Chereads / Greentea Latte / Chapter 41 - -41- Dejavu

Chapter 41 - -41- Dejavu

"Selamat malam Dokter Saras,"sapa Afka sambil menjabat tangan wanita berusia 30 an akhir dengan hijab berwarna hitam dan bibir tebal yang dipoles lipmatte berwarna rose. Dokter Saras tersenyum,dia melirik gadis di sebelah Afka yang terlihat sangat cantik dan imut. Rambut pendeknya terlihat rapi tanpa poni. Menyadari hal tersebut,Ghirel segera menjabat tangan Dokter Saras yang sejak tadi sudah terulur.

"Aku Ghirel,biasa dipanggil Jie!"Ghirel memperkenalkan dirinya.

"Saya Saras,"balas Saras.

Ghirel merasa gugup saat ini,dia takut mengatakan yang tidak-tidak saat sedang menjalankan terapi nantinya. Rasa gugupnya membuat kandung kemih Ghirel kontraksi,gadis itu akhirnya ijin ke kamar mandi meninggalkan Afka dan Saras berdua.

"Dia tumbuh menjadi gadis yang cantik,"kata Saras.

Afka mengangguk menatap punggung Ghirel yang semakin menjauh.

"Lakukan seperti yang pernah kamu lakukan dulu!"pinta Afka.

Saras menatap wajah gusar milik Afka,dia menyadari bahwa Afka juga gugup takut jika gadis itu mendapatkan ingatannya kembali mengingat ini adalah salah satu tempat yang pernah dikunjunginya. Katakanlah Afka bodoh karena mengunjungi beberapa tempat yang menjadi kenangan mereka dahulu kala. Setelah kejadian di Cafe waktu itu,Afka langsung tertampar oleh keadaan bahwa dia tak boleh membiarkan Ghirel ke tempat-tempat yang pernah bersanding di ingatannya.

"Kau membawanya ke sini dengan alasan apa?"tanya Saras.

"Menyembuhkan traumanya,"jawab Afka.

"Ehm sepertinya itu alasan yang sama seperti dulu,"kata Saras.

//Flashback//

Hujan sepertinya akan turun,satu persatu air mulai turun dalam jumlah sedikit. Gerimis namanya. Ia luruh bersamaan gemuruh yang bersahutan. Orang-orang berlalu lalang menyebrangi trotoar dengan payung di tangannya. Laki-laki bermarga Fedrick yang terbalut kaos hitam kesayangannya tengah memandangi sekitar dari dalam mobil.

Alunan musik pop dengan lagu celengan rindu mengalun indah dengan sopan masuk ke telinganya. Tak terasa lampu merah berubah menjadi hijau,Afka menginjak gas nya hingga tak menyadari ada seorang gadis yang tengah berlari di tengah jalan yang sedang ramai. Mobilnya terasa menabrak sesuatu,Afka segera turun dan melihat gadis dengan rambut pendek sedang terbaring kesakitan memegangi lututnya yang penuh darah.

"Sorry banget, gue gak liat lo nyebrang."Afka meminta maaf sambil membantu gadis itu berdiri dan membawanya ke tepi jalan.

"Gue gak papa kok,"kata gadis itu.

Afka dapat melihat bahwa gadis itu menahan rasa sakitnya.

"Ke rumah sakit dulu ya? Gue harus bertanggung jawab setidaknya,"tawar Afka.

Gadis itu hanya mengangguk dan mengikuti Afka memasuki mobil merah milik laki-laki itu.

"Maaf gue jadi ngotorin mobil lo,"gadis itu meminta maaf sambil mencoba membersihkan pakaiannya yang sedikit basah dan kotor di beberapa bagian.

"It's oke,"kata Afka membuat gadis itu tersenyum. Ternyata laki-laki di sampingnya bukan orang kaya yang gila hormat.

Setelahnya hanya hening yang ada. Masing-masing sedang bergelut dengan pikirannya sendiri. Afka yang merasa suasana semakin canggung akhirnya mulai mencari topik.

"Lo tadi buru-buru?"tanya Afka.

Gadis itu mengangguk,"adik gue masuk rumah sakit."

"Kebetulan banget dong,"kata Afka.

Gadis itu hanya tertawa kecil karena ketahuan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Oh lo sengaja ya jangan-jangan?"telisik Afka.

Gadis itu menggeleng dengan cepat. Dia benar-benar tidak ada niat untuk membuat dirinya sendiri celaka hanya demi tumpangan semata.

"Enggak lah! Mana ada orang sengaja bikin dirinya dia terluka?"protes Gadis itu.

Afka mengendikkan bahunya,"orang-orang yang bertahan di hubungan toxic adalah mereka ya sengaja membuat dirinya terus terluka."

Gadis itu tak tau tentang hal percintaan,dia tak ada minat untuk mencintai laki-laki lain. Ayahnya memperlakukan dia dengan sangat baik bagaikan princess kerajaan,jadi dia tak membutuhkan laki-laki selain ayahnya.

"Lo masih smp tapi udah naik mobil aja,"sindir gadis itu saat melihat jas sekolah milik Afka yang tergeletak di kursi belakang.

"Gak apa-apa selagi gak ngutang,"balas Afka.

"Nama lo Afka?"tanya gadis itu.

Afka hanya mengangguk,sudah pasti gadis itu membaca nametag yang melekat pada jas sekolahnya.

"Nama gue Ghirel,lo bisa panggil gue Jie!"kata Ghirel sambil terdiam.

Afka menghentikan mobilnya secara mendadak. Matanya membelalak terkejut hingga hampir loncat dari tempatnya. Dunianya seakan berhenti berputar detik itu juga. Gravitasi seakan menariknya dengan kuat hingga tak dapat bergerak sedikitpun. Hatinya bimbang,jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya.

Sedangkan Ghirel hanya terdiam menatap tingkah aneh laki-laki di sampingnya. Untung saja ini jalanan sepi sehingga mereka tak menimbulkan masalah lalu lintas. Meski begitu,Ghirel sempat terkejut tadi.

"Lo kenapa?"tanya Ghirel setelah melihat Afka lebih tenang.

"Lo gak kenal gue?"bukannya menjawab,Afka malah bertany balik kepadanya.

Ghirel hendak menjawab sebelum matanya menatap taxi yang sangat ia kenali. Itu taxi milik ayahnya. Mata gadis itu langsung berbinar senang begitu melihat sekelebat wajah ayahnya dari jendela taxi yang ada.

"Sampai sini aja,makasih ya udah anterin gue."Ghirel melepaskan sabuk pengamannya berniat menyusul Ayahnya. Tetapi tangan Ghirel langsung ditarik Afka seakan tak rela Ghirel pergi darinya.

"Lo beneran gak kenal gue?"tanya Afka.

Ghirel tak paham dengan pertanyaan Afka,dia mengernyitkan keningnya berusaha mengingat orang-orang yang ia kenal. Tetapi hasilnya nihil,tak ada satupun diantara mereka yang berwajah sama dengan laki-laki di depannya.

Gadis itu melepaskan diri dan berlari menyebrangi jalan menuju ayahnya. Matanya berbinar dengan bulan sabit terbentuk di kedua mata dan bibirnya. Rambut pendeknya terbawa hembusan angin.

"Ayah!"teriak Ghirel sambil melambaikan tangannya berkali-kali berharap ayahnya mendengar teriakan Ghirel. Tetapi itu tak berjalan mulus,ayahnya tak mendengar teriakan Ghirel.

Hingga mata berbinar itu berubah menjadi lesu,dan satu detik kemudian taxi milik ayahnya tiba-tiba jalan dan mengebut menabrak masuk ke dalam toko Cahaya Pelangi. Dia melihat kematian ayahnya sendiri dengan mata telanjang.

***

Ghirel telah selesai dengan urusannya di kamar mandi. Dia menemui Afka dan Dokter Saras kembali. Mereka masuk ke sebuah ruangan yang terlihat cukup luas dengan dua buah kursi santai berwarna putih yang diletakkan secara berhadapan. Di samping kedua kursi itu,terdapat sebuah meja kaca dengan ukuran sedang.

Ghirel dipersilahkan untuk duduk di salah satu kursi tersebut diikuti oleh Dokter Saras. Sedangkan Afka duduk di sebuah sofa yang terletak tak jauh dari tempat keduanya duduk.

"Trauma apa yang kamu miliki?"tanya Dokter Saras.

Ghirel sedikit gemetar sebelum menceritakannya. Terlihat sekali gadis itu sedang ketakutan.

"Tidak apa-apa jika kamu tak bisa memceritakannya. Afka sudah mengatakan semuanya kepada saya,sekarang kamu harus relax terlebih dahulu agar metode ini dapat berhasil."kata Dokter Saras.

Ghirel mengangguk dan mencoba menenangkan tubuhnya dan membuat ia senyaman mungkin. Tiba-tiba dia merasa seperti dejavu. Rasanya dia pernah melakukan hal ini.

"Sebentar Dok,sepertinya aku pernah ke tempat ini."