Setelah mengatakan hal itu, Rira hanya diam dan bingung kenapa dia tahu Lyra? dan Meliosa. Neko langsung berjalan mendekati mereka berdua dan bicara terus terang.
"Kak, ehhh maksudku pengawalku Lyra sudah mati 14 tahun yang lalu." jelas Neko.
Nero memang sudah tahu soal itu, "Tapi kenapa perempuan ini sangat mirip dengan Lyra?" pikirnya. Nero mengulurkan tangan-nya untuk berjabat tangan sebagai tanda saling berkenalan.
"Tidak usah berjabat tangan dan maaf aku lupa memberi tahu kalian berdua soal namaku.. namaku Rira..oh iya, kalian tahu Meliosa dari mana?"
Nero menyentuh kedua tangan Rira dan terus bertanya kepada Rira dan mengabaikan pertanyaan yang di tanyakan Rira.
"Rira kau berasal dari mana, lahir di mana, siapa nama keluargamu, lalu kenapa namamu itu Rira?" Nero terus mendesak Rira.
"Aku dari desa ini, lahir di rumah mungkin, nama keluargaku tidak tahu, namaku Rira itu entah dari mana asalnya aku juga tidak tahu?" jawab Rira.
"Dan juga berapa umurmu dan kenapa kau perempuan pakai celana?" desak Nero.
Neko yang melihat Nero mendesak Rira untuk menjawab pertanyaan-nya.
Akhirnya dia pusing dan memutuskan untuk menendang kepala Nero meskipun dia lebih pendek darinya.
"Aaaaaduuuh, beraninya kau menendang kepala kakakmu sendiri!!" Nero kesal sambil memegangi kepalanya setelah Neko tendang.
Setelah melihat perilaku mereka berdua Rira tersenyum dengan sedikit tertawa. Namun, Neko tiba-tiba menjadi gelisah dan menunjukkan ke arah barat.
"Kak, ada kebakaran di desa sana!!" Sambil menunjuk tempat kebakaran yang terjadi.
Nero merasa kalau Neko itu berbohong sebagai bukti dia salah menunjukkan tempat terjadinya kebakaran, yang asli berada di sebelah barat laut.
Neko kemudian sedikit mengeser arah yang di tunjukkan kebakaran tadi sedikit ke arah barat laut dan bilang, "Ada kebakaran di sana!!"
"Telat." Nero sedikit mengejek Neko.
Setelah mendengar ada kebakaran dari barat laut, Rira melihat asap hitam itu berasal dari barat laut dan tidak lain tempat itu adalah desanya yang membuatnya langsung berlari pulang ke desa dengan wajah khawatir.
Tentu saja Neko dan Nero ikut karena mereka memiliki tugas untuk membawa Rira ke kerajaan ketiga meskipun mereka sendiri menolak untuk melakukan hal itu.
Saat sampai di desa, mereka bertiga melihat api di mana-mana dan bukan itu saja seluruh penduduk di desa tersebut telah meninggal tidak terkecuali anak-anak panti asuhan Rira karena ada banyak bergelimpangan mayat dari anak-anak panti yang di bunuh dengan sadis.
"Kejam, kakak siapa yang berbuat hal seperti ini?" tanya Neko sambil melihat ke sekeliling.
"Jangan tanya aku!" suara Nero seperti sangat marah.
Nero tidak tinggal diam dan mulai berkeliling desa untuk menemukan pelaku tersebut. Dan Neko pergi mencari penduduk yang masih bertahan hidup.
Dan Rira pergi menuju ke pantinya, setelah sampai Rira melihat kobaran api yang menghanguskan bangunan panti tersebut.
Rira terus menatap panti asuhannya, Rira terlihat senang dan bahkan tersenyum. Perasaan yang di rasakan Rira terasa berbeda, bukanya dia sedih melainkan gembira atau senang. Harapan Rira seakan lenyap begitu saja.
Rira tertawa dan tersenyum lebar seakan-akan bukan Rira melainkan orang lain, setelah puas tertawa dan tersenyum Rira murung dan sedih atas kejadian yang menimpa pantinya dan desanya.
Saat ingin pergi dari depan panti Rira terdiam sesaat untuk melihat pantinya untuk terakhir kalinya. Saat sedang menatap panti asuhannya,
Terdengar suara seorang Ibu di panti tersebut yang membuat Rira tanpa pikir panjang dia langsung masuk ke kobaran api tersebut.
Sedangkan Nero terus berlari mengelilingi desa tersebut tanpa henti. Lalu Neko memasuki beberapa rumah yang masih berdiri meskipun sudah terlahap api.
Neko melihat banyak darah di ruang tamu dan beberapa perabotan rumah itu terlihat banyak bercakan darah. Neko tanpa pikir panjang segera meninggalkan rumah itu karena sebentar lagi rumah yang Neko masuki saat ini akan runtuh.
Neko segera kembali ke tempat Rira berada sebelum terjadi apa-apa kepadanya. Jika terjadi sesuatu kepada Rira, Neko merasakan sesuatu yang sangat buruk tapi dia tidak tahu apa itu.
Kembali ke Rira...
Rira terus berkeliling untuk mencari sumber suara itu meskipun dia kesulitan bernapas dan merasa tubuhnya terbakar.
Kobaran api itu menghanguskan semua barang-barang yang ada di panti lalu Rira tidak sengaja melewati kamar pengurus panti yang lain kecuali kamar Mama Zera karena kamar Mama Zera terpisah dari pengurus panti lainnya.
Rira membuka pintu kamar itu lalu masuk ke dalam dengan pelan-pelan. Beberapa barang seperti bantal, meja, kursi, dan lain-lain terlihat sedang terbakar oleh api yang masuk ke dalam kamar.
Namun, terdengar suara alunan musik yang sangat indah di antara barang-barang yang sedang terbakar itu. Karena penasaran Rira mencari benda yang sedang berbunyi itu,
Suara itu perlahan-lahan mulai menghilang yang membuat Rira panik karena takut akan kehilangan benda bersuara itu.
Jalan keluar atau pintu keluar dari kamar itu, mulai terbakar jika sudah terbakar maka Rira tidak bisa keluar dari sana. Dengan terpaksa Rira keluar dari kamar itu dengan berlari,
Namun, atap kamarnya runtuh yang membuat Rira harus menghindar dan meloncat saat akan menuju ke pintu keluar. Rira meloncat harimau untuk melewati kayu yang berada di depannya dan akhirnya dia berhasil keluar.
Rira kembali mendengar suara 'minta tolong' dan Rira menemukan suara itu di kamarnya sendiri dan orang itu adalah Ibu dari panti asuhan yaitu Mama Zera. Dia minta tolong untuk di selamatkan oleh Rira.
Rira sempat ragu untuk menyelamatkannya namun dia memukul wajahnya untuk menyadarkannya. Rira segera menolong Mama Zera..
"Kau benar-benar anak yang baik." Puji mama Zera.
"Ini bukan apa-apa." Rira senang karena Mama Zera masih bisa selamat.
Saat keluar dari kamar Rira, Mama Zera menusuk Rira menggunakan pisau dapur yang membuat Rira kesakitan dan memuntahkan darah karena pisau itu sangat tajam.
"Aku tidak ingin di selamatkan oleh mu!! dan kau sangat mudah di tipu." Mama Zera langsung pergi meninggalkan Rira yang terluka.
"Manusia itu tidak pantas di tolong Rira." suara Lyra di pikiran Rira.
Rira pun terjatuh karena pisau yang ditusuk oleh Mama Zera memiliki racun yang sangat mematikan, membuat kesadaran Rira menghilang, sakit yang luar biasa, dan detak jantung Rira yang akan berhenti seketika.
"Rira... aku tidak bisa membiarkan kau mati, manusia itu tadi tidak perlu khawatir, karena aku akan membunuhnya sebagai tanda terima kasihku karena sudah mau berteman denganku untuk kedua kalinya." Lyra tersenyum bahagia.
Di luar panti terlihat Nero yang terus berlari untuk mencari dalang dari pembantaian desa ini, jika Nero menemukan dalang tersebut dia pasti akan bertanya siapa namanya.
Neko terus berlari sambil melihat ke belakang karena takut ada yang mengejarnya saat dia sedang berlari.
"Sudah saatnya aku turun tangan!" Lyra terlihat senang.