Seorang pria menyesap secangkir kopi dalam genggaman kemudian menaruhnya kembali di atas meja. Matanya menatap seorang pria lain yang duduk di depannya. Hanya air muka dingin yang terpancar, begitu menakutkan. Namun pria itu tidak gentar atas sikap Antony yang dingin itu.
Dia hanya menunjukkan seringai senyumnya. Pria itu adalah salah seorang polisi ibu kota yang bertugas mengintrogasi tersangka. Sebelumnya interogasi untuk para saksi dan lainnya sudah dilakukan di Hotel Lovely dan Antony mengalami interogasi lanjutan di kantor polisi Little Heaven. Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam saat ia mulai diinterogasi beberapa pertanyaan.
"Apa yang anda lakukan di acara reuni SMA Diamond Spring?"
"Pertanyaan itu sudah saya jawab tadi di hotel," jawabnya.
"Jawab saja!" serunya.
"Mengawal Nona Redita." Jawaban singkat Antony terlontar dari mulutnya.
"Mengawal? Apa anda seorang bodyguard?" Dahi polisi bernama Michael itu mengernyit.
"Ya," jawab Antony sekali lagi.
"Jadi anda tidak mengenal Arthur Jhon Smith?" Mata Michael mengerling ke arah pria di samping Antony. Arthur adalah nama orang itu. Salah seorang komplotan aksi teror.
"Harus berapa kali saya katakan–"
Kalimat itu dipotong oleh perkataan Michael. "Jawab saja, Bung!"
"Tidak kenal," jawab Antony tidak gentar sedikit pun.
"Mengapa anda membunuh Philippe Dortmund di acara itu?" Michael melirik ke sebelah Antony. Salah seorang pria komplotannya hanya menunduk.
"Hah .... Pria itu berniat membunuh Nona Redita."
"Lalu bagaimana dengan pria ini? Anda juga memukulnya habis-habisan," tanya Michael lagi seraya mengetikkan keterangan yang dikemukakan oleh Antony dengan seksama.
"Dia berani menyentuh leher Nona saya dengan pisaunya hingga Nona Redita terluka."
Michael tampak terkejut. Kedua alisnya terangkat, dia juga memajukan bibirnya sambil mengangguk-angguk mengerti.
"Asal anda tahu Pak Polisi, anda sudah melupakan satu orang lagi. Komplotan itu ada tiga orang dan anda hanya menangkap satu pecundang di samping saya," ucap Antony di depan Michael. Matanya melirik ke samping, melihat Arthur yang masih menundukkan kepalanya.
"Satu lagi?" tanya Michael terkejut. Ia baru saja menyadari telah kehilangan satu orang tersangka lagi.
"Satu lagi. Pria itu dihajar oleh Radit, teman laki-laki Nona Redita," jawab Antony.
"Shit!" ucap Michael setengah berteriak menyadari kebodohan rekan-rekannya di lapangan karena membiarkan satu orang tersangka kabur dari tempat itu.
Tidak lama kemudian datang seorang polisi wanita menghampiri Michael dan membisikinya sesuatu. Kedua alisnya kemudian naik sekitar setengah sentimeter tampak terkejut mendengar ucapan teman wanitanya itu. Pandangan Michael beralih kepada Antony.
"Saya rasa sudah cukup untuk interogasi saat ini. Tuan Antony Juan Bentley, seseorang menunggu anda di ruangan sebelah. Dia datang untuk menjamin anda," ucap Michael.
Antony mengangguk lalu bangkit dari duduknya, berjalan keluar dari tempat itu menuju ruangan sebelah didampingi oleh seorang polisi wanita yang tadi membisiki Michael. Antony membelalak terkejut saat melihat sosok laki-laki tampan duduk dengan tegap di atas sofa. Judy Wira Smith—Kakak kandung Redita—Nona mudanya kini berada di hadapannya padahal yang ia tahu Judy masih berbulan madu dengan Venda istrinya berkeliling dunia.
Segera, Antony membungkukkan badannya penuh hormat kepada pria ke dua di organisasi mafia yang paling terkenal di negara itu. Pria itu menatapnya dengat sorot mata tajam. Antony membalasnya dengan ekpresi datar. Hanya sikap hormat yang ia tunjukkan kepada pria itu. Sang bodyguard lalu berjalan mendekati Judy.
"Duduklah!" perintah Judy menyuruh Antony duduk di atas sofa yang berada di depannya.
Antony pun mengambil posisi duduk sesuai dengan perintah Tuan mudanya. Ekpresinya tetap dingin dan kaku berhadapan dengan Judy. Sedangkan Judy mulai menunjukkan segaris senyuman di hadapan Antony.
"Aku sudah menjamin kebebasanmu." Sebaris kalimat terlontar dari mulut Judy.
"Terima kasih, Tuan Judy," sahut Antony balas tersenyum kecil. Sebuah senyuman langka yang ia tunjukkan.
"Kau sudah bisa tersenyum sekarang," komentar Judy.
"Saya hanya melakukan yang saya ingin lakukan. Begitupun dengan ekpresi wajah saya, Tuan."
"Baiklah. Apa pun alasanmu itu, aku harap kau segera pulang dan melindungi Redita kembali. Jangan bilang kalau aku yang mengeluarkanmu kepada Redita. Setelah ini, aku akan kembali ke hotel di negara Whyland. Istri saya menunggu di sana," jelas Judy kemudian bangkit berdiri.
"Siap, Tuan." Antony kembali menundukkan tubuhnya.
Judy meraih mantelnya dan memakai mantel itu. Suhu kota Little Heaven memang mulai dingin akibat datangnya musim gugur yang menggantikan musim panas belum lama ini. Bahkan musim gugur di kota Little Heaven terkadang didatangi badai angin yang cukup serius.
Pria bertubuh kekar itu berjalan dengan gagah keluar dari ruangan meninggalkan Antony yang memandangnya hingga hilang dari balik pintu. Sosok berjas hitam itu kemudian ikut bangkit berdiri dan berjalan keluar dari ruangan. Dia akan pulang malam ini juga ke Mansion Merlin.
Bola matanya melebar melihat sebuah sedan hitam menunggunya di sana. Mobil khas keluarga Merlin telah terparkir di sana. Antony pun berjalan menghampiri mobil itu.
Power window pun terbuka. Aron menoleh kepada Antony dengan senyuman kecil kemudian berkata, "Naik!"
Tanpa banyak berbicara, Antony menurut dan duduk di samping kemudi. Aron segera menginjak gasnya berjalan keluar dari area kantor polisi Little Heaven. Sepanjang perjalanan Aron dan Antony hanya diam. Mereka sama-sama fokus pada pemikirannya masing-masing.
Antony tiba-tiba menoleh kepada Aron. Sebuah pemikiran mengusik benaknya. "Siapa yang menyuruhmu menjemputku?"
Pria berkacamata itu pun menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari jalan raya di depannya, "Tuan Judy."
"Aneh. Baru saja dia mengatakan kepadaku jangan memberi tahu siapa pun kalau ia yang menjamin kebebasanku tapi nyatanya kau malah yang menjemputku, Ron," ucapnya dengan dahi mengernyit.
"Iya, mungkin aku pengecualian." Aron terkekeh.
"Dari mana ia tahu informasi mengenai teror itu, Ron? Padahal ia sedang berbulan madu dan sempat-sempatnya membantuku bebas dari para polisi pecundang itu."
"Siapa lagi menurutmu? Intel mafia saat ini hanya aku di keluarga Merlin Darmawan. Sebelum Tuan Judy dan Nyonya Venda pergi berbulan madu, Tuan Judy berpesan kepadaku untuk memberikan informasi apa pun mengenai keluarga Merlin. Salah satunya adalah aksi teror dan mengenai penangkapanmu, An," jelas Aron.
Antony mengangguk mengerti kemudian kembali terdiam. Suasana gunung es mulai terasa. Aron mematikan AC mobilnya sambil melirik Antony yang duduk di sampingnya.
"Bisakah kau tidak diam saja, An? Hawa di mobil ini bertambah dingin jika kau seperti itu," selorohnya sambil sedikit tertawa.
"Kau hanya mengada-ada Aron. Kau pikir aku bunga es besar yang ada di sampingmu? Kita sudah bersama sejak kecil mengabdi di keluarga Merlin, kau pun tahu bagaimana diriku," sahut Antony dengan setengah senyumnya.
"Ya-ya-ya Antony, aku sangat mengenalmu bahkan melebihi kekasihmu," kata Aron lagi.
Aron memperdalam injakan gasnya. Antony tidak menanggapi perkataan Aron lagi. Dia tampak memikirkan seseorang di dalam benaknya. Seseorang yang memenuhi rongga hati dan membuatnya bersemangat menjalani hidup.