Pohon-pohon rindang bergoyang mengikuti naluri alami. Angin menghantarkan udara sejuk di tengah panasnya matahari yang terasa menyengat. Suara jangkrik tak henti-hentinya mendominasi. Hamparan tanah luas terlihat lengang dengan gundukan tamah yang tersusun rapi di sana.
Lagi-lagi tempat ini mengantarkan kisah menyedihkan pada diri Afka. Satu persatu orang yang dia sayang kembali ke tuhannya. Afka tidak munafik. Dia marah, merasa dunia tidak adil. Dosa menutupi kejahatan ibunya seakan terus mengantarkan karma tanpa henti pada dirinya.
Angin melewatinya, mengibaskan rambutnya yang mulai memanjang. Pemuda itu berjongkok di sebelah batu nisan istrinya. Nama Ghirel Sananta ada di sana, di samping bunga mawar kesukaan gadis itu.
"Apa kamu sudah di surga sekarang?" Suara Afka terdengar memilukan. Dia mengusap batu nisan tersebut dengan lembut, seperti sedang mengusap wajah Ghirel.