Chereads / CINTA 9 TAHUN / Chapter 38 - 38. Hubungan Darah Mengerikan.

Chapter 38 - 38. Hubungan Darah Mengerikan.

Benar saja, Arra pulang dengan Kevin. Bahkan perempuan itu sengaja berjalan dengan cepat untuk meninggalkan Vio yang berteriak memanggilnya.

Entahlah. Beberapa hari ini, setelah kedatangan Kevin, Arra merasa dia menjadi semakin nyaman dengan laki-laki itu.

Mungkin karena Arra mulai menyadari, selama ini jika semua orang disekitarnya memanfaatkannya. Karena melihat bagaimana Arra sangat polos dan lugu, orang-orang disekitarnya berlomba-lomba untuk memanfaatkannya dan mengontrol dirinya.

Sejujurnya Arra saat itu tidak menyadarinya, apa yang bisa Arra lakukan diumur yang ke emanbelas tahun lamanya dia hidup, namun pada akhirnya berakhir sama.

"Kak, maaf membuatmu menunggu," ucap Arta saat dia berhasil berlari dimana dibelakangnya ada Vio yang mengejar Arra, dan Fian dibarisan belajang yang mengikutinya.

Kevin bisa melihat bagaimana laki-laki di belakang Arra yang berlari umuntuk menyamai, namun Kevin terkekeh dia menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku ingin memastikan sesuatu, dulu." Kevin mengatakan sesuatu sebelum Vio dan Fian sampai di depan kelasnya dan sebelum Kevin dan Arra berjalan ke arah parkiran.

"Apa?"

"Aku mengantarmu tidak ada unsur paksaan, aku tidak memaksamu untuk ikut, aku tidak memaksamu untuk mengabaikan Kak Giral hanya karena aku akan mengantarmu. Aku ingin membuat---"

"Tidak perlu ada perjanjian, Kak." Arra memotong ucapan Kevin karena sejak tadi dia bisa melihat bagaimana laki-laki iti tidak ingin disalahkan. "Untuk---"

"Aku ingin ikut denganmu karena mutlak keinginanku." Kevin dibuat bingung dengan jawaban Arra yang semakin aneh, perempuan itu menarik Kevin untuk pergi ke parkiran dan pulang lebih cepat.

Setidaknya, nomor ponselnya adalah privasi. Dan lebih baik, hanya beberapa orang saja yang tahu dimana rumah Arra.

Jika Arra membiarkan beberapa orang tahu dimana rumah Arra, akan lebih baik tidak ada yang tahu sama sekali. Perempuan itu juga selalu membuat caffe menjadi tempat kerja kelompoknya jika saja beberapa teman-temannya meminta pergi ke rumah Arra.

Sayangnya Arra dengan cerdik juga selalu mengalihkannya ke kafe, jika beberapa temannya mengeluh berisik dan terganggu, Arra juga selalu menutup kafe tersebut dan hanya disediakan sebagai tempat kerja kelompok dalam satu hari.

Dan jika bisa dihitung, itu cukup sering. Setiap semuanya terjadi, Vio juga tidak bisa melakukan apapun. Pembagian kelompok selalu berubah setiap mata pelajaran.

"Baiklah," jawab Kevin hanya menerima segalanya tarikan pergelangan tangannya saat Arra mulai berjalan cepat menghindari Fian dan Vio.

Jika menurut penglihatan Kevin, pertemanan Arra dan kedua temannya memang bukan pertemanan yang bersih. Selain Kevin bisa melihat maksud buruk Fian pada Arra, Vio juga terlihat bukan perempuan baik-baik.

Ada maslaah kecil yang bisa Kevin lihat dari hubungan baik Fian dengan Vio, tapi Kevin tidak tahu apakah itu baik atau buruk untuk Arra.

Sampai di tempat parkir, Kevin mulai membuka jok motornya untuk mengambil helm cadangan. Helm itu diberikan pada Arra untuk keselamatan, Kevin juga menggunakan helmnya sendiri dan mulai menaiki motornya. "Naik," titah Kevin pada Arra, dan perempuan itu melakukan hal yang diperintahkan padanya.

Arra naik dengan pelan, perempuan itu siap duduk di jbelakang dengan Kevin yang mulai keluar dengan motornya. Sejujurnya, kenapa Arra selalu menjadi pusat perhatian akhir-akhir ini karena Arra adalah satu-satunya perempuan yang dibiarkan duduk di jok belakang motor Kevin karena sejak tahun pertama Kevim bersekolah, tidak ada satupun yang berani dan mendapatkan tawaran seperti itu dari Kevin.

Tipe dingin, pintar, banyak belajar, sedikit bicara dan pendiam itu menjadi semakin disukai oleh beberapa siswi di kelas dan satu sekolahnya karena semua prestasinya.

Arra juga melirik kecil dirinya sendiri melihat beberapa kakak tingkat perempuan, dan satu angkatannya juga yang melohatnya dengan tatapan benci.

Baiklah, lupakan.

"Biarkan saja. Anggap mereka tidak ada, lagipula apa untungnya memikirkan orang lain dan mendengarkan pendapat orang lain, Arra." Kevin berucap dengan cuara lirih namun Arra bisa mendengarnya dengan jelas.

Perempuan itu menghela nafasnya sebentar dan menganggukkan kepalanya pelan. Laki-laki itu melihat bagaimana Arra yang sedikit murung, namun beberapa detik setelahnya menjadi tersenyum.

Senyum paksaan.

"Kak," panggil Arra saat keduanya terjebak lampu merah di teriknya matahari yang membahas kulit keduaya. "Ya, kau butuh sesuatu?" tanya Kevin menjawab dengan cepat karena dia mendengar sedikit panggilan Arra yang terdengar seperti rengekan untuknyam

"Tidak, aku hanya ingin bicara denganmu," jawab Arra membuat Kevin terkekeh, dia merenggangkan otot pada jari-jari tangannya dan mulai menutup helm penutup wajah dan mulai menghidupkan mesin dan menjalankan mobilnya.

Kevin menganggukkan kepalanya pelan, laki-laki itu setuju mendengar apa yang Arra katakan padanya membuat Kevin memilih menyiapkan telinganya.

"Apa, bicara saja." Arra menjawab dengan anggukkan di kepalanya dan bercerita. "Aku menyadari satu hal akhir-akhir ini." Arra terdiam cukup lama membuat Kevin melirik sekilas pada kaca spion motornya untuk melihat apakah Arra masih ada di belakangnya.

Takut-takut perempuan itu hilang, jatuh atau mungkin terbang. "Apa?"

"Aku ternyata mudah dimanfaatkan." Kevin terkekeh, dia bisa mendengar bagaimana Arra mengatakannya dengan wajah yang sangat kelalahan dan menyadari bagaimana Arra benar-benar merasa sedih.

"Kau memanggap dirimu seperti itu?" tanya Kevin membuat Arra semakin terdiam karena tidak bisa menjawab sama sekali. "Arra, dengarkan aku sebentar."

"Kau memiliki sembilanpuluh sembilan dari seratus orang yang membencimu. Aku berkata jujur, itu kenyataannya." Kevin terkekeh setelah mengatakannya, dia menjadi ingat akan masa lalunya juga.

"Aku berani mengatakan ini karena aku sangat ingat bagaimana aku mersakannya sendiri. Aku selalu berbicara sesuai fakta, jika tidak sesuai fakta anggap saja aku adalah korban dari rasa sakit yang sama."

Kevin menurunkan kecepatan dalam berkendara, Arra mulai bisa mendengar suara Kevin dengan jelas tidak seperti sebelumnya. "Apa?"

"Sembilanpuluh sembilan orang adalah keluarga, orang terdekatmu, temanmu, dan orang yang belum pernah kau temui. Satu orang sisanya adalah dirimu sendiri, aku tahu ini kejam. Tapi pada dasarnya, yang bisa kau percaya hanya dirimu sendiri. Orang lain akan jahat padamu kapanpun itu," jelas Kevin pada Arra membuat perempuan itu terdiam.

"Aku jadi semakin yakin jika aku adalah korban," jawab Arta membuat Kevin terkekeh dengan jawaban Arra selama ini. "Kau merasa begitu?" tanya Kevin kembali memnuat Arra menganggukkan kepalanya pelan.

"Iya, apa bisa aku percaya padamy untuk satu orang yang bisa ku andalkan?" tanya Arra dengan wajah penuh harap dari belakang saat Kevin bisa melihat bagaimana perempuan kecil itu melihat dengan tatapan ingin dilindungi.

"Aku tidak tahu apakah aku bisa melawan semuanya sendiri."

Kevin yang saat itu sedang fokus menyetir motornya hanya memilih diam. Sampai pada akhirnya Kevin sampai mengantarakan Arra sampai di depan rumah, Kevin kembali ke rumahnya dan melupakan tugasnya selanjutnya.

Laki-laki itu benar-benar tidak bisa menjawab apa yang Arra katakan padanya, tujuan awalnya bukan untuk ini. Lagipun, Kevin benar-benar tidak ingin mencintai orang lain selain dirinya.

Karena efeknya akan menggelikan juga jika semua itu terjadi padanya.

Pulang dalam keadaan lelah, wajah yang mengantuk juga. Kevin membuka pintu utamanya dengan diam, laki-laki beranjak dewasa itu juga benar-benar hanya memilih untuk tetap melangkah menuju kamarnya.

Namun saat Kevin akan menutup pintu rumahnya dia dibuat terkejut dengan datangnya orang tiba-tiba dari belakangnya.

"Kak," panggil seorang wanita dengan menepuk pelan punggung putra pertamanya membuat Kevin terkejut dengan wajah sedikit memerah karena detak jantungnya berdetak melebihi biasanya.

"Astaga, ibu. Aku benar-benar terkejut," gumam Kevin kecil membuat wanita sebelumnya tersenyum tipis membuat Kevin berhasil mendapatkan keadaannya yang sudah kembali normal. "Maaf membuatmu terkejut, Kevin."

"Ibu hanya ingin bertanya karena kau pulang lebih cepat dari biasanya," balas wanita itu lagi membuat Kevin menghela nafasnya berat, dia tersenyum tipis dan berjalan menuju kamarnya. Namun sebelum laki-laki itu pergi, Kevin mengatakan.

"Terimakasih karena sudah mencemaskanku, ibu." Laki-laki itu meninggalkan wanita yang sebelumnya mengagetkannya dan mulai berjalan kembali ke kamar, namu sebelum Kevin menghilang di kamar dia mendapat teriakan lagi.

"Kau ingin cemilan untuk menemanimu bersantai di kamar?" Kevin terkekeh kecil, perhatiam kevil dari ibu tirinya membuat Kevin tersenyum tipis. "Tidak ibu, aku tidak memerlukannya." Kevin menutup kamarnya rapat-rapat dan memilih untuk mengistirahatkan dirinya sendiri di kamar.

Kevin berjalan ke kamar mandi untuk langsung mandi, bahkan laki-laki itu juga memilih keramas di sore hari agar saat Kevin mandi sebelum tidur dia tidak perlu melakukannya lagi.

Selesai dengan mandinya Kevin mengambil botol air minum di meja dekat kasur dan beejalan menuju balkon dengan membawa laptop dan ponselnya. Setidaknya Kevin sudah menyelesaikan tugas-tugasnya untuk minggu depan walaupun laki-laki itu harus tetap harus mengurangi jadwal tidurnya.

Kevin selalu mendapatkan jadwal tidur haya tiga jam dalam dua hari, dan laki-laki itu bahkan bisa tidak tidur sama sekali dalam satu hari hanya karena belajarnya.

Kevin bukannya memaksakan tubuhnya untuk bekerja sangat keras. Namun laki-laki itu ditekan untuk mendapatkan apa yang sebenarnya tidak bisa dia capai.

Seseorang masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu, kali ini Kevin bahkan tersenyum miring saat dia tahu siapa yang datang seenaknya seperti biasanya.

"Bukankah sudah ku katakan untuk jangan mendekatinya? Aku sudah memperingatimu, kenapa kau justru sengaja melakukannya." Seseorang kesal pada Kevin, dan percayalah. Laki-laki yang lebih muda dari Kevin juga langsung memberi sumpah serapah pada Kevin membuat Kevin hanya terkekeh.

"Persetanan dengan rasa hormatku padamu!" makinya kesal membuat pemilik kamar hanya meneguk minumannya tanpa ingin memperpanjang masalah.

"Aku tidak ingin bertengkar denganmu," jawab Kevin sengaja menjauhi pertengkaran karena akan berakhir percuma, dia akan disalahkan dan semakin sedikit mendapatkan wkatu istirahat.

Ayahnya itu kejam.

Tapi hanya pada Kevin saja.

"Keluarlah dari kamarku dan kembalilah ke kamarmu," titah Kevin mengusir laki-laki itu agra segera pergi dan tiak ada pertengkaran besar nantinya.

Sejujurnya kemarin saja Kevin sudah sangat lelah hanya dengan belajar-belajar dan belajar.

Laki-laki itu menolak, dia menggelengkan kepalanya pelan dan mulai melirik kecil pada yang lebih tua darinya.

"Kau ingin apa?" tanya Kevin yang malas menanggapi laki-laki tersebut, hanya saja tanpa banyak bicara juga Kevin memberi pertanyaan dengan jawaban yang sama.

"Kau menjauhi Arra," jawabnya dengan cepat, Kevin tersenyum tipis mendengarnya.

"Aku sudah menjauhinya, Fian."

"Kau pikir aku buta?" Laki-laki itu semakin meninggikan suaranya karena marah.

"Tapi keadaan memaksa kami untuk bertemu. Jangan maki aku. Maki tuhan saja yang tidak pernah mengizinkan aku benar di matamu."

Itu bukan alasan.