Chapter 13 - Memar

Apa tidak ada unit kesehatan disini? Dimana mereka? Mengapa kedua pria itu di biarkan tergeletak di atas tanah dalam waktu cukup lama?

Aku mencari-cari dari arah mana kemungkinan para tim kesehatan akan datang, tetapi hingga pertarungan selanjutnya tubuh Sing dan Modi masih di biarkan di tepi arena berlatih. Untuk kesekian kalinya, arah pandanganku menangkap pandangan Athan yang sepertinya memperhatikan kecemasanku. Dia memadangiku dengan mata indahnya tanpa berkedip, walau dia tampan tetapi hal itu membuatku merasa tidak nyaman dan sedikit terintimidasi.

Giliranku, aku harus melawan Kristo yang bertubuh lebih besar dari Ge. Dia tampak antusias dengan beberapa kali menyunggingkan senyumnya, mungkin aku adalah musuh yang mudah baginya sehingga dia menampakkan perangai yang seperti itu.

Aku yang sangat tidak ahli dalam menggunakan senjata harus kehilangan benda itu di menit awal kami mulai bertarung. Kristo memukul keras pedangku dengan pedangnya hingga milikku terjatuh jauh, aku menarik napas panjang dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menjadi panic walaupun kematian telah tepat berada di hadapanku. Aku berhasil mengelak beberapa serangan Kristo, aku juga sempat melawan tetapi dia tampak tak gentar karena pukulanku tidak sebanding dengan besar tubuhnya. Hingga dia mengayunkan pedangnya ke arahku tepat di perut, dengan spontan aku menangkap ujung pedang itu hingga tidak berhasil mengenai perutku hanya saja telapak tangan kananku terluka dan aku dapat merasakan derasnya darahku mengalir membasahi pedang Modi.

Aku berhasil mendorong pedang itu menjauh dari tubuhku dan segera saja aku menendangnya dengan kuat hingga benda itu terlempar dari tangannya. Aku menghajarnya dengan tangan kiriku juga menendangnya berkali-kali di bagian dada hingga kepala seperti yang pernah ku lakukan dulu saat berkelahi dengan Ge. Tubuh besar Modi terjatuh ke tanah, hal itu membuat jantungku berdetak semakin kencang. Ku rasa kekuatanku sudah bertambah berkali-kali lipat sejak sepuluh tahun yang lalu.

Aku masih tersengal dan pusing karena kepalaku sempat mendapat pukulan balik dari Modi, Bang Arlan menghampiriku dan memintaku untuk berlatih dengannya tanpa menggunakan senjata apapun. Apa dia benar-benar ingin aku mati? Dia sama sekali tidak menyadari kalau nyawaku telah di ubun-ubun?

Ku tarik napas panjang dan kembali bertarung melawan kepala pasukan hijau itu, dia beberapa kali menghindari seranganku dan melawan dengan seadanya. Aku mulai berpikir kalau pria itu sedang mempermainkanku seperti yang dilakukan Ge dulu. Aku mencoba untuk mengingat beberapa gerakan yang dilakukan Ge setelah menghindari dan melawan sekenanya, aku mencoba untuk membaca pergerakan pria dihadapanku ini selanjutnya dan benar saja dia melakukan hal sesuai dugaanku. Aku berhasil menghindari serangannya dan membalas pukulan serta tendangan dengan kekuatanku yang masih tersisa.

Tanpa ku duga, dia kembali menyerangku bertubi-tubi hingga ku kehilangan kendali dan hanya mampu menendangnya sekali sebelum akhirnya aku terjatuh dan semuanya menjadi sangat gelap. Tubuhku tidak dapat ku gerakan sama sekali tetapi aku masih mampu mendengar samar suara para Anak Anggota lainnya yang entah itu adalah pujian untuk bang Arlan atau pujian untukku, suara samar terdengar meriah.

Aku masih mendengar suara keributan di sekitarku, suara yang berbeda dari saat awal aku terjatuh di arena latihan. Ku buka mataku perlahan, cahaya silau membuatku kembali menutup mata. Mata kiriku terasa sangat berat hingga tidak mampu ku buka, hanya dengan mata kanan aku mulai dapat mengenali sekitarku yang merupakan kamar tempatku tidur beberapa malam ini. Suara rebut itu ku rasa berasal dari taman halaman belakang yang sering digunakan oleh anak-anak untuk menghabiskan waktu bersama.

Aku mencoba untuk duduk, ku pandangi tangan kananku yang di buntel dengan kain berisi ramuan obat yang memiliki bau seperti ramuan yang pernah ku pakai sebelumnya. Ah aku belum mati.

Mata kanan ku diperban dengan rapi oleh seseorang yang ku yakini memiliki ilmu kedokteran yang bagus, aku ingin membukanya tetapi masih terasa nyeri hingga ku urungkan niat. Kakiku penuh dengan lebam yang menghitam, begitu juga dengan wajahku yang tampak lebih mengerikan dari biasanya. Ujung bibirku tampaknya bekas mendapatkan beberapa jahitan karena robek saat bertarung dengan bang Arlan. Benar, Bang Arlan telah membuatku hidup tetapi mati.

Ku rasakan pedih dari dalam perutku, aku tidak yakin itu karena luka dalam tetapi itu sangat tidak menenangkan. Ku pandangi jam dinding kuno yang terpasang di dekat tempat tidurku, pukul 8. Hal itu membuatku tersadar kalau sebenarnya aku sedang lapar, segera saja aku mengenakan pakaian tebal dan pergi ke dapur.

Beruntung, aku bertemu dengan banyak Anak Anggota yang lainnya. Walau belum ada melihat batang hidung Ge dan Sam, setidaknya aku melihat anggota dari pasukan yang lain. Tangan kanan di perban, tangan kiri memar, hal ini menyulitkanku saat hendak mengambil makan. Koki Lentik bahkan memandangiku cukup lama hanya untuk mengenaliku yang tampak seperti mumi berjalan. Dia segera tertawa dan membantuku membawa makanan ke meja makan, dia bilang dia merasa kasihan tetapi penampilanku benar-benar membuatnya tertawa. Sial, orang-orang memang selalu begitu ketika melihat orang lain kesulitan.

Aku makan dengan menggunakan tangan kiri, susah sekali karena aku bukan kidal. Daging yang agak keras pun merepotkanku, mulutku masih nyeri sehingga aku hanya memakan nasi yang ku campurkan dengan kuah sayur agar mudah untuk memakannya. Diriku benar-benar mengerikan.

Dari arah pintu masuk aku melihat bang Athan datang dengan keadaan yang sangat baik-baik saja, tidak ada bekas luka sedikitpun dan masih terlihat tampan.

"Hai, bagaimana keadaanmu?" Sing menghampiriku dan duduk di meja yang sama. Aku senang dia baik-baik saja walau tadi siang aku sempat melihatnya tak sadarkan diri di arena.

Dia bilang lukanya tidak dalam, hanya karena kondisi tubuh tidak stabil makanya dia terjatuh. Modi pun baik-baik saja, dia telah makan terlebih dulu agar dapat beristirahat di kamar. Ternyata dia telah mengetahui pertarunganku dengan ketua pasukan hijau yang menyebabkanku menjadi mumi berjalan.

"Apa sekarang aku menjadipopuler?" tanyaku yang membuatnya tertawa.

"Siapa yang tidak akan mengenalimu dengan penampilan seperti ini? Anak Anggota yang lain walaupun luka dan memar tidak ada yang mengerikan seperti dirimu," ujar Sing menertawakanku.

Sing bilang dia telah setahun berada di tempat ini, berdarah dan hamper mati itu adalah hal yang biasa. semua itu harus kita hadapi selama beberapa tahun sebelum akhirnya kita menjadi pasukan hijau dan pulang ke rumah.

"Jadi maksudmu 'pulang' tadi adalah menjadi pasukan hijau? Yang artinya dapat keluar dari tempat ini?" tanyaku yang langsung diiyakan olehnya.

"Kamu pikir? Apakah ada kata 'pulang' dengan makna yang lain?" tanya Sing sambil mengunyah makanannya.

"Tidak ada, hanya itu ku rasa," sahutku sambil mencoba untuk tersenyum. Benar, jika aku lulus menjadi pasukan hijau maka aku akan dapat pulang. Mungkin itu juga yang dimaksud oleh Bang Arlan, hanya saja aku salah memahaminya.

***