Chereads / DISTRIK 25 : Sebuah Mimpi Buruk / Chapter 11 - Malam Kelabu

Chapter 11 - Malam Kelabu

Perlahan ku berjalan keluar kamar asrama menuju ruang makan, dengan mengenakan jaket tebal aku mulai mengatupkan kedua tanganku karena cuaca malam di tempat ini lebih dingin dari cuaca di Distrik ku. Di dapur, hanya tersisa dua pria yang sedang bercengkrama di meja makan dan kursi lainnya telah kosong. Aku memang telah telat karena setelah membersihkan tubuh, aku sempat tertidur karena terlalu lelah. Kakiku yang bengkak sudah lebih baik dan tidak begitu nyeri, hanya masih sedikit kebas jika berjalan cukup jauh.

Aku mengambil makanan yang masih tersisa, pelayan dapur bahkan sudah hamper membereskan semuanya karena sudah larut dan sudah bukan waktunya untuk makan malam. Pria berambut pirang yang sering di panggil 'Koki Lentik' itu mengatakan padaku untuk kedepannya harus makan tepat waktu karena semua penghuni asrama memiliki porsi makan besar sehingga aku akan sering tidak makan jika datang terlambat.

Aku meresponnya dengan tawa kecil, pria pirang itu sangat ramah dan menyenangkan sangat berbeda dengan beberapa pria yang pernah ku temui sebelumnya. Pria pirang itu juga mengatakan kalau presiden ataupun pihak elit lainnya sering kali berkunjung di jam makan malam dan sangat marah jika ada anggota yang tidak hadir saat makan malam. Mereka akan memberinya hukuman karena dianggap telah mengabaikan dan tidak menghormati pimpinan.

"Di sini sangat ketat peraturan, kamu jangan sampai melanggar sedikitpun," Bisiknya lagi sebagai kalimat penutup percakapan kami.

Aku hanya mengangguk pelan, segera ku santap makan malamku dan membersihkan piringnya sebelum kembali ke kamar.

Saat masih di dapur hendak keluar, aku melihat pria bermata indah melintasi ruang makan dengan pandangan mata yang lurus kedepan dan langkah kakinya sangat mantap. Aku penasaran dengan arah perginya, ku pandangi sekitar untuk memastikan kalau dapur sudah sangat kosong yang menandakan bahwa mereka sudah kembali ke kamar masing-masing karena sudah larut.

Aku memutuskan untuk mengikuti pria bermata indah itu, aku segera berjalan dengan sangat perlahan dan sesekali berlindung di tiang atau benda apapun yang berukuran besar agar pria itu tidak melihatku. Seluruh lorong telah sepi, hanya beberapa kamar yang masih terdengar rebut karena penghuninya saling mengobrol dan bercanda gurau. Pria itu berjalan sangat cepat, dia berjalan hingga ke asrama bagian terjauh dari kamarku. Aku tidak begitu yakin akan mengingat setiap belokannya, tetapi aku penasaran kemana tujuan pria itu.

Aku berhenti dan berlindung di balik dinding saat dia belok ke lorong lainnya. Aku khawatir dia mengetahui keberadaanku sehingga aku hanya mengintipnya.

"Apa itu hal yang menarik?"

"Hah !" Aku sangat terkejut dan kembali hamper berteriak mendapati sosok perempuan penjaga asrama yang telah berada tepat di depanku dan ikut mengintip kea rah perginya pria bermata indah.

"kenapa kamu berlindung? Apa yang sedang kamu lihat?" Tanya nya lagi tanpa ada rasa bersalah karena telah mengagetkanku.

"Aku… Aku hanya melihat-lihat. Karena belum mengenal lingkungan asrama sepenuhnya jadi ku putuskan untuk melihat sekitar," Jawabku dengan sedikit gagap.

"Ohh, lalu kenapa kamu mengintip?"

"Aku tadi melihat salah satu anggota di sana, aku tidak mengenalnya jadi aku tidak ingin bertemu dengannya,"

"Ohh… Mau ku temani berkeliling? Aku tau banyak tentang asrama ini,"

Aku berfikir sejenak, ku rasa aku akan banyak mendapatkan informasi tentang tempat ini dari Fine. Selain karena dia orangnya ramah, sebagai sesame perempuan biasanya dia menjadi lebih mudah untuk terbuka.

Fine menemaniku berkeliling asrama, dia bilang sebenarnya kami tidak boleh melakukan ini saat jam tidur karena akan mengganggu aktifitas yang lain. Juga jika ketahuan oleh Bang Seta maka kami akan mendapatkan sanksi, tetapi karena mala mini bang Seta sedang tidak di asrama jadi kami dapat berkeliling sebentar.

Kami melewati beberapa lorong dan taman pemisah antar bangunan, suasana hening dengan lampu yang menyala keseluruhan membuat tempat itu tidak begitu mengerikan hanya saja udaranya yang dingin membuatku tidak dapat berjalan tanpa mengatupkan kedua telapak tanganku. Fine menjelaskan banyak tentang asrama yang telah berdiri sejak lama hanya saja baru aktif sepenuhnya saat pergantian sistem demokrasi, hal itu di karenakan presiden ingin keamanan dan kepengawasan lebih di perketat sehingga Negara terus menambah pasukan.

Perempuan dengan riasan wajah lengkap itu tidak tampak kekanakan saat menjelaskan tentang asrama, tetapi dia kembali dengan sikapnya itu saat dia melihat lampu indah maupun kunang-kunang. Dia bilang, dia sangat menyukai cahaya karena itu dapat membuat perasaannya tenang dan senang.

Lirih aku mulai mendengar suara petikan senar gitar yang semakin aku bergerak maju suara itu terdengaar semakin jelas. Suara itu berasal dari salah satu sudut taman yang agak gelap karena lampunya mati, di sebuah kursi duduklah seorang pria yang sedang memainkan alat musiknya dengan sangat menikmati tiap suaranya. Aku merasa seperti déjà vu, aku pernah melihat sosok itu dengan gitar sebelumnya hanya saja waktu itu tidak dapat ku dengar suaranya musiknya.

Untuk beberapa saat berikutnya aku tersadar, pria itu sebelumnya ku lihat sedang berjalan kea rah lorong yang berbelok ke kanan saat aku dikejutkan oleh Fine tetapi kini dia telah berada di taman yang arahnya berbeda dari lorong tadi. Apakah ada belokan lainnya? Ataukah lorong tadi memang arah ke taman hanya saja dibuat berputar?

"Ahh sudah lama sekali dia tidak memainkan music, aku sangat merindukannya," Ujar Fine tidak begitu nyaring tetapi aku dapat mendengarnya.

"Dia seorang musisi?" Tanyaku.

"Ku rasa begitu. Dia sangat mahir memainkan alat musiknya itu dan mampu membuat siapapun yang mendengarnya larut dalam alunan indahnya,"

Pria bergitar di gedung kuning, pria yang membantuku membawa jeruk ke rumah paman, bang Atan? Apakah mereka orang yang sama, ataukah hanya kebetulan memiliki wajah yang sama? Aku bertanya-tanya dalam kepalaku.

"Bang Athan !" Teriak Fine cukup nyaring dan membuat pria bermata indah itu segera menoleh ke arah kami.

"Sering-seringlah memainkannya, itu sangat menenangkan !" Teriaknya lagi.

Ku kira Atan akan merespon baik dan memainkan ulang instrumennya tetapi ternyata pria itu segera berdiri dan berpamitan dengan sedikit membungkukkan tubuhnya kea rah Fine. Dia segera pergi menuju kamarnya yang tidak jauh dari taman

"Yahh… Begini lebih baik," Gumam Fine, "Seharusnya aku tidak mengajaknya bicara".

Terlihat ekspresi wajah perempuan penjaga asrama itu sangat kecewa dan menyesali perkataannya. Tampakknya Atan memang tidak menyukai berbicara dengan orang lain, dia selalu menghindarinya dengan berbagai cara. Bahkan tersenyumpun tidak, hanya membungkuk dan meninggalkan kami.

"Dia sombong sekali," Gumamku yang ternyata di dengar oleh Fine. Fine bilang Atan adalah sosok pria yang special karena tidak banyak bicara tetapi dia memiliki aura yang sangat positif dan berjiwa kuat. Dia juga bilang kalau Atan atau bang Atan itu adalah salah satu kandidat pengganti bang Arlan beberapa tahun kedepan.

***