Setelah mengobrol di tepi lapangan siang tadi, aku dan Ge tidak kembali bertemu karena harus bergabung dengan tim masing-masing. Aku masih ingin mengetahui keadaan sepupunya, Sam. Pria yang berusia lebih muda dua tahun dari kami itu sangat pendiam, aku mulai bertanya-tanya apakah dia memiliki teman dalam tim nya.
Saat makan malam, banyak sekali botol minuman merah yang di suguhkan untuk kami. Banyak dari para Anak Anggota yang tidak terlalu memakan nasi dan hanya minum hingga kenyang. Hal itu membuatku merasa beruntung karena aku dapat mengambil jatah mereka agar aku tidak kembali merasa lapar saat larut.
Kristo menuangkan minuman ke gelasku, aku tidak menolak dan langsung menegaknya. Rasanya masih sama, sangat hambar. Segera ku meminta air mineral kepada Koki Lentik untuk kembali menetralkan lidahku. Nasi dan daging terasa enak, tapi minuman itu tetap saja tidak membuatku senang.
Selanjutnya aku menolak tawaran mereka dengan alasan kenyang juga tidak bisa minum alkohol dalam jumlah banyak. Aku melihat Ge dan Sam yang bersama dengan tim di tempat duduk yang sedikit berjauhan. Aku kembali lega melihat keadaan Sam sangat baik-baik saja sama seperti Ge.
Tidak seperti malam biasanya yang setelah makan langsung pergi ke kamar masing-masing, malam ini kami semua berkumpul sambil saling mengobrol dan bersenda gurau hingga larut. Beberapa dari mereka bahkan ada yang telah tertidur karena mabuk berat, ada juga yang mulai berbicara tidak jelas, bahkan ada yang hanya diam dengan ekspresi mabuk yang menyedihkan.
Ku perhatikan kedua temanku, mereka masih aman dan tidak mabuk. Aku sangat yakin ini adalah pertama kalinya mereka minum minuman berakohol sehingga aku khawatir jika mereka berlebihan hingga tak sadarkan diri.
Seorang Anak Anggota dari pasukan D kembali dari ruangan para pasukan hijau untuk mengambil beberapa botol lagi minuman merah. Pria itu bernama Anthony, ku rasa itu adalah namanya karena teman-temannya memanggilnya begitu. Dia berasal dari daerah Timur perbatasan, ayahnya adalah seorang dari Negara bagian Tenggara dan ibunya asli dari Timur, itu semua ku ketahui dari dirinya yang terus berbicara saat mabuk.
"Ada pak Presiden disini, mereka sedang berkumpul dan akan mabuk bersama hahaha" ujarnya saar menuangkan minuman ke gelas teman-temannya.
Aku yang duduk tidak jauh darinya dapat mendnegar dengan jelas apa yang ia katakan. Dia benar-benar sudah mabuk, wajahnya bahkan sampai memerah dan matanya hampir berair. Aku ikut membantu teman satu tim ku untuk menuang minuman, setidaknya itulah yang dapat ku lakukan. Mengobrol dengan mereka tidak begitu menarik bagiku karena tidak dapat dipastikan mana kalimat yang benar dan mana kalimat bualan.
Aku melihat kursi kosong di samping Sam, segera saja aku menghampirinya. Ternyata Ge juga melakukan hal yang sama, kami duduk di dua kursi dekat Sam yang memang ditinggal oleh pemiliknya yang sedang berjalan-jalan tak keruan. Kami menyandarkan tubuh bersamaan, hanya memandangi dan memperhatikan para pria mabuk.
"Aku tidak begitu menyukai aromanya, kenapa mereka sampai menggila begini?" ujar Sam yang langsung ku sambut dengan mengangkat kedua bahu.
"Rasanya sangat menyegarkan, tapi aku tidak dapat meminum lebih dari satu gelas. Kepalaku sangat pening setelahnya," sahut Ge.
"Aku masih tidak menemukan titik 'enak' dari minuman itu," tambahku.
"Ku rasa rempah yang mereka gunakan terlalu berlebihan," Sam masih membahas mengenai aroma minuman itu.
"Ku rasa alkoholnya terlalu banyak," sahut Ge.
Entahlah, aku tidak dapat memberikan pendapat banyak mengenai minuman itu. Ku pandangi sekitar, semua tampak layu seperti sayuran di kebun yang tidak mendapatkan pengairan. Aku tidak melihat Athan, dia tidak terlihat sejak awal kami masuk ke ruang makan. Dia selalu berbeda hingga sangat jelas di mataku jika dia tidak ada di sekitar.
"Apa menurutmu itu benar-benar terbuat dari ramuan rempah?" Tanya Sam yang tiba-tiba membuatku tertarik. Dia meminta satu gelas penuh dari temannya dan membiarkannya di atas meja untuk di amati.
"Aku mulai berfikir kalau ini sedikit mirip dengan madu hanya jauh lebih cair," Sam menggoyangkan gelasnya yang memperlihatkan pergerakan minuman itu ke kanan dan ke kiri, terlihat kental tapi sebenarnya sangat cair.
"Mungkin tumbuhan yang mereka gunakan semacam aloevera yang berlendir hingga menghasilkan tekstur seperti ini. Mereka juga mencampurkan berbagai perasa dan pemanis agar lebih nikmat," sahut Ge yang ikut memperhatikan.
"Kita tanyakan saja ke orang Timur," ujarku yang langsung disetujui oleh mereka berdua.
Ge memanggil Anthony dan menanyakan mengenai resep rahasia dari minuman berakohol khas dari daerahnya itu. Sambil mabuk dan sempoyongan dia menceritakan kalau ayahnya adalah produsen besar minuman itu dan telah menjadi sumber kehidupan keluarga mereka dari berjualan minuman yang memiliki nama asli Lewine itu.
"Getah pohon Lew di daerahku memang yang terbaik, lalu dicambur dengan Kuhe dan disimpan selama satu bulan. Kami adalah yang terbesar dan terbaik, tidak ada yang menandinginya kecuali minuman darah ini. Mereka bilang ini memiliki resep yang sama tetapi kesegarannya bahkan dua kali lipat dari olahan ayahku. Ku rasa mereka menambahkan rempah lain semacam Gubu ke dalamnya."
Aku sangat asing dengan nama-nama rempah dan bahan yang dikatakan pria itu, aku pernah mendengar mengenai pohon Lew tapi belum pernah tau mengenai pengolahan getahnya.
"Apa kalian tertarik untuk bekerja sama dengan ayahku?" Tanya Anthony yang menatap kami dengan mata merahnya. "Hei, kenapa kalian tahan sekali. Kalian tidak terlihat mabuk walau telah banyak minum."
Ge tertawa kecil, "Warga Barat memang tidak mudah mabuk," ujarnya yang dipercayai oleh Anthony. Pria Timur itu segera pergi menjauh dan kembali bersama teman-teman yang lain.
Kami bertiga masih belum mengatakan apapun. Kami belum ada rencana selanjutnya setelah menanyakan resep Lewine kepada Anthony. Apapun bahan dari minuman itu, kami bertiga sangat tidak cocok dan tidak menikmatinya.
"Pastikan mereka semua telah mabuk dan tidak sadarkan diri." Terdengar suara berat dari seorang pria tua.
Kami bertiga segera menggeletakkan kepala di atas meja dan bersikap seolah telah mabuk berat. Aku tidak tahu siapa yang mengatakan itu dan kenapa, tetapi kalimat itu terdengar menakutkan. Beberapa langkah besar segera memasuki ruang makan yang sangat menggema. Aku sedikit mengintip untuk melihat siapa yang kira-kira telah mengatakan kalimat tadi.
Tampak sekelompok pria dengan setelan lengkap berwarna hitam. Salah satu diantaranya sangat dihormati oleh pria yang lain, dia mengenakan pakaian bermotif naga khas daerah Timur. Dia adalah pak Presiden. Pria berusia lebih dari setengah abad itu masih tampak gagah dan tampan seperti usia tiga puluh tahun. Aku yakin itu karena beliau sangat menjaga penampilannya sebagai seorang kepala Negara.
Tepat di samping kanannya berdiri seorang pria yang sangat familiar bagiku hanya saja terlihat sedikit berbeda. Dia Athan, tampak rapi dan berwibawa. Dia juga tidak memasang wajah kaku seperti biasanya, terlihat lebih santai.
"Hah, mereka sangat lemah," ujarnya agak nyaring yang dapat ku dengar dengan jelas. Dia sedikit mengangkat ujung bibirnya untuk mencibir semua Anak Anggota yang tergeletak karena mabuk berat.
"Dia bahkan sangat mengerikan saat tersenyum," gumamku. Sam yang berada tepat di depanku segera membuka matanya dan melirikku tajam.
"Ayo !" perintah pak Presiden, beliau segera keluar diikuti oleh para jajarannya. Beberapa pendamping presiden menutup pintu besar ruang makan hingga membuat suara nyaring. Aku pun mendengar suara pintu yang dikunci dari luar.
***