Antony terus menggenggam tangan Nona Mudanya berjalan mendekat meja khusus Nancy yang terletak tidak jauh dari tengah aula. Terlihat sang aktris senior—Nancy duduk di sana mengobrol bersama sepasang suami istri. Mereka terlihat sangat akrab.
Sang suami—Edwin tidak terlihat duduk bersama mereka. Dia sedang menjamu salah seorang tamu penting tidak jauh dari meja khusus sang empu acara. Silvia mempercepat langkahnya hingga berhasil menyusul berjalan beriringan dengan Antony dan Redita, membawa mereka menemui sang Ibu kandung.
"Mama, Redita sudah datang!" serunya dengan senyum mengembang.
Nancy menghentikan obrolannya, mendongak melihat sosok cantik bergaun merah berpadu jas tuksedo Antony yang masih menempel di bahunya. Di samping Redita, berdiri gagah seorang laki-laki berwajah tampan mengenakan kemeja putih dan dasi kupu-kupunya sebagai aksesoris. Antony memandang sang aktris senior dengan penuh wibawa.
Nancy langsung bangkit dari duduknya menghampiri Redita dan memeluk sejenak. "Dita, apa kabar?" sapanya seraya tersenyum.
"Baik. Apa kabar, Nyonya Bright?" sahut Redita.
"Baik sekali," jawab Nancy. Seketika ia mengerling melihat Antony kemudian menyunggingkan segaris senyuman. "Siapa pria tampan yang berdiri di sampingmu, Sayang?"
Redita melirik sesaat kepada Antony. Pria itu mengangkat bahu mengisyaratkan jika ia harus memainkan perannya. Bagaimanapun tidak ada yang boleh tahu status sebenarnya. Cukup hanya Silvia dan Radit.
Baru saja ingin menjawab, Silvia menyela, "Namanya Antony. Kekasih Redita, Ma."
Redita sontak melirik Silvia. Merasa sedikit miris mendengarnya mengatakan hal itu. Padahal dia tahu kalau Silvia sangat menyukai mantan bodyguardnya. Antony hanya diam seperti biasa. Laki-laki yang sangat dingin seperti tidak tertarik akan hal remeh temeh.
"Wow! Kamu ternyata sudah memiliki kekasih dan dia sangat tampan," puji Nancy.
Mendengar pujian dari Nancy, Redita hanya menyengir serba salah. Sedangkan Antony bergeming tidak merespon seakan sudah sering mendengar kata tampan untuknya.
"Oh iya Dit, yang duduk di sebelah Mama adalah Paman dan Bibiku. Paman Watson dan Bibi Rachel." Silvia tiba-tiba memperkenalkan pasangan suami istri yang duduk di samping ibunya.
Pandangan Antony dan Redita sontak beralih kepada pasangan suami istri itu. Seketika Antony mendelik, terkesiap melihat mereka. Dua orang manusia yang membuatnya tidak ingin mengambil hak liburnya walau untuk sekadar beristirahat dari tugas mafia selama dua bulan ini.
"Rachel? Sedang apa dia di sini? Lalu apa maksud dia tadi siang menyuruhku membawanya kabur dari suaminya? Mereka terlihat sangat cocok dan baik-baik saja," batin Antony.
Suasana menjadi hening sejenak. Antony bergeming, mencoba menguasai hatinya yang meletup-letup tidak karuan rasanya karena baru saja tadi siang Rachel mengajak ia kabur entah ke mana tapi malam ini ia sudah berada di sini bersama sang suami. Berdandan dengan sangat cantik dan bergaun anggun, sangat menggoda.
Rachel menatap kesal Antony yang berdiri di samping Redita. Apa lagi saat mendengar sang keponakan mengenalkan Redita sebagai kekasih Antony. Napasnya tertahan menahan rasa cemburu. Sedangkan Watson terlihat diam saja, tidak berkomentar. Watson segera mengulurkan tangannya, mengajak kedua orang di hadapannya bersalaman.
Redita mengangkat kedua sudut bibirnya tipis, menyambut uluran tangan Watson. "Redita Anjani Laura Darmawan. Panggil saya dengan sebutan Redita saja," katanya.
"Watson Atriedes Blight. Anda bisa memanggil saya dengan sebutan Watson. Senang berkenalan dengan wanita cantik seperti Anda, Nona Muda Darmawan." Watson memperkenalkan dirinya.
Pria tampan seumuran Antony itu meraih tangan Redita lalu mencium punggung tangan wanita cantik itu yang merupakan salah satu cara penghormatan kepada seorang wanita yang dikagumi. Sedangkan Rachel hanya melirik dengan ekspresi datar.
Redita hanya tersenyum kecil. Watson kemudian menoleh kepada Antony. Menatap dengan sorot matanya yang dingin. Menjabat tangan kekar itu dan memperkenalkan diri.
"Watson," katanya dengan sorot mata dingin.
"Antony Juan Bentley," kata Antony tidak kalah dingin menatap Watson. Seakan terjadi sebuah persaingan sengit di antara mereka.
Sementara itu, Redita mengerling menatap Rachel dengan senyuman manis lalu memperkenalkan dirinya dengan cara yang sama seperti memperkenalkan dirinya kepada Watson.
"Rachel Marry Austin. Kau bisa memanggilku Rachel," ucapnya seraya membalas senyum Redita dengan senyuman yang sama. Tidak ada satu orang pun yang tahu kalau saat ini Rachel menyimpan sebuah rasa cemburu kepada Redita
Redita segera melepas jabat tangan itu. Dia tidak menyadari bahwa wanita itu adalah wanita yang sama dengan wanita yang mencium Antony tadi siang. Ya, Redita hanya melihat mereka sekilas.
Tidak lama kemudian, giliran Antony yang berkenalan. Dia memandang wajah Rachel dengan ekspresi datar. Mengulurkan tangannya dan menjabat tangan lentik mantan kekasihnya itu seakan mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya.
"Antony," katanya memperkenalkan diri.
"Rachel," jawab Rachel segera menarik tangannya. Watson melirik curiga tapi ia tidak berkomentar.
Nancy yang masih berada di antara mereka, berkata, "Sudah 'kan, kenalannya? Jika sudah, ayo kita menari!"
Aktris senior itu memberi kode kepada penyanyi dan pemain musik di aula untuk mengganti lagunya menjadi lagu riang. Kemudian mengajak seluruh tamu undangan untuk menari di tengah-tengah. Lampu aula mulai menggelap bergantikan dengan lampu disko yang berkedip-kedip. Menggambarkan suasana riang di dalam pesta itu.
Lagu berirama menggembirakan itu terdengar berdentum-dentum dimainkan dengan sangat sempurna. Membuat siapa pun yang mendengar akan bersemangat dan tergoda untuk menggerakkan tubuh mengikuti alunan musiknya.
Nancy meraih tangan Watson, membawanya ke tengah aula. Mereka mulai menari mengikuti irama lagu. Aksi mereka mulai diikuti oleh beberapa tamu yang mulai menari dengan lincah.
Rachel memandang Antony seketika. Kemudian memberanikan diri meminta izin kepada Redita untuk mengajak sang mantan bodyguard itu menari bersamanya. "Redita, bolehkah Antony menemaniku menari?"
Redita melebarkan bola matanya terkejut mendengar permintaan Rachel. Dia lalu menoleh ke arah Antony yang hanya menatap dingin, sama sekali tidak menjawab.
"Tentu saja boleh. Aku akan meminjamkan kekasihku sampai kakimu pegal, Rachel," katanya tersenyum penuh arti.
"Terima kasih, Redita," jawabnya. Wanita itu segera mengulurkan tangannya di hadapan Antony. Namun, Antony tidak segera menyambutnya. Dia bergeming sejenak, terlihat ragu lalu menoleh Redita dan hanya mendapatkan anggukan kepala Nona Mudanya.
Mereka pun akhirnya berjalan hingga ke tengah aula. Redita mendudukkan tubuhnya di kursi. Menarik napas dalam-dalam dan mengembus kasar, tidak bersemangat. Silvia terlihat khawatir melihat raut wajah sahabatnya. Ia mengetahui kalau ada sesuatu yang sedang mengganggu benak Redita.
"Kamu kenapa, Dit?"
"Radit. Dia belum juga membalas pesanku, Sil. Apa dia sedang marah padaku?" keluh wanita cantik itu.
"Oh .... Baru saja aku ingin menanyakan hal ini. Ke mana dia? Mengapa tidak mendampingimu datang ke pesta?" tanya Silvia lagi. Memandang Redita penuh simpati.
"Aku tidak berhasil merayu Ayah untuk mengatur ulang meeting dengannya kembali karena kemarin dia tidak bisa datang. Ayah malah menyuruhnya mengirim proposal kerja sama lewat email dan akan menyeleksi dengan ketat, sama perlakuannya kepada perusahaan lain yang ingin bekerja sama dengan Mer Corporation," jelas Redita lalu mengacak-acak rambutnya sendiri kesal.
"Haish! Pria itu seperti sedang memanfaatkanmu, Dit. Kamu tahu, dari dulu aku kurang suka padanya. Setampan dan sebaik apa pun dia, kelihatannya dia tidak tulus menjalin hubungan," sahut Silvia.
"Tahu apa kamu, Sil?" balas Redita tidak suka.
"Ck .... Ya sudah kalau tidak percaya. Aku hanya mengingatkan kamu saja agar selalu berhati-hati dalam mengenal seseorang, Dit," timpal Silvia sangat serius.
"Iya, aku akan berhati-hati. Tapi aku yakin sekali kalau dia sangat mencintaiku, Sil." Redita kembali tersenyum.
"Susah kalau berbicara dengan orang yang sedang dimabuk cinta," pungkas Silvia dengan setengah senyuman.
Redita terdiam. Kemudian melihat ke arah Antony dan Rachel yang sedang menari. Terlihat sangat cocok dalam pandangannya.
"Aku merindukan Radit sekarang," batinnya sedih.