Keesokan harinya.
Arra dan Giral hanya bisa sarapan berdua, Raenal dipisahkan oleh Katya dan pergi sejak tadi malam dan belum pulang sampai pagi ini.
Masih sama. Pukul lima pagi keduanya sudah siap untuk pergi ketujuan masing-masing, Arra dengan seragam sekolahnya, dan Giral dengan sebagian besar barang bawaannya dan pakaian santai.
Kampus tanpa serangam, hanya menggunakan jas seperlunya saja namun memiliki beberapa banyak peraturan inti yang tidak bisa disepelekan juga.
"Kau sudah siap? Ayo berangkat denganku, ibu menghubungiku jika ibu akan pulang pukul tiga sore, jadi kau hanya perlu menunggu ibu pulang satu jam saja." Arra menganggukkan kepalanya, perempuan itu terlihat sangat tertekan dan ragu untuk menjawabnya, ada beberapa kemungkinan yang membuat Arra tidak ingin banyak bicara.
Peretengkaran kacau dan tidak bisa dilerai tadi malam membuat Arra semakin ragu untuk berbicara.
Bukan karena Arra sebagai salah satu alasan kekacauan itu terjadi, pertengkarang keduanya terjadi memang memiliki kosekuensi yang sama-sama buruk.
Bagaimana Raenal melakukannya, dan bagaimana Giral mendapatkannya.
"Kak," panggil Arra membuat Giral yang sedang membawa beberapa tumpukan buku dan tas yang dibawa Giral semakin diam untuk mendengarkan. Giral siap.
"Ya?"
"Apa masalahmu dengan Kak Raenal benar-benar serius, Kak? Maaf bertanya seperti ini, sebenarnya ini memang tidak seharusnya aku tanyakan. Tapi tadi malam." Arra mengeratkan tangannya yang gugup dnegan sedikit memilin bibirnya yang semakin ragu untuk bertanya.
"Seperti yang kau lihat, Arra."
"Aku tidak ingin menutup-nutupi apapun. Aku hanya ingin mengatakan padamu jika semuanya memang asli dan nyata. Aku dengan Kak Raenal terkadang memang baik-baik saja, tapi ada kalanya aku benar-benar membenci Kak Raenal." Giral menjawab sekenanya, Arra yang mendengar hal tersebut hanya bisa menatap Giral diam-diam dan tersenyum tipis.
"Kak, apa hanya karena Kak Alfi?" tanya Arra pada Giral yang saat itu hanya terkekeh renyah, pria dewasa itu memilih untuk tetap tersenyum walaupun dia tahu jika apa yang Arra katakan benar-benar membuatnya sakit hati.
Apa katanya tadi?
HANYA?
Giral bahkan hampir tidak percaya dengannapanyang seharusnya dia lakukan, marah karena kesal, atau hanya memaklumi dan menganggapnya wajar saja.
"Kak, maaf."
"Aku tidak tahu apa yang ku katakan mampu membuatmu marah, Kak. Tapi aku ingin tahu alasannya, jika hanya Kak Alfi buka kah seharusnya tidak sampai membenci?" Giral mengangkat bahunya malas, pria itu tidak ingin membawa adik perempuannya unyuk membencinya. Hanya saya yang bisa Arra ingat hanya, Giral menyayanginya, dan Raenal menyayanginya.
Selebihnya selesai.
Bahkan untuk hari ini Giral rasa dia tidak akan melakukan ujaran kebencian pada Raenal, atau bahkan meminta Arra untuk membenci Raenal tanpa sebab.
Mereka memang keluarga, dan akan berakhir sama. Keluarga akan berakhir keluarga juga, tapi Giral juga berhak membenci kakak laki-lakinya, walaupun sebentar.
"Kak," panggil Arra lagi pada Giral membuat kakak kedua laki-laki Arra mulai menghela nafasnya beret, keduanya sampai di meja makan dan berbicara satu sama lain lebih dulu.
"Masih ada banyak waktu untuk makan, tanyakan saja sekarang. Sesekali aku akan menjawabnya, dan sesekali kau harus memakan sarapannya. Bagaimana, setuju?" Arra menganggukkan kepalanya pelan, perempuan itu mengambil sarapannya dan mulai menikmatinya, dengan sesekali berbicara juga.
"Alasannya memang Kak Alfi?" tanya Arra lagi, Giral terkekeh dan mengambil gerakan cepat untuk meminum susunya dan menjawab sebagai sesekali pertanyaan adik perempuannya.
"Ada beberapa hal yang tidak kau ketahui, Arra." Giral mulai menjelaskan kebenaran yang ada diantara dirinya, Raenal dan Alfi.
"Apa?"
"Rahasia pribadi, bukankah kemarin kau mengatakan padaku jika kau mulai mengetahui mana yang seharusnya kau simpan dan mana yang seharusnya kau nagikan? Ini salah satu contoh, sekalipun aku sudah mengatakannya padamu, kau tetap tidak boleh tahu, Arra." Arra kembali mengingat Kevin, laki-laki yang memiliki pemikiran dewasa dan luas itu benar-benar kembali mengingatkan Arra pada sesuatu.
Bagaimana Kevin menasihatinya, dan bagaimana Kevin membantu banyak hal untuknya.
"Kak, jika membenci menghilangkan seseorang sebaiknya jangan dilanjutkan. Walaupun kau memiliki hubungan darah yang baik dengan seseorang itu jangan menanamkan pada dirimu sendiri mengenai hidup kotor dan ingin menghancurkan." Giral tertawa mendengar apa yang adik perempuannya katakan untuknya.
"Arra, pemikiranmu terlalu jauh, mundurlah sedikit." Disela-sela tawanya kali ini Giral memberi sedikit batasan agar Arra tidak terlalu mempermasalah yang bukan masalahnya terlalu serius.
"Kak, aku hanya---"
"Kau belum tahu apapun, Arra. Bukan aku bermaksud untuk menahanmu agar tidak ikut campur. Kau hanya belum merasakannya, mulutmu mungkin berkomentar sekarang, tapi aku tidak yakin kau bisa melewatinya dengan baik sepertiku." Sepertinya Giral tersinggung, bahkan pria itu memilih menjelaskan bukan menegaskan.
"Kak, apa kau marah?" Giral menjawabnya dengan anggukkan kepala, pria itu selalu mengatakan segalanya pada adik perempuannya. Tujuannya? Agar Arra juga memperlakukan hal yang sama padanya juga.
Mencontohkan hal-hal baik akan memnuat adik perempuannya mengikutinya, jika tidaknya setidaknya Giral sudah memberi contoh yang baik juga.
"Aku marah." Giral menjawab dengan suara. "Siapa yang tidak marah jika dituduh sepeeti ini, Arra."
"Kau datang saat kemarahan baru akan tersulut, aku lelah, dan Kak Raenal juga lelah."
"Coba jelaskan padaku dimana kesalahanku? Aku baru pulang, mandi dan memakan sesuatu, namun Kak Raenal membuat masalah." Giral tertawa kecil dengan sedikit menjelaskannya kembali.
Kejadian tadi malam mungkin hanya akan menjadi salah paham kecil antara Giral dengan Arra, tapi tidak dengan Raenal dan Giral. Mungkin saja.
"Kak," panggilnya kali ini. Giral menyelesaikan sarapannya dengan cepat dan membiarkan Arra terus diam katena tidak mendapatkan jawaban darinya, Arra juga tidak bertanya lagi dan menyelesaikan sarapannya.
Keduanya mulai terdiam begitu tudak ada bekal yang harus mereka bawa, dengan membuka dompet, Giral mulai menghitung ada beberapa uang cash uang dia miliki hari itu juga.
"Ayo berangkat, kita akan membawa bekal makanan yang akan aku beli di seperempat perjalanan nanti." Arra yang sadar langsung mengambil tasnya dan meneguk sampai habis susunya.
Keduanya berlari dengan cepat menuju halaman depan, mobil Giral sudah siap sejak limabelas menit yang lalu.
Keduanya masuk ke dalam mobil, menyelesaikan persiapan mereka dan mulai pergi ke sekolah Arra untuk mengantarnya.
Namun sebelum Giral harus membelikan bekal untuk Arra setidaknya beberapa sayuran dan buah yang lengkap juga.
Lima belas menit perjalanan baik Arra atau Giral keduanya terdiam, hingga saat Giral menghentikan laju mobilnya Giral baru mengatakan sesuatu pada Arra.
"Aku akan membelikanmu makan siang." Giral memberi peringatan setidaknya satu kali jika pria itu akan meninggalkan perempuan itu di dalam mobil setidaknya lima menit saja.
"Apa akan lama?" Giral menggelengkan kepalanya pelan, dia memberikan ponselnya pada Arra untuk sedikit memberikan satu permainan agar Arra tidak bosan. "Aku tidak yakin, tapi aku akan mengusahakannya." Giral menutup pintu mobil, tidak dinyalakan, namun kaca jendela mobil terbuka lebar semuanya.
Arra menghela nafasnya lega, setelah lebih dari duapuluh menit tidak nyaman dan hanya diam saja dengan Giral, pada akhirnya Arra mulai lega.
Sekarang ada ponsel kakak laki-lakinya di tangannya, yang ada di kepala Arra hanya ungin melihat wajah Alfi. Yang katakanya pacar dari Giral.
Dengan membuka kunci ponsel dengan kata sandi yang sama pada akhirnya Arra mulai membuka beberapa kontak pesan untuk mencari tahu wajah wanita bernama Alfi.
Kenapa tidak galeri? Karena mungkin saja di sana ada yang seharusnya tidak Arra tahu dan berakhir tidak sopan. Arra selalu dibatasi untuk memberi dan mendapat privasi, dan sepertinya Arra akan selalu melakukannya dengan baik.
Dengan memeriksa satu nomor dimana nama kontaknya hanya emoji cinta, Arra membuat Arra langsung mengambil kontak tersebut untuk melihat foto profilnya.
Ah, Alfi pacar Giral ternyata sangat mencintai Giral. Arra bisa melihat bagaimana foto profilnya adalah foto mereka berdua. Dengan pakaian yang sama dan senyum terukir indah bersama. Sekarang Arra jadi paham jika Giral benar-benar membela Alfi.
Untuk sepersekian detik Arra menyadari jika senyum Giral sudah menghilang saat Giral masuk ke jenjang perkuliahan. Ada begitu masalah yang masuk, bagaimana nilai dibanding-bandingkan, bagaiman Raenal mengukur segala hal dengan kebahagiaan dan rasa cinta. Dan bagaimana Arra menjadi semakin sulit dimendapat kesalahan.
Saat Arra naik ke tahun kedua saat Sekolah Menengah Pertama Arra benar-benar sangat drop. Nilai tidak mencapai nilai, sejujurnya Arra bisa. Hanya saja keadaan tubuhnya menolak untuk tahu.
"Kak, maaf." Arra mulaienghela nafasnya berat, perempuan itu menyadari jika selama ini hidup Giral hanya sebatas mencari seseorang yang menerimanya dan mencintainya juga.
Giral memang mendapatkan kasih sayang yang baik di rumah, hanya saja perlombaan prestasi di rumah membuat Giral semakin sulit diakui.
Arra pintar, dia cerdas. Tapi ada Giral diatasnya, sayangnya Giral juga jenius, namun masih ada Raenal di atasnya.
Diatas Raenal ada ibunya, dan yang pertama adalah ayahnya. Mereka memang keluarga yang cerdas, sayangnya semua itu tidak benar-benar digunakan dengan baik.
Arra akan keluar saat berhasil melihat wajah Alfi, hatinya teriris juga melihat Giral semakin dingin dengan wajah datarnya walaupun sikap dan perlakuannya masih sama.
Setidaknya keluarga tidak kehidangan segalanya selain sentum lebar dan tulus yang ada di foto profil milik Alfi.
Arra yang akan keluar dari profil Alfi mulai terganggu, ada notifikasi pesan dimana seseorang mengiriminya hanya dengan nama yang singkat saja.
T?
Hanya satu huruf saja.
Isi pesannya sempat Arra dari notifikasi, namun namanya dibawa membuat Arra menjadi ingin melihat segalanya.
Perempuan itu berucap.
"Aku akan menemuiku dua minggu lagi, terimakasih mau mendengarkanku. Aku dengan Arra tidak melakukan apapun, aku hanya bercanda kemarin, terimakasih mau mendengarkanku. Sejujurnya kemarin aku ingin mengatakannya langsung, namun kemarin libur dan aku melihatmu pergi dnegan wanita."
Alis Arra menyatu sepurna sekarang.
"Aku akan membantumu, Kak. Tapi jika hubunganmu buruk dengan Kak Raenal, tolong jangan salahkan Arra. Perempuan baik itu sudah melakukan banyak hal, dia sangat polos dan lugu."
"Ayo bertemu dua minggu lagi, dan mengurus rencana." Kata besar Arra membuka lebar, perempuan itu melotot tidak percaya.
Apa yang sebenarnya kedua kakak laki-lakinya lakukan, untuk jaga-haga Arra mulai mengirim kontak nimor milik T yang Arra yakini jika itu milik Tyo dan mengirimi pada nomornya.
Arra juga menghapus riwayat chat untuk menghilangkan jejak. Tepat saat itu Arra langsung terkejut karena Giral masuk dengan beberapa pack makanan.
"Ini, aku membeli satu salad buah, satu salad sayur, dan satu makan berat. Kau busa membaginya dengan temanmu yang lainnya." Giral menyimpan makan siang Arra pada pangkuan adik perempuannya, dan menjalankan mobilnya kembali.
"Kak, kau sangat baik."