Antony duduk di sebuah meja bundar berwarna coklat dengan rentang sekitar lima meja berada jauh dari meja Redita dan Radit duduk bersama. Wanita muda itu tidak mengizinkannya dekat dengan mereka dan mengetahui isi pembicaraan di antara keduanya.
Antony menyesap kopi di hadapannya perlahan dengan mata yang menatap lurus ke arah mereka. Sesekali sorot matanya berkelebat ke sekeliling restoran itu. Terdengar suara alunan lagu yang diputar di restoran. Lagu mendayu yang tiba-tiba mengingatkannya akan sosok Rachel. Antony yang lalu tenggelam oleh kenangan bersama Rachel saat mereka masih bersama sampai dengan berpisah belum lama ini. Begitu indah sekaligus menyedihkan bercampur menjadi satu.
Life of my love
You've hurt me
You've broken my heart
And now you leave me
Love of my life can't you see
Bring it back bring it back
Don't take it away from me
Because you don't know
What it's mean to me
Dinyanyikan oleh Queen
Judul : Love Of My Life
Sementara itu, dua pasang mata milik Redita dan Radit saling memandang tidak jemu-jemu. Memancarkan rasa suka di antara keduanya.
"Jadi, apa jawabanmu, Dit?" tanya Radit mengulang pertanyaannya mengenai lamarannya menjadi kekasih Redita.
"Aku bersedia, Dit," jawabnya mengangkat kedua sudut bibirnya tersenyum.
"Terima kasih, Dit. Aku sangat bahagia mendengarnya." Lengan Radit terulur mengusap lembut puncak kepala wanita itu.
Wajah Redita berubah merah merona. "Berbicara mengenai nama, kamu merasa tidak, kalau nama kita itu mirip. Panggilan kita sama 'Dit'. Apakah ini semacam takdir dari semesta alam yang merestui hubungan kita, Dit?"
"Menurutmu seperti itu?" Redita balik bertanya.
Radit mengangkat kedua bahunya bingung harus menjawab apa. Dia hanya memanyunkan bibirnya lalu terkekeh.
"Aku ingin memanggilmu 'sayang' agar nama kita tidak tertukar, Dit," ucap Radit makin membungahkan hati Redita. Wajahnya kini bagai tomat matang yang siap dipetik.
"Radit, apa kamu sedang menggombal saat ini? Jika iya, kamu berhasil membuatku tersipu untuk ke sekian kali."
"Tidak, Sayang. Aku jujur apa adanya. Aku ingin memanggilmu dengan sebutan itu. Begitupun kamu jika tidak keberatan," kata Radit seraya menatap dalam wajah Redita. Manik matanya yang berwarna coklat terlihat sangat indah dalam bayangan manik mata Redita yang sedang jatuh cinta.
"Tentu saja aku tidak keberatan, Sayang," jawab Redita mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Antony masih mengawasinya dari kejauhan. Sorot matanya tidak berhenti mengamati gerak- gerik mereka berdua. Redita kemudian menolehkan pandangannya lagi ke arah Radit. "Sayang, sebaiknya aku pergi sekarang. Aku bisa gila jika Antony terus melihatku seperti itu."
"Aku akan antar sampai depan." Radit bangkit berdiri hendak mengantar Redita keluar dari restoran Archtic tapi Antony dengan sigap bangkit dari duduknya berjalan menghampiri Redita yang akan berjalan keluar bersama Radit.
Redita tidak berkomentar. Dia hanya diam berjalan di antara kedua orang pria di sampingnya. Radit dan Antony mengawalnya hingga ia masuk ke dalam mobil diikuti oleh Antony yang langsung mengambil alih kemudi mobil Redita. Radit yang melihat mereka hanya bisa menyunggingkan senyuman manis penuh arti dan melambaikan tangannya.
Antony memutar setirnya berjalan keluar area restoran. Redita membuang wajahnya melihat keluar jendela yang menampakkan jalanan sepi dengan pohon-pohon yang tinggi menjulang begitu rimbun karena ranting dan dedaunan yang tumbuh subur di sekeliling batangnya.
Perjalanan menuju kantor Mer Corp. begitu lancar. Mereka menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit untuk mencapai gedung megah yang berada di tengah kota Little Heaven itu. Antony lalu memarkirkan mobilnya.
Redita bergegas membuka pintu mobil dan berjalan dengan cepat meninggalkan Antony di belakangnya. Tampak sekali kekesalan di wajahnya. Bahkan dia sudah lupa kalau kemarin Antony baru saja menyelamatkan nyawanya.
Langkah kakinya terdengar terburu-buru berjalan masuk menuju lobi. Antony mengekornya dari belakang dengan wajah terangkat seakan menantang siapapun yang ingin menyakiti Nona Mudanya.
"Kamu bisa tunggu di luar, Antony," ucap Redita saat pria itu hendak masuk ke ruangan Redita, memeriksa segala sesuatu di dalam ruangan itu yang sekiranya terlihat dan terasa mencurigakan. Redita tidak mengizinkan bodyguardnya itu untuk masuk ke dalam.
"Tapi Nona—" Belum sempat kata berikutnya terlontar, Redita langsung meregasnya.
"Kubilang padamu tunggu di luar!" serunya.
Andrew yang sudah berada di depan ruangan Redita hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pertengkaran antara Nona dan pengawalnya seperti pertengkaran yang terjadi antara sepasang kekasih. Andrew bernapas panjang dan bergumam pada dirinya sendiri, "Aku tidak ikutan. Aku tidak melihat. Aku tidak mendengar."
Redita menoleh tajam ke arah Andrew dan memanggi asistennya itu, "Andrew! Tolong awasi Antony agar tidak masuk ke dalam ruanganku. Aku sedang tidak mood berada di dekatnya sekarang!
Andrew mengembuskan napas panjang kemudian bangkit dari duduknya menghampiri Redita dan Antony. "Siap, Bu."
***
Malam itu di ruang makan keluarga Merlin. Redita, Merlin, dan Elena duduk bersama hendak menikmati hidangan makan malam mereka. Seperti biasa ada seorang pengawal mafia yang bertugas mencoba hidangan mereka. Kali ini bukanlah Antony. Martin-lah yang bertugas malam ini.
Redita menoleh ke arah Martin sejenak, kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke arah Merlin. "Yah, bisakah Martin menggantikan Antony dalam mengawalku? Aku merasa Antonya sudah kelewatan. Aku hanya ingin bertemu berdua saja dengan Radit dan dia mempermalukanku di depan Radit dengan mengatakan kalau aku sudah menipunya." Dita beralasan.
"Jadi kamu menipu Antony, Nak?" tanya Merlin sedikit mengangkat wajahnya ke arah sang putri. Kedua alisnya terangkat heran mendengar alasan Redita.
"Aku tidak menipu. Hanya sedikit berbohong," sanggah Redita balas menatap Ayahnya.
Merlin menarik napas panjang dan membuangnya pelan tidak menjawab perkataan Redita. Baginya bohong adalah bohong. Tidak ada bohong hitam dan putih. Prinsip itulah yang selalu dipegang olehnya. Dia menganggap Redita tetap bersalah dalam kasus ini. Begitupun yang dipikirkan Elena. Ibu kandung Redita itu segera menasihati sang putri bungsu.
"Kamu seorang pengajar, seharusnya tidak mempraktekkan kebohongan, Sayang. Teori mafia dari Ayahmu juga tidak memperkenankan seorang mafia untuk berbohong. Kita mafia berkelas yang dihormati oleh teman-teman sejawat mafia. Jangan mempermalukan Ayah dan Mama dengan cara berbohong kepada Antony. Menurut Mama, dia tidak salah. Antony hanya menjalankan tugas dari kami," Elena membela Antony. Semua yang dikatakan oleh wanita tua itu memang benar dan masuk akal hingga membuat Redita terdiam tidak bisa membalas.
"El, mungkin kita memang terlalu ketat menjaga Redita hingga ia menjadi risih karena diikuti terus-menerus oleh Antony," timpak Merlin kepada Elena kemudian menoleh ke arah Redita, memperlihatkan kewibawaannya sebagai seorang ayah. "Nak, Ayah tidak bisa mengganti Antony. Ayah akan berpesan kepadanya untuk sedikit melonggarkan pengawalan padamu agar kamu lebih leluasa bersosialisasi dengan teman-temanmu. Bagaimana?"
"Benarkah, Yah?" Redita terlihat tidak percaya.
"Hei, bagaimana bisa kamu meminta Antony untuk melonggarkan pengawalannya, Mer? Redita anak kita," protes Elena.
"Kamu yang bilang sendiri kalau anak kita sudah dewasa, bukan? Kita sudah banyak memberi bekal kepadanya untuk bisa membela diri dan bertahan hidup dalam situasi apapun. Jadi menurutku tidak masalah," sahut Antony membuat Redita cengar-cengir kegirangan. Matanya berbinar memandang wajah Merlin yang memang sangat baik kepadanya itu.
"Terserah kamu sajalah, Mer," timpal Elena membuang wajahnya sedikit kesal.