~Rumah Sakit~
Mahesa segera bergegas menuju ruang ICU, di sana sudah ada kedua orang tuanya dan juga seorang gadis yang tidak ia kenal. Mahesa segera mendekati Shaka dan menangis di pelukannya, tak henti-hentinya Mahesa meminta Shaka untuk sadar. Tak lama kemudian, Shaka mulai membuka matanya. Ia memanggil nama Mahesa, Mahesa pun langsung sigap mendekat ke arah wajah sang kakak.
"Mahesa". Ujar Shaka.
"Iya kak, ini gue Mahesa".
"Mahesa, gue boleh gak minta tolong sama lo?".
"Apa kak? Katakan? Asal itu demi kesembuhan lo pasti gue lakuin". Gumam Mahesa terisak.
"Lo mau kan janji sama gue, bulan depan gue janji akan menikahi Emma. Tapi melihat kondisi gue yang sudah seperti ini rasanya gue gak bisa nepatin janji itu sama Emma. Lo mau kan jaga Emma buat gue? Lo mau kan nikahi Emma?". Gumam Shaka lirih.
Ucapan Shaka membuat Mahesa sedikit terkejut, lalu ia menoleh ke arah Emma yang tak berhenti menangis di pelukan sang mama.
"Tapi kak, kenapa harus gue. Gue gak kenal sama dia dan gue juga gak cinta sama dia. Gimana caranya gue bisa jadi suami yang baik buat dia kak".
"Lo harus bisa belajar mencintai dia demi gue, Mahesa. Please tolong gue, gue gak mau Emma sedih". Ujar Shaka di barengi dengan kepergiannya untuk selamanya.
Emma langsung menghampiri jasad kekasihnya, memeluk dan menangisi kepergian Shaka. Sementara Mahesa masih memandang tajam pada Ema, karena bagaimana pun Shaka mengalami kecelakaan karena Emma. Kedua orang tua Mahesa langsung menghampiri jasad Shaka, sementara Mahesa langsung menarik Emma keluar ruangan dan menanyakan apa yang terjadi sebenarnya. Emma tersentak kaget ketika Mahesa mencengkram tangan kanannya, lalu menarik tangannya dengan kasar dan membawa tubuhnya keluar dari ruangan Shaka.
"Semua ini gara-gara kamu, kalau bukan karena kamu kakak ku pasti gak akan meninggal".
"Maafin aku Mahesa, tapi kejadiannya begitu cepat. Ketika Shaka sampai di toko, ia turun dari mobil dan tiba-tiba ada mobil jeep yang kehilangan kendali lalu menabrak Shaka hingga tubuhnya terpental". Seru Ema lirih dan kembali terisak.
"Kamu pembawa sial Emma, bukan cuma Shaka yang kena sial. Tapi aku juga kena sial karena harus menikahi kamu".
Emma terisak. "Aku tidak memaksa kamu untuk menikahi aku. Tapi aku mohon tarik ucapan kamu kalau aku ini bukan pembawa sial".
Tak lama kemudian ibunda Mahesa keluar dari dalam ruangan dan langsung melerai pertengkaran di antara mereka berdua.
"Mahesa cukup, jangan marahi Emma. Emma tidak salah, yang salah itu orang yang sudah menabrak Shaka". Ujar sang mama.
"Mama kenapa sih malah bela perempuan ini? Jelas-jelas Shaka meninggal karena menemui perempuan ini mah".
"Cukup Mahesa cukup, kasian Emma. Dia baru saja kehilangan Shaka, kamu jangan menambah beban pikirannya. Shaka pergi ninggalin kita karena memang sudah takdir, jadi kamu gak boleh menyalahkan Emma seperti ini". Ujar sang mama yang langsung memeluk Emma.
Mahesa mendengus kesal, lalu ia bergegas pergi dari hadapan sang mama dan juga Emma. Mahesa benar-benar frustasi, ia tidak tau lagi bagaimana jalan hidupnya setelah ini. Karena menurutnya permintaan Shaka padanya untuk menikahi Emma sangatlah sulit. Kini ia masih punya waktu satu bulan sebelum pernikahan itu di gelar. Mahesa terus memikirkan cara bagaimana ia bisa membatalkan pernikahan ini, karena baginya ia tidak ingin menikah dalam kondisi seperti ini.