Chereads / Menikahi Putri Mafia / Chapter 41 - Bertemu Rachel

Chapter 41 - Bertemu Rachel

Venda terdiam sejenak mencoba mencerna apa maksud pertanyaan Merlin. Tidak lama kemudian menjawab pertanyaan Merlin dengan bijak berusaha tidak menciptakan masalah lain yang timbul karenanya.

"Me-memang Judy yang memintaku untuk kembali Yah, tapi aku tidak mempermasalahkannya. Kami bisa berbulan madu lagi nanti. Tidak usah dibesar-besarkan. Lagi pula, aku sudah sangat merindukan Ayah dan Mama mertua," jawab Venda sembari tersenyum meyakinkan Merlin untuk percaya kepada perkataannya.

Merlin mengernyitkan keningnya terlihat sedikit tidak percaya. Elena yang melihat reaksi sang suami sontak menggenggam erat punggung tangan sang suami. Segera melontarkan kalimat menenangkan untuk sang suami dari bibir merahnya.

"Sayang, Judy dan Venda sudah dewasa dan mereka sudah menikah. Kapan pun mereka butuh berlibur, mereka akan melakukannya dengan mudah. Kamu tidak usah mengkhawatirkan dan malu kepada besan kita. Mereka tulus menyerahkan hidup Venda kepada Judy juga pasti karena mereka yakin anak kita akan membahagiakannya," tutur Elena lembut seraya tersenyum.

"Begitukah?" sahut Merlin.

Elena mengangguk dengan air muka berbinar. Merlin mengangguk mengerti. Elena berkedip memberi kode "tidak ada yang perlu dikhawatirkan" kepada Judy dan Venda yang langsung membalasnya dengan kedua sudut bibir yang terangkat, tersenyum.

Merlin menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan. Memandang haru wajah pasangan pengantin baru itu, setelahnya memandang ke wajah putri bungsu dan keempat mafia binaannya.

"Ya, mungkin aturan mafia yang kubuat sedikit kuno. Nanti akan kuperbaiki," jawab Merlin teringat akan buku panduan menjadi seorang mafia yang disusunnya. Pria tua itu lalu mengalihkan pembicaraannya, bertanya hal lain kepada Judy, "Anakku, apa kedua orang tua Venda tahu mengenai penyerangan yang terjadi kepada kalian?"

"Tidak, Ayah. Papa dan Mama Venda belum mengetahuinya. Kami sengaja merahasiakan hal itu dari mereka. Ayah tahu sendiri kalau mereka kadang bergerak dengan tergesa-gesa. Aku takut, kita hanya menuduh tanpa ada bukti."

"Tapi pasti kalian mempunyai pandangan terhadap sekelompok orang yang kalian curigai." Merlin melirik tajam Judy dan Antony bergantian. Antony menelan ludahnya, teringat akan sikap Merlin yang tiba-tiba mengabaikannya kemarin sampai dengan saat ini. Dia tidak berani memotong pembicaraan ayah dan anak itu.

"Ayah, sebenarnya kami belum tahu siapa yang melakukannya, tapi kecurigaan kami mengarah kepada organisasi The Fog Shadow. Mengingat mereka salah satu pembeli senjata ilegal Mer Corp," jawab Judy terdiam sejenak lalu meneruskan perkataannya, "berdasarkan nomor seri peluru juga kami menyimpulkan bahwa benda itu adalah produk terbaru tahun ini dan yang cukup sering membelinya adalah organisasi itu. Venda juga curiga karena mereka hanyalah sekelompok mafia kecil. Mafia besar tidak akan seceroboh itu menembakkan senjata mereka kepada anak dan menantu dari seorang pemasok senjata, kecuali jika mereka terang-terangan ingin mencari masalah."

"Ayah mengerti. Kemarin ju—" Merlin tidak jadi meneruskan perkataannya karena Redita segera memotongnya.

"Ayah, sebaiknya kita makan dulu. Masalah The Fog Shadow dan lainnya bisa kalian bicarakan lagi di mansion. Aku sudah lapar, begitupun Kakak Ipar dan yang lainnya," ucap Redita menyela seraya melirik menu berbagai makanan yang sudah tersaji lengkap di atas meja.

Mendengar ucapan putri satu-satunya, Merlin pun membungkam mulutnya. Tidak lama kemudian, membuka acara makan siang itu dan berdoa bersama.

Antony yang sedari tadi diam tiba-tiba saja bangkit dari duduknya, hendak pergi menuju toilet.

"Mau ke mana, An?" tanya Aron yang duduk di sampingnya.

"Toilet."

Aron tidak bertanya lagi, membiarkan Antony pergi. Sosok pria itu berjalan tegap ke toilet pria. Sekitar lima menit kemudian ia keluar dari sana. Bersamaan dengan itu, seorang wanita cantik berambut panjang coklat tua dengan tinggi semampai juga terlihat keluar dari toilet perempuan berbarengan dengan dirinya. Seketika pandangan pria itu beralih ke samping kanannya.

"Rachel," ucapnya lirih. Kedua alisnya hampir bertautan terkejut melihat sosok wanita itu lagi di dekatnya.

Wanita itu menoleh ke samping kirinya, melihat sosok yang kemarin sempat ia hubungi karena terlalu merindukannya. Dia ikut terkejut. Sebuah kebetulan yang ia rindukan kini ada di dekatnya.

"Antony," panggilnya lirih. Dia menatap Antony dengan senyuman yang paling manis yang ia miliki.

Rachel sontak memutar tubuhnya sembilan puluh derajat melangkah mendekati Antony. Tanpa aba-aba memeluk tubuh pria gagah itu.

"Aku merindukanmu. Tidak bisakah kita kembali lagi seperti dulu, An?" tanyaya lirih. Wajahnya tenggelam dalam dada bidang pria tampan itu.

Antony menghela napas panjang. Tidak menjawab pertanyaan wanita itu. Pelukan Rachel pun tidak dibalasnya. Kedua tangan Antony masih berada pada sikap berdiri sempurna, walau tiba-tiba saja ia merasakan sedikit kehangatan yang muncul di hatinya. Kerinduan yang terpendam terasa memenuhi hatinya.

Antony segera tersadar, Rachel bukanlah miliknya lagi. Dia memegang bahu Rachel dan mendorongnya pelan. Memaksa wanita itu untuk segera melepaskan pelukannya.

"Jangan paksa aku untuk melepas pelukan ini. Kamu hanya milikku. Aku tidak bahagia, An. Hanya kamu kebahagiaanku," tolak Rachel makin mengeratkan pelukannya pada tubuh kekar Antony.

"Hei, kamu sudah bersuami. Bagaimana jika ia melihat perangai istrinya seperti ini?" Antony memperingati.

"Biar saja. Biar kamu bisa membawaku pergi jauh darinya," sahutnya manja. Tiba-tiba saja meneteskan air matanya hingga membasahi jaket hitam sang mafia.

"Rachel, jangan seperti ini." Antony memaksa Rachel melepaskan pelukannya hingga benar-benar terlepas.

Wanita itu tertunduk malu, lalu mendongak dan menyeka air matanya. Dia menatap Antony dengan raut wajah penuh selidik. "Apa sudah ada wanita lain?"

"Maksudmu?"

"Yang aku tahu, Antony-ku tidak seperti ini. Dia sangat mencintai seorang Rachel," katanya.

"Apa yang kamu inginkan Rachel?" Antony balas menatap Rachel dingin.

Wanita itu tersenyum kecil dengan kaki sedikit berjinjit dan wajah mendekat ke wajah pria tampan itu. Sebuah ciuman mendarat di bibir merah muda alami Antony. Rachel membelai lembut bibir pria itu dan melingkarkan tangan lentiknya di leher Antony. Melumat bibir Antony penuh hasrat. Memaksa pria itu melakukan hal yang sama.

***

Sementara itu di meja restoran, keluarga besar Merlin termasuk keempat mafia sedang menikmati makan siangnya. Judy menoleh kepada Redita lalu bertanya, "Mana Antony?"

"Kakak bertanya padaku?"

"Ya, menurutmu?"

Aron sontak menyela, "Dia pergi ke toilet tadi."

"Makanannya hampir dingin. Bisakah kau susul ke sana, Ron?" perintah Judy.

Belum sempat Aron menjawab, Redita menyela, "Biar aku saja!"

"Nona ...." Aron sontak menengok kepada Redita, merasa tidak enak. "Biar saya saja, Nona."

"Tidak. Teruskan saja makanmu, Ron." Radita bangkit dari duduknya.

Redita berjalan ke arah toilet. Belum sampai di depan pintunya, seketika langkah wanita itu terhenti. Terkesiap melihat pemandangan di depannya. Antony sedang berciuman dengan seorang wanita.

"Antony ...," ucapnya lirih.

Redita buru-buru membalik tubuhnya bersiap pergi dari tempat itu. Jantungnya berdetak cepat terasa bergemuruh tidak beraturan. Napasnya tiba-tiba saja terasa sesak. Apa yang terjadi pada dirinya? Dia pun tidak mengerti.