Chereads / DISTRIK 25 : Sebuah Mimpi Buruk / Chapter 18 - Ruang Bawah Tanah

Chapter 18 - Ruang Bawah Tanah

"Siapa mereka?" tanya Ge yang segera mengangkat kepalanya setelah pintu di tutup.

"Presiden dan para elit lainnya," jawab Sam.

"Apa yang mereka lakukan di sini? Apa mereka mengawasi kita semua?"

"Entahlah, tapi ini cukup menakutkan karena kita dikurung," sahut Sam lagi.

Aku masih memikirkan Athan, ternyata rumor mengenai dia adalah anggota elit Negara itu benar. Dia bahkan sangat dekat dengan Presiden.

Sam menanyaiku tentang apa yang ku lihat tadi, aku menjawab dengan apa adanya. Ternyata Ge dan Sam memikirkan hal yang sama denganku, kami merasa ada yang janggal dengan semua ini. Terlebih kalimat yang memerintah untuk memastikan kalau kami semua telah mabuk dan tidak sadarkan diri.

Kami menuju area dapur milik Koki Lentik untuk mencari pintu lain yang akan kami gunakan untuk keluar dari tempat ini. Kami tidak menemukan apapun, hanya dinding dan jendela hias yang tidak dapat dibuka. Kami bahkan baru sadar kalau pria ahli memasak itu tidak ada di tempat.

Kami berpencar ke seluruh penjuru ruangan untuk mencari lubang tikus, bukan, maksudku pintu yang mungkin dirahasiakan dari siapapun.

Ku tajamkan pendengaranku, terdengar samar suara gemuruh yang sering ku dengar saat di distrik. Seperti hendak turun hujan tetapi tidak dapat ku pastikan karena aku tidak dapat melihat keadaan langit malam ini.

"Ah ketemu!" teriak Sam mengejutkanku.

Segera saja aku dan Ge menghampiri pria muda itu. Dia memegang dinding tepat di lorong dapur tempat penyimpanan bahan memasak Koki Lentik.

"Apa dinding ini yang kamu temukan?" Tanya Ge yang mewakilkan pertanyaanku juga. Sama sekali tidak nampak pintu di dekatnya berdiri.

Sam mengangkat kedua alisnya lalu mendorong perlahan dinding di sampingnya. Perlahan dengan mengeluarkan suara dan getaran ringan, dinding itu terbuka dan menampakkan ruangan lain di depan kami.

"Wahh…" tanpa aba-aba mulutku menganga melihat hal itu.

"Tolong jangan ragukan keahlianku untuk menemukan sesuatu," ujar Sam menyombongkan dirinya.

"Kerja bagus adikku," Ge menepuk pelan bahu Sam dan masuk ke ruangan itu yang langsung ku susul.

Lagi-lagi, Sam hanya mengangkat kedua alisnya dan ikut masuk bersama kami.

Ku rasa ini bukanlah ruangan rahasia, hanya gudang penyimpanan bahan pangan yang memang tidak boleh diganggu oleh siapapun selain penanggung jawab dapur. Banyak sekali keranjang berisi ubi, sayur dan berbagai macam buah yang menimbulkan berbagai aroma yang bercampur aduk.

Warna mengkilap buah apel hutan menarik perhatianku. Ku raih satu untuk ku simpan dalam kantong, tapi Ge segera menepis tanganku dan membuatnya terjatuh.

"Ini bukan milikmu! Jangan mengulang kebiasaan lama!" ujarnya yang menekan kalimatnya.

"Hah menyebalkan! Aku hanya ingin memastikan apakah ini buah asli," elakku.

"Jangan bersikap seolah aku tidak mengetahui jalan pikirmu, Ami. Kita sudah berteman lama, aku sangat mengenalmu," tambahnya lagi membuatku merasa tidak enak hati.

Aku sudah sangat lama tidak mengambil hak orang, maksudku aku akan mengatakan kepada pemiliknya jika aku tahu siapa pemiliknya. Tetapi jika tidak ku ketahui pemiliknya, maka aku hanya akan meminta ijin kepada angin.

Sam membawa kami keluar dari gudang makanan menuju taman yang berada di tengah asrama. Taman itu pernah ku kunjungi beberapa waktu lalu bersama Fine. Untuk sejenak aku memahami gudang bahan makanan tadi sangatlah luas.

Kami mendapati abu berterbangan di udara, membuat suasana malam semakin gelap dan pengap. Sam menangkap abu dan membiarkannya tertampung di telapak tangannya. Dia mencermati abu itu, di pandanginya dengan sangat fokus.

"Apa ada pabrik di dekat sini?" Tanya nya yang tidak dapat ku jawab karena akupun tidak tahu.

Kami kembali masuk dan melindungi diri kami di balik dinding gudang saat terdengar suara puluhan kaki berjalan kea rah kami. Mereka adalah pasukan hijau bersama dengan beberapa orang berpakaian sangat rapi seperti para pria yang mengunjungi ruang makan.

Aku tidak mengenali satu pun dari mereka, aku hanya yakin kalau mereka adalah para elit yang akan mengadakan pertemuan bersama Presiden.

"Bukankah mereka harusnya bertemu saat bulan purnama?" gumam Sam yang ku dengar lirih. "Ge, apakah mereka mengubah jadwalnya?" Tanya nya kepada Ge yang berdiri di sampingku.

"Entahlah, aku belum membacanya. Tetapi ku rasa ini bukan pertemuan yang biasa jika melihat dari suasana yang mencekam ini,"

"Kamu belum membaca apa, Ge?" tanyaku yang tidak mengerti dengan pembahasan mereka berdua.

"Eh itu, surat kabar. Para jurnalis gedung kuning sering membagikan semacam artikel di surat kabar yang menjelaskan tentang kegiatan para elit Negara," jawabnya dengan suara yang masih lirih.

"Artikel? Aku tidak pernah tahu kalau kamu menyukai bacaan yang seperti itu," ujarku masih merasa heran.

Ge hanya menyeringai kuda, dia memang terkadang bersikap seperti orang yang sangat berpengetahuan tapi kadang pula dia bersikap menyebalkan.

Sam mengajak kami untuk mengikuti orang-orang berpakaian rapi itu. Kami berjalan mengendap dan sangat berhati-hati karena para pasukan hijau tidak akan segan menembak siapa pun yang mengganggu mereka.

Banyak diantara mereka perempuan yang berpakaian rapi dan tampak sangat berpendidikan. Ku rasa mereka adalah jajaran menteri atau kepala perusahaan Negara. Pembawaan diri yang sangat elegan dan anggun, membuat mereka tampak sangat cantik. Aku bahkan memperkirakan usia mereka tidak jauh dari usiaku, hanya saja mereka lebih beruntung dengan kehidupan mewahnya.

Kami melewati lorong yang cukup panjang dan gelap, mirip seperti lorong saat awal kami pergi ke tempat ini hanya saja tidak bau anyir.

Setibanya di ujung lorong mereka belok kiri dan tidak lagi tampak jejaknya. Hanya ada dinding batu tak berpintu seperti dinding lorong yang sebelumnya kami lewati. Seketika aku terpikir cara Sam menemukan pintu di dapur, ku dorong agak kuat dinding di depan kami hingga membuatnya terbuka lebar.

"Ku rasa semua dinding di sini adalah pintu," kataku.

"Hemm, kita harus berhati-hati ketika bersandar mulai sekarang," sahut Ge.

Kami masuk ke dalam ruangan itu. Sangat luas dan kosong, membuat kami kebingungan dengan arah yang akan kami lewati.

Telingaku menangkap suara kecil dari arah kiri yang terdengar seperti suara beberapa orang bercakap ramai. Sam bilang, dia mendengar suara dari arah kanan sementara Ge mendengar suara dari arah depan kami.

Kami saling pandang dan melakukan permainan gunting batu kertas untuk memutuskan kemana arah yang akan kami tuju.

Aku menang! Arah kiri adalah tujuan kami selanjutnya.

Terlihat wajah kecewa di wajah keduanya karena mereka pun penasaran dengan pendengaran mereka, tetapi kami telah memutuskan untuk pergi bersama agar dapat saling menjaga jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi.

Suara yang ku dengar semakin nyaring ketika kami melangkah semakin ke kiri. Ada anak tangga menuju ke bawah, kami memilih untuk mengintip terlebihdulu sebelum turun.

"Apakah aman?" Tanya Ge saat melihat Sam memicingkan kedua matanya mengamati ruangan di bawah.

"Aku tidak melihat apapun, di bawah sana sangat gelap. Tapi aroma Lewine sangat tajam di hidungku,"

***