab Afka sembari memegangi dada kirinya.
"Kristal ya?" tanya Ghirel. Mata Afka berubah dingin setelah mendengar nama itu keluar dari bibir Ghirel. Kristal mengingatkannya terhadap wanita yang ia benci. Wanita yang merusak kehidupannya dulu.
Afka menggeleng cepat tanpa berpikir panjang seakan menegaskan kepada Ghirel bahwa Kristal tidak penting.
"Terus siapa lagi cewek istimewa kamu selain dia, bahkan kalian mau tunangan." Ghirel menundukkan kepalanya.
Afka terkejut mendengarnya, ternyata Ghirel sudah mengetahui hal tersebut diluar dugaannya,"Kamu udah tau itu? dari siapa?"
"Papah kamu," jawab Ghirel dengan senyum terpaksa.
"Kapan kalian ketemu?" tanya Afka. Suaranya tak sehalus tadi, sekarang agak tegas. Sepertinya Afka tidak suka apabila Ghirel bertemu ayahnya.
"Waktu sidang kasus sama Kristal, papah kamu yang belain aku. Aku kira itu disuruh kamu," kata Ghirel. Dia takut untuk bertatap muka dengan Afka.
"Dia gak ngomong macem-macem kan?" tanya Afka ragu. Laki-laki itu takut Ghirel akan curiga kepadanya.
"Cuman ngomong tentang perjodohan kamu doang kok, gak lebih." jawab Ghirel.
***
Setelah insiden antara Afka dengan kedua orang tuanya, Afka lebih memilih tinggal di rumah Fran ketimbang harus tinggal sendirian di apartemen pribadinya. Dia juga masih butuh orang untuk memasakkannya makanan bergizi agar dapat menjalani hari sebaik-baiknya. Meskipun Afka terlihat seperti anak nakal, diluar itu dia sangat pemilih dalam hal makanan. Dia tidak suka junkfood dan lebih memilih masakan rumahan. Dibanding makan di kedai chicken yang terkenal, dia lebih memilih makan nasi padang di pinggir jalan.
"Heh anak pungut, enak banget lo ngerusuhin lemari gue sampai gak berbentuk!"protes Fran sambil melemparkan bantal sofa kepada Afka yang berada di atas kasurnya.
"Tamu adalah Raja," jawab Afka dingin.
"Lo ngerasa tamu kan? udah sono tidur di kamar tamu!" kesal Fran. Sedari tadi mereka hanya berdebat mengenai siapa yang harus tidur di kamar tamu yang letaknya di pojokan rumah tiga lantai yang ditempati oleh Fran sekeluarga.
"Heh kita sahabatan dari rahim, seenaknya bilang gue tamu!" protes Afka.
"Emak kita gak saling kenal, yang saling kenal bapak kita. Lo tinggal di rahim bapak lo atau gimana sampai kenal gue." kata Fran.
Laki-laki yang baru saja menyemir rambutnya berwarna coklat terang itu tak mendapat respon apapun dari Afka yang asik bermain hp. Entah sudah berapa jam Afka sibuk dengan game online yang dimainkannya.
"Doi lo gak pada marah kalau lo main game?" tanya Fran sambil merebahkan dirinya di sebelah Afka.
"Ngapain lo tidur di samping gue?" Afka tidak terima saat Fran dekat-dekat dengannya.
"Ya kali gue mau perkosa lo, liat lo aja gue udah pengen muntah!" Fran mulai mengoceh.
"Takut gue sama lo, bisa-bisanya seumur hidup gak pernah pacaran." kata Afka membuat Fran tersinggung.
Memang Fran tidak pernah ada niatan untuk memiliki seorang kekasih. Karena bagi dia itu akan membuat hidupnya rumit, memikirkan dia harus mengantar jemput kekasihnya saja membuat Fran sakit kepala.
"Gue tetap aja enggak gay, oke?" kata Fran.
"Lo gak laku atau gimana sih? mau gue kasih pacar atau gimana? koleksi gue banyak banget nih sampai tumpeh-tumpeh," kata Afka dengan mata fokus pada game online nya.
"Mau dong satu, Ghirel tapi yaa..."Afka langsung mengubah pandangannya. Dia menatap Fran dengan tatapan tajam seakan ingin membunuh.
"Lo lupa perjuangan gue buat dia sebanyak apa? tega lo mau ngambil dia gitu aja?"protes Afka tidak terima.
"Awalnya dia juga mau lo jadiin mainan kan,"kata Fran.
"Iya, awalnya gitu. Tapi ternyata hati gue tau kemana dia harus pulang," Afka memegangi dada sebelah kirinya dan berakting seakan-akan sakit.
"Lebay lo, terus gimana? Dia udah ingat sama lo?" tanya Fran lagi.