Chereads / Menikahi Putri Mafia / Chapter 5 - Acara Reuni Sekolah

Chapter 5 - Acara Reuni Sekolah

Hari Minggu. Hari yang dinanti Redita beberapa hari terakhir ini. Dia selalu bermimpi indah tentang seorang pria yang menemaninya di kala kesepian. Seorang pria tampan yang dekat dengannya akhir-akhir ini. Radit Alex Syailendra namanya. Nama itu selalu terukir indah di dalam hati wanita itu.

Pantulan cermin menunjukkan betapa cantiknya wajah Redita. Bahkan tanpa dandanan yang berlebihan pun dia tampak cantik natural. Gayanya yang khas wanita metropolitan sebenarnya membuat banyak pria mengaguminya tapi setelah mengetahui ia adalah putri bungsu keluarga Merlin Darmawan perlahan mereka mulai menjauh tidak menghiraukan wanita itu lagi.

Polesan lipstick berwarna merah melengkapi penampilan wanita itu. Gaun berwarna senada melekat di tubuhnya yang tinggi semampai. Gaun sepanjang lutut itu memiliki belahan sampai paha, membuat kaki jenjangnya terlihat seksi dan menantang. Rambut panjang sedikit bergelombang berwarna coklat kemerahan pun menambah pesonanya. Redita tersenyum manis di depan cermin.

"Kamu akan segera menjadi milikku, Radit," gumam wanta itu.

Redita mengenakan stiletto beludru berwarna merah setinggi sepuluh sentimeter. Kaki jenjangnya bertambah tinggi, berjalan melangkah keluar dengan suara ketukan langkah stiletto yang selaras dengan gerakan langkahnya. Redita tidak lupa membawa pouch keemasan hadiah ulang tahun pemberian Judy dua bulan lalu yang selalu ia pakai dalam setiap kesempatan. Judy mengatakan bahwa pouch itu khusus dirancang untuknya oleh seorang desainer paling terkenal di bumi ini. Hal itu yang membuat Redita tersenyum-senyum tidak karuan. Kakak kandungnya sangat menyayanginya walaupun ia sudah menikah dengan seorang putri mafia dari negeri seberang sebulan yang lalu dan sekarang masih berbulan madu berkeliling dunia. Redita biasa memanggilnya dengan sebutan Kak Venda.

Lupakan tentang Judy dan Venda. Redita hampir lupa dengan janjinya. Wanita itu melirik arloji emasnya yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Radit sudah berjanji menjemputnya. Dia sudah duduk menunggu di teras mansion bersama dengan Merlin. Sang Ayah mengisap cerutunya perlahan kemudian membuangnya. Asap mengebul di sekeliling teras, membuat Radit terbatuk-batuk tapi Merlin tampaknya tidak peduli. Dia malah mengulangi lagi dan lagi.

"Radit, ayo kita pergi!" suara Redita membuat kedua pria itu menoleh menatap wanita itu bersamaan.

Radit menelan ludahnya melihat penampilan sang putri mafia yang sangat cantik dan memesona. Sebuah senyuman diperlihatkan pria itu. Merlin menoleh ke arah Radit, kemudian ke arah Redita bergantian. Air mukanya tampak geram menatap Redita, sebuah dehaman keluar dari mulutnya.

"Ehem …. Dita anakku, sebaiknya kamu mengganti gaunmu dengan yang lebih sopan. Kamu tidak akan pernah tahu dan tidak akan pernah bisa membedakan mana yang sedang menjadi domba dan mana yang sedang menjadi serigala di masa sekarang ini. Musuh Ayah sangat banyak dan sebaiknya kamu berhati-hati," pesan Merlin kepada sang putri.

Sosok Ayah itu kemudian menoleh ke arah Radit, "Aku harap kau bukan lelaki yang membuat putriku menangis. Setitik luka yang kau berikan pada putriku, satu nyawa yang harus kau bayar, Anak Muda!"

Radit menelan ludahnya mengangguk patuh. Tidak ada satu kata pun keluar dari mulut pria itu. Merlin segera mendorong tubuh Redita dari belakang. Lengan kekar Merlin terentang di kedua pundak belakang putrinya. Dia berbisik kepada sang putri, "Berhati-hatilah pada semua pergaulanmu, Nak. Ganti pakaianmu sekarang. Mamamu sudah menyiapkan gaun hitam tertutup untuk kamu pakai, Sayang."

Mulut Redita sontak mengerucut kesal mendengar penuturan sang Ayah. Namun, ia tidak dapat berkutik. Melawan ayahnya sama saja dengan bunuh diri. Wanita itu menghentakkan kakinya hingga stiletto merah yang ia pakai juga ikut menghentak bumi. Berbunyi dengan nada marah di sana. Dia segera masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian.

Ponsel yang berada di dalam pouch itu tiba-tiba berbunyi. Redita meraih ponselnya, matanya terbelalak melihat nama Silvia di sana. Ia baru ingat bahwa ia sudah kadung janji untuk pergi bersama ke acara reuni. Begitupun dengan Radit, ia berjanji kepadanya untuk pergi bersama juga. Redita mengigit bibir bawahnya cemas. Dia lalu menggulirkan lambang hijau ponsel dan menjawab panggilan itu. Belum sempat ia berkata, Silvia keburu mengomel tidak karuan.

"Dit! Parah banget sih! Kamu sudah berjanji kepadaku untuk pergi bersama tapi kamu juga berjanji pergi dengan lelaki lain tanpa memberi tahuku. Bagaimana ini?!"

"Sil … Sil …. Maaf. Aku bener-bener lupa. Kamu di teras, 'kan? Aku akan mengganti bajuku dulu sebentar. Kita pergi bersama saja. Okay!"

"Tidak mau! Aku marah sama kamu!"

"O-okay! Aku ajak Antony. Kamu jangan marah. Deal?"

"Benarkah?" Suara Silvia melunak.

"Iya. Janji."

"Kalau begitu aku tidak jadi marah. Antony akan menjadi pasanganku di acara reuni." Silvia terkekeh kemudian memutus panggilannya.

Redita menggeleng pelan seraya tersenyum mendengar perkataan sahabatnya yang selalu melunak jika ia menyebut nama Antony. Pengawal utama Redita yang paling tampan di mansion Merlin. Wanita itu segera menelepon Antony. Hanya dalam hitungan dua nada sambung, Antony menjawab panggilan Redita. Pria itu memang selalu sigap jika berkaitan dengan tugasnya. Mungkin jika ada penghargaan di dunia mafia, dia akan mendapatkan banyak penghargaan.

"Halo, Nona," katanya.

"Antony! Ganti pakaian resmimu. Aku akan mengajakmu ke acara reuni sekolahku malam ini. Aku tunggu lima menit lagi. Jika sudah siap, tunggu aku di depan kamarku," perintah Redita.

"Siap, Nona."

Redita memutus teleponnya. Dia mengganti gaunnya dengan gaun hitam sepanjang lutut dengan lengan panjang tertutup. Begitu polos dan tidak menarik baginya. Namun, faktanya memakai pakaian apa pun akan tetap cocok bagi Redita. Dia sangat cantik dan menawan hati.

Begitulah yang dirasakan Antony saat melihat nona mudanya keluar dari kamar. High heels berwarna hitam setinggi sepuluh sentimeter itu menambah kecantikan kaki jenjangnya. Bertolak warna dengan lipstick merah yang menggoda membuat sang pengawal itu menelan ludahnya tapi dia masih bisa menahan hasrat yang berkecamuk di dalam pikirannya.

"Antony, dasimu miring," Redita meraih dasi hitam Antony dan membenarkannya. Antony terpatung patuh membiarkan Redita membenarkan dasinya yang miring.

Setelahnya, dia menatap pria itu dengan dari jarak satu meter sambil mengernyitkan dahi. "Sepertinya ada yang kurang. Sebentar!" katanya lalu masuk kembali ke dalam kamarnya.

Antony masih berdiri di depan kamar Redita, menunggu. Tidak lama kemudian, wanita itu keluar kamar membawa sebuah syal rajut panjang dan melilitkannya di leher Antony. "Karena di luar sudah mulai dingin, aku memakaikanmu syal itu. Sekarang kamu terlihat sangat tampan, Antony. Pantas bila Silvia tergila-gila padamu."

Antony tetap diam tanpa ekspresi. Namun, aliran darahnya berdesir merangkak naik di wajahnya. Malu. Hanya satu kata itu yang berhasil menggambarkan air mukanya dan itu pun bisa dihitung dalam hitungan detik. Warna merah muda itu segera menghilang dari wajahnya. Gayanya yang cool membuat wajah Redita berkerut. Padahal wanita itu sangat senang menggoda sang pengawal yang terlampau dingin pada suatu candaan.

"Lupakan! Ayo ke teras. Radit dan Silvia sudah menunggu," ucap Redita.

Antony mengangguk. Dia pun berjalan mengekor Redita. Tidak lupa menaruh sebuah senjata di balik jas hitamnya. Alat keamanan itu memang harus ia bawa ke mana pun demi melindungi sang Nona Muda. Akhirnya keempat orang itu pergi bersama menggunakan mobil Redita. Mobil SUV dengan kekuatan anti peluru yang didesain khusus untuk putri mafia jika datang ke acara tertentu dan tentu saja Antony-lah yang menjadi supirnya malam itu.