Chereads / CINTA 9 TAHUN / Chapter 41 - 41. Pertengkaran Raenal Dan Giral.

Chapter 41 - 41. Pertengkaran Raenal Dan Giral.

Raenal pulang dalam keadaan lelah. Pukul enam sore, pria itu masuk ke area rumah dan berjalan ke kamar untuk mandi. Tubuhnya lengket, semester akhir membuat Raenal tidak bisa membantu pekerjaannya kantor milik ayahnya, oleh karena itu ibunya lebih banyak membantu ayahnya dan tidak sering di rumah.

Kemarin-kemarin Raenal memang bisa datang, namun saat dia memikirkan menyelesaikan skripsinya lebih dulu membuat Raenal menjadi semakin berambisi.

Pria yang memiliki tahta anak sulung itu benar-benar memiliki semangat yang banyak dan kuat, powernya bukan main-main. Hanya butuh waktu limabelas hari dan sesekali menyelesaikan dan bertanya pada dosen pembimbing membuat Raenal cepat selesai.

Pria itu bahkan tidak meminta pada ayah dan ibunya untuk melihat skripsinya, selain mereka berdua sudsh percaya sepenuhnya pada Raenal, Raenal menjadi semakin percaya diri. Bahkan setiap bab selalu selesai dengan koreksi banyak, namun Raenal selalu bisa menyelesiakannya dengan cepat juga.

Sebenarnya metodenya sangat konyol, vukan seperti Giral yang memberikan beberapa peebaikan dan selesai namun terlambat menyetorkan pada dosen pembimbing.

Raenal selalu membuat sebagian kerangka dan beberapa isi sampai selesai dengan menjabarnya hanya sebatas rasional.

Dan tanpa sadar juga dosen pembimbing meberi beberapa bantuan, dan revisi banyak membuat Raenal hanya mencuri ilmu, apa saja yang dibutuhkan untuk mendapatkan ACC satu kali datang setelah banyak revisi.

Tipsnya sangat pintar, namun semua itu tidak banayk berhasil untuk mahasiswa lainnya juga.

Raenal sampai di kamar, pria itu langsung meninggalkan semua barang penting. Dompet, ponsel, kacamata, earphone, kunci mobil, perhiasannyang digunakan, topi, dan beberapa perlengkapan pendukung fasionnya.

Selesai membereskan sekuanya Raenal langsung berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Pria itu hanya membutuhkan waktu tigapuluh menit untuk membereskan sebagian besar kekacauan yang dia dapatkan di kampus sepanjang hari.

Raenal keluar dari mandi denagn emabut basah, handur melingkar sebatas leher dan pria itu terus menggosok kepalanya untuk menghilangkan air yang ada di beberapa akar rambutnya.

"Menyegarkan," gumamnya satu kali danengambil pengering rambut dan mengarahkannya pada kepalanya, pria itu menikmati setiap angin yang menembak pada kepalanya dan selesai dengan beberapa riasan wajah untuk membuat wajahnya tetap sejuk untuk beberapa jam kedepannya.

Pria itu melirik pada jam dinding saat menyadari butuh beberapa menit untuk sadar, Raenal pada akhirnya berjalan untuk menyusun beberapa pekerjaan rumahnya, tugas-tugas yang harus diselesaikan, dan skripsi yang akan Raenal garap tiga ahri kedepan.

Raenal memisahkan sebagian pekerjaann dan tugas, buku yang hanya digunakan setiap mata kuliah dan maish banyak lagi juga.

Selesai dengan itu Raenal mengisi daya pada laptopnya dan berjalan keluar dari kamar untuk pergi ke kamar adik perempuannya.

Langkahnya berjalan santai, hanya membuka pintu kamarnya dan berjalan beberapa langkah sampai pada kamar Arra.

Dnegan mengetuk sopan pintu kamar adiknya, Raenal pada akhirnya langsung membuka pintu kamarnya begitu melihat tidak ada jawaban.

"Arra!!!" Raenal meanggil nama perempuan itu membuat Raenal menjadi panik karena tidak ada jawaban, bahkan pria itu juga mulai masuk ke dalam kamar Arra dan memeriksa kamar mandi, balkon dan ruang belajar milih adiknya.

Sayangnya semua itu tidak berhasil dan hasilnya masih sama, tidak ada jawaban dan detik itu juga mempu membuat Raenal berlari menuju lantai dasar.

Namun saat baru saja akan berlari ke anak tangga pertama dia sudah dikejutkan dengan munculnya Giral dengan wajah lelahnya.

"Kau melihat Arra?" Pertanyaan pertama yang keluar dsei mulut Raenal adalah keberadaan Arra, pria itu benar-benar tidak tahu kabar perempuan itu karena tidak ada pesan terakhir dari Arra.

Perempuan itu memang membaca, tapi tidak dengan balasan yang dikirimkan dan Raenal juga membenci fakta yang ada jika Arra bukan pembalas pesan yang baik.

"Aku baru pulang dan belum melihat sekeliling rumah," jawab Giral jujur dan berjalan masuk ke dalam kamarnya untuk menyelesaikan rutinitas setelah kuliah. Giral akan mandi dan melakukan beberapa hal yanh perlu dia lakukan.

Bahkan makan malam biasanya Giral lupakan hanya karena pria itu butuh banyak wkatu untuk menyelesaikan tugasnya. "Jika kau sudah selesai, turunlah dan bantu aku mencari Arra." Sebelum Giral menghilang, Raenal sengaja mengatakannya karena dia butuh.

"Aku akan turun nanti." Giral menjawabnya santai dan mulai memberi akses masuk pada Raenal untuk pembicaraan mereka. Giral hilang ke dalam kamar, menyelesaikan rutinitasnya sedangkan Raenal turun ke lantai satu untuk mencari keberadaan adik perempuannya

Empatpuluh lima menit berlalu Giral turun dengan oakaian santainya, bahkan ada beberapa kertas yang salah cetak membuat Giral membawa turun sebagian sampah kertasnya membuat Raenal langsung bangkit dari sofa detik itu juga.

"Arra masih belum pulang," ucap Renal membuat Giral memutar bola matamya malas, tangan lainnya mengambil ponsel di saku celana dan peegi ke dapur setelah membuang sampah.

Giral mengambil beberapa salad buah dengan sedikit mayones yang sengaja dia taruh di cangkir kecil.

Satu box sedang Giral bawa, pria itu sengaja mengambol sumpit untuk alat makannya.

"Kau bisa dengan santai makan salad saat kau tahu jika adikmu belum pulang, Giral?" Raenal bertanya dengannpertanyaan menyudutkan, dan kali ini Giral hanya menjawabnya dengan terkekeh kecil tanpa suara lain.

"Kak, aku bahkan belum membukanya," protes Giral saat dia baru saja duduk di samping Raenal dan box buah pada pangkuannya. Pria itu baru membukanya dan menyiramkan sedikit mayones untuk teman makannya.

Giral mulai memakan sedikit cemilan dengan lahap, dia bahkan melupakan ponselnya yang ada di saku celananya.

"Giral!" Raenal kembali memanggil adik laki-lakinya membuat pria itu meletakkan cemilannya pada meja dan menghela nafasnya berat. "Kak, aku lelah."

"Aku baru bisa duduk dan makan cemilan sekarang, jangan mengajakku bertengkar," sambung Giral membuat Raenal memutar bola matanya malas, pria itu semakin sadis dengan wajah kesal dan kemarahan yang tertahan. "Aku tidak mengajakmu bertengkar."

"Setidaknya bersikaplah jika kau mengkhawatirkan Arra, kau kakaknya Giral. Sama denganku, kenapa kau tidak khawatir saat---"

"Aku tahu Arra dimana," jawab Giral saat mati-mati menahan amarahnya agar tidak bertengkar dengan kakak laki-lakinya dimana pribadi benas seperti Giral harus berhadapan dengan kakak sulungnya yang sangat keras dan tegas.

"Dimana? Saat kau tahu segalanya kenapa kau masih diam saja sejak tadi aku mencari Arra, Giral?" Pria itu menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, mengambil langkah yang sama dengan memakan salad buahnya Giral hanya melirik tanpa minat pada Raenal.

"Kau tidak bertanya padaku lebih dulu," balas Giral membuat keduanya mulai menyadari pertengkaran konyol satu sama lain.

"Aish, si konyol ini." Raenal memaki dengan lebih lembut, pria itu mengambil ponsel dan membuka ponselnya lebih dulu agar keduanya tidak semakin canggung.

Giral yang melahap sebagian besar salad buahnya dengan Raenal yang diam dan sibuk dengan ponselnya.

Ada beberapa pesan yang membuat Raenal mulai menyatukan alisnya pelan. Beberapa jam sebelumnya, setelah Raenal dan Katya berpisah dan fokus pada kuliah mereka masing-masing hari ini, ada beberapa pesan yang menarik perhatian Raenal saat itu.

Pesan dari Katya, dimana dia mengirim salinan pesan dsri Giral yang menghubunginya.

Terkadang hubungan Raenal dan Katya benar-benar terlihat tidak wajar. Dimana tidak ada privasi satu sama lain dan menjaga sepenuhnya komunikasi untuk membuat keduanya saling percaya sepenuhnya.

"Kau mengirimi pesan pada Katya?" tanya Raenal memulai pembicaraan yang awalnya sunyi dan sibuk masing-masing membuat Giral tertarik, pria itu menganggukkan kepalanya pelan

Mulut penuh berisi potongan melon, Giral mengambil ponsel untuk memberikan pada Raenal. "Hanya menanyakanmu."

"Aku ingin berbicara denganmu tadi siang, kau sedang jalan-jalan dan menyetir, jadi aku menunggu kau membalasku, ternyata kau sibuk." Raenal memutar bola matanya malas.

Pria itu tidak menjawab apapun dan mulai membaca setiap pesan yang Katya kirimkan padanya dimana ada percakapan ajtara Katya dan Giral.

"Kau libur kuliah hari ini?" tanya Raenal begitu memahami sedikit pesan daei beberapa pesan yang dia berikan pada Katya. Giral menganggukkan kepalanya pelan dan tersenyum. "Ya."

"Aku pergi dengan Alfi hari ini, hanya lima sampai enam jam. Aku mendapat panggilan telefon dari teman kelompokku untuk menyelesaikan penelitian dan berakhir aku harus mengerjakan tugas minggu besok dengan teman-temanku." Raenal menganggukkan kepalanya pelan, dia mungkin mendenharkan tapi tidak ingin eprduli dengan alasannya.

"Kau menghubungi Katya." Giral memutar bola matanya malas, mata tajamnya kali ini bahkan memlerjelas segalanya.

"Iya, karena kau tidak membalas pesanku." Raenal memutar nola matanya malas mendengar oenjelasan dari Giral untuknya

"Aku tidak tahu kenapa kau selalu sinis padaku, Kak." Giral meletakkan vekilannya dan membawa satu cangkir mayones.

"Katakan apa kebencianmu agar kau siap memperbaiki diriku sendiri, Kak." Nyatanya pemerannya bahkan terlihat snagat cantik.

"Kau selalu memberi kebebasan pada Arra yang membuatku khawatir, Giral." Raenal menjawabnya dengan jujur yang kali ini membuat Giral malas mendengarnya. "Kau ingin tahu alasan kenapa aku memberi kebebasan pada Arra?" Raenal memutar bola matanya malas untuk mendengarkan lagi.

"Sejujurnya tidak penting."

"Aku tidak ingin Arra berakhir sama denganku. Aku tidak bahagia kau lakukan seperti ini padaku, aku hanya ingin memberikan akses padanya untuk mengenal segalanya selagi dia bisaenjaga diri. Dan juga---"

"Kau memberikan Arra orang-orang yang bisa saja merugikannya?" Raenal terkesan marah sekarang, namun pria itu masih bisa untuk mendengarnya. "Apa yang sebenarnya ada di kepalamu, Kak." Bahkan Giral tidak habis pikir sama sekali.

"Aku bukan membela siapapun, bahkan aku tidak bermaksud untuk melakukan kesalahan yang sama bagaimana kau melakukannya padak."

"Sejujurnya yang merugikanku dan kau yang secara tidak sengaja mendidikku dengan cara yang salah dan membuatku semakin ingin bebas namunnkau terus merantai tubuhku." Giral terkekeh sebelum memulai pembicaraan lain yang lebuh serius.

"Ngomong-ngomong, sebelum semuanya semakin rusak. Terimakasih karena kau sudah membebaskanku dengan Alfi, aku tidak memaksamu untuk berhenti melakukannya."

"Aku hanya ingin kau sadar jika apa yang kau lakukan memang sudah salah sejak lama, Kak." Raenal menatap ke wajah Giral denganntajam, bahkan kali ini Giral yang ebrani saja menjadi ciut.

"Kau tidak tahu apapun, Giral." Pria itu menggeleng untuk menyangkalnya lagi.

"Bukan aku yang tidak tahu, Kak. Tapi kau yang tidak ingin mengerti." Raenal terkekeh pria itu kembali menyangkalnya.

"Kau yang---" Belum selesai mereka berdebat seseorang masuk dengan memutus pertengkaran keduanya.

"Aku pulang!!!"