Sekar ingat betul lelaki ini yang 11 tahun pura pura sakit dan ia tolong malah membekap, menariknya ke bangunan kosong lalu memperkosanya.
"Maaf, Apa kita pernah bertemu sebelumnya?". Jawab Sekar dingin walau seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia tak menyangka akan bertemu bajingan itu lagi. Tangan yang berkeringat dingin Ia sembunyikan di belakang tubuhnya.
Sial bagi Rega. Ia tak mungkin salah mengenali orang walau sudah 11 tahun mereka tak bertemu. Sekar ini adalah gadis yang ia jadikan target TOD saat baru jadi mahasiswa. Gadis yang benar benar nikmat apalagi ia menangis saat Rega berhasil mengoyak selaput daranya.
"Sepertinya saya memang salah mengenali orang. Nama saya Rega, anda?". Kalau sampai perempuan ini menerima uluran tangannya berarti memang benar mereka orang yang berbeda tapi kalau sampai tidak bisa dipastikan kalau Sekar ini memang gadis itu, gadis manis pegawai cafe langganannya dulu.
"Sekar". Jawaban yang singkat tanpa mau menatap dan mengulurkan tangan. "Maaf, saya masih ada urusan". Sekar berbalik pergi meninggalkan mereka bertiga, mengamankan dirinya sendiri.
Rega menyeringai,benar kan dugaannya. Dia adalah gadis itu. Ekspresi ketakutan masih sama walau berusaha ditutupi.
Ternyata 11 tahun sudah banyak yang berubah. Gadis yang dulu kecil dan kumal berubah menjadi putri sedingin salju yang sangat cantik. Rega akan mendapatkannya kembali. Tapi perempuan itu sudah berkeluarga belum ya? Salah- salah ia mengincar istri orang.
Sedang Sekar yang berada di dapur segera meneguk segelas air dingin untuk meredam ketakutannya. Dia si bajingan, yang menghancurkan masa depan Sekar. Kenapa harus datang lagi disaat hidupnya sudah damai dan tenang.
"Maaf nih, Ras. Saudara kamu itu udah punya pasangan belum?". Laras tersenyum. Ia tahu maksud ucapan orang bernama Rega ini. Pastilah menaruh hati pada kakak sepupunya.
"Kalau suami belum tapi pacar Laras gak tahu. Mbak Sekar jarang terlihat jalan sama laki laki". Kabar bagus, setidaknya dia bukan istri orang. Ada hal lain yang harus Rega tanyakan.
"Sekar itu tinggal di Semarang?". Laras hanya tersenyum, ia tahu sepertinya teman calon suaminya ini benar benar tertarik pada kakak sepupunya. Baguslah kalau mereka berjodoh. Eh tapi bukankah Rega ini belum resmi bercerai.
"Mbak Sekar gak tinggal disini tapi dia menetap dia Jakarta". Wah keberuntungan selalu menyertai Rega. Dunia ini memang sempit. Dia akan mencari tahu wanita yang bernama Sekar tinggal dimana ?
Bukan hal sulit kan? Mereka tinggal di kota yang sama, tapi Jakarta itu luas.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
"Tolong-Tolong..... mmptt...."
"Lepasin.... bajingan kamu.... lepas".
Brukk... kresek... kresek...
"Diam cantik.... kamu pasti akan menikmati nya".
"Jangan... aku mohon Jangan lakuin itu... aku gak kenal kamu".
"Ach..... hhhh".
Sekar berteriak histeris, ia terbangun dengan nafas terengah-engah. Mimpi itu lagi, mimpi buruk yang sudah tak dialaminya bertahun tahun. Keringatnya bercucuran, sampai punggung Sekar jadi basah.
"Mbak Sekar gak apa-apa? Kenapa teriak-teriak". Laras terkejut orang yang disampingnya tidur dengan gelisahbdan berakhir bangun berteriak dengan lantang. Apa yang sedang dimimpikan oleh saudara sepupunya ini ya sampai bisa membuat tubuhnya berkeringat dingin? Tubuhnya sampai basah bermandikan keringat. "Mbak minum dulu".
Sekar meminum segelas air putih yang ada di atas meja dengan sekali teguk. Ia seperti sudah berhari-hari tak minum. Setelah menuntaskan dahaganya. Sekar beranjak dari tempat tidur mengambil jaket lalu memakainya. Berjalan ke arah pintu keluar.
"Mbak Sekar mau kemana?".
"Keluar cari udara segar". Jawab Sekar singkat dan berjalan tanpa mau mendengar larangan Laras. Ia hanya butuh bernapas.
Malam hari di kampung Sekar hanya ada suara jangkrik dan katak. Ia memutuskan untuk duduk di dipan bambu yang terletak dibawah pohon mangga. Menikmati semilir hawa angin malam yang lumayan dingin menusuk tulang. Kepalanya menengadah ke langit melihat beribu ribu bintang terang.
"Kenapa bapak sama ibu ninggalin Sekar sendirian? Harusnya Sekar juga kalian bawa". Sekar bergumam seolah-olah bintang -bintang itu adalah orang tuanya yang mengawasi dirinya dari langit.
Ingatannya melompat mundur ke 11 tahun lalu sebelum peristiwa naas itu menimpanya.
Sekar sedang membaca buku pelajaran disela-sela pekerjaannya sebagai pelayan cafe. Untung hari ini cafe lumayan sepi jadi ia bisa belajar untuk ujian nasional besok.
"Sekar, meja nomer 7. Tolong kamu antar pesenannya". Perintah mbak Dina, pelayan senior di cafe dan Sekar langsung berdiri mengambil nampan pesanan yang berisi seporsi nasi goreng dan segelas es teh manis.
"Okey mbak". Ucapnya dengan ramah lalu berjalan mengantar pesanan ke meja berpapankan angka 7. Sekar memang masih kecil umurnya belum genap 17 tahun namun bisa di jamin kalau kerjanya cekatan dan rajin.
Pekerjaannya sebagai pelayan cafe sudah di lakukannya selama 3 tahun semenjak ia masih duduk dibangku kelas 1 SMA. Jam kerjanya pun tak terlalu berat. hanya 6jam, Jam 3 sampai jam 9 malam. Tak terlalu mengganggu pelajaran, ia bahkan tak pernah lupa mengerjakan PR di sela-sela melayani pelanggan.
Dia terpaksa harus pindah ke Semarang kota agar dapat melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi. Sekar sebenarnya mendapatkan kiriman uang dari Wiryo tapi itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Jadilah ia harus bekerja part time untuk biaya tempat tinggal dan uang makan.
Untuk tempat tinggal, ia menyewa kos-kosan yang kecil. Cukup untuk di tempati dirinya sendiri. Sisa gajinya ia tabung untuk biaya kuliahnya nanti. Semoga saja kuliah nanti ia masih boleh kerja di sini.
Hari ini Sekar mengambil jam lembur lagi. Biasanya pulang jam 9 menjadi jam 11 malam. Tak apa-apalah ujian negara juga telah usai, hanya sesekali datang ke sekolah untuk menandatangani beberapa berkas dan mengambil pas foto. Lagipula ia butuh uang tambahan untuk masuk ke perguruan tinggi. Walau lewat jalur PMDK tapi tetap saja uang masuknya tak gratis.
Hari itu hujan baru saja reda. Sekar mendapat giliran menutup cafe serta membawa kuncinya. Untung jarak antara kos-kosan dengan cafe dekat jadi tak usah naik kendaraan umum cukup berjalan kaki. Padahal badannya cukup pegal, karena keadaan cafe hari ini lumayan ramai. Sesekali ia menguap ngantuk sambil berjalan menyusuri trotoar. Kalau sudah sampai ke tempat kos, Sekar mau langsung mandi dan tidur.
Dalam perjalanan pulang Sekar melihat seorang lelaki yang sedang menunduk dan bersandar ke tiang listrik dengan satu tangan. Satu tangan lainnya digunakan untuk memegang kepala. Terlihat pemuda itu kesakitan sekali. Karena Sekar iba, ia mendekat.
"Mas... hey... Masnya gak kenapa- kenapa kan?". Tanya Sekar kawatir sambil menoel- nowel tubuh pemuda itu dengan ujung jari telunjuknya.
"Tolong saya". Apa yang harus Sekar lakukan? Dia sendiri gak bawa kendaraan. Masak memapahnya, yang benar saja. Badan Sekar terlalu kecil bila harus membantu orang ini berjalan.
"Mas, bawak hape nggak?". Semoga saja dia punya hape, kan jarang-jarang anak seusia Sekar punya hape. Maklum harganya lumayan mahal. Untuk saat ini yang hanya bisa ia lakukan hanya mengurut tengkuk pemuda itu, membantu sedikit meredakan pusing yang di deritanya.
Tapi saat pemuda berperawakan jangkung itu menoleh, melihat langsung ke arah Sekar. Ia menyeringai, mengeluarkan senyum jahat. Tanpa aba-aba menggenggam tangan Sekar dan menariknya dengan paksa.
"Eh... Kamu mau apa?? Lepas nggak tangan saya?". Sekar berusaha meronta-ronta tapi tenaganya kalah kuat. Sadar bahwa dalam bahaya, ia berteriak.
"Tolong.... tolong....". Naas saat itu hujan gerimis membuat jalanan sepi.
"Mmmt... mmt...". Mulut Sekar dibekap supaya tak berteriak. Tubuhnya diseret lumayan jauh ke arah sebuah bangunan tua yang tak terpakai.
"Brukk". Tubuh kecilnya dibanting ke lantai yang masih berupa semen kasar. Dengan sigap pemuda itu duduk tepat di atas tulang panggulnya. Mengurungnya supaya tak bisa bergerak.
"Lepasin.... lepasin... mau apa kamu? Aku gak kenal kamu". Pemuda itu malah mengangkat sudut bibirnya sedikit lalu mengeluarkan sebuah slayer (sapu tangan besar). Mengikatkan benda itu pada mulut Sekar.
Mata Sekar sampai melotot saat dengan entengnya tangan nista dari pemuda itu malah melucuti kancing-kancing kemeja putih yang biasa ia gunakan untuk bekerja. Sekar melawan sekuat tenaga, menepis tangan jahanam pemuda itu tapi sia sia. Tangannya malah dicekal jadi satu di tempatkan di atas kepala.
"Manis loe diam aja, Ini cuma bentar kok. Loe pasti nikmatin" . Sekar semakin takut karena ia bukan gadis bodoh. Di kelasnya sudah diajarkan sistem reproduksi jadi ia tahu bahwa saat ini sedang dilecehkan.
Airmatanya semakin deras tatkala pemuda yang tak dikenalnya itu menyibak roknya hingga ke atas paha. Membelai alat vitalnya dengan lembut membuat Sekar melayang tapi hanya sejenak.
"Krekk".
Celana dalam Sekar dirobek. Airmatanya semakin deras saat pemuda itu menjelajahi vaginanya dengan jari jarinya yang besar seperti mencari sesuatu.
Setelah menemukan apa yang dicarinya.
Pemuda itu malah melepas kancing dan menurunkan resleting celana jeansnya. Mengeluarkan alat kelamin sambil mengocoknya sebentar.
Mata Sekar membulat sempurna ia terkejut. Baru kali ini ia melihat langsung wujud alat kelamin pria yang biasanya hanya tahu dari gambar ilustrasi di buku biologi. Sekar menggeleng gelengkan kepala bermaksud menyangkal atau lebih tepatnya menolak. Ia sadar ini bukan cuma pelecehan seksual tapi sudah masuk kasus pemerkosaan.
Pahanya dibuka sedikit, pemuda yang tak ia ketahui namanya itu mengarahkan alat kelaminnya untuk menempel tepat didepan liang vagina Sekar . Kalau saja mulutnya tidak diikat sudah pasti ia akan berteriak minta tolong. Sekar menyesal kenapa ia tadi membantu pemuda brengsek ini yang ia kira sedang kesakitan.
"Loe sempit". Sekar merasakan liangnya hendak ditembus. Ia meronta,minta di lepaskan. Apakah malam ini dia akan kehilangan kehormatannya?
Satu hentakan kasar merobek sesuatu. Alat kelamin pemuda itu sudah masuk penuh. Sekar menangis, Ini yang namanya diperkosa.
"Ach... akhirnya.... Loe diam aja ya cantik biar gue yang gerak". Digerakkan pinggulnya dengan kasar dan menghentak- hentak. Jujur rasanya benar- benar perih layaknya kulit yang tersayat pisau. Sekar tak bisa lagi membendung airmatanya saat pemuda itu malah meremas dan mengulum payudaranya bergantian. Rasa sakit berubah jadi nikmat, walau ia jijik sendiri mengakuinya.
"Ouh... Loe nikmat banget... sempit sayang... ach... ach... gue tahu loe juga menikmatinya tapi kasihan mulut loe, gue sumpel". Tangisnya semakin kencang, ia bukan Sekar si gadis lagi. Kehormatannya telah hilang di koyak pemuda yang tak di kenalnya.
Hentakan-hentakan dari pemuda yang berada diatasnya semakin cepat dan cepat sampai pada lenguhan panjang terdengar dan cairan hangat membanjiri rahim Sekar. Ia kita semua sudah selesa tapi ternyata pemuda itu tak segera berdiri malah menikmati sisa sisa organisme nya.
"Rasa perawan emang enak banget, gue sih pingin lagi nikmatin tubuh Loe kapan- kapan". Kalau bisa Sekar pasti sudah menghajar dan mengumpati bajingan ini. Dasar pria brengsek, tak punya hati, penjahat kelamin. Apapun kata kata paling biadab dan kotor akan ia lontarkan.
Rasa jijiknya bertambah saat pemuda itu menggigit payudaranya hingga meninggalkan bekas bewarna merah tua.
"Buat kenang-kenangan ". Dan dengan kejamnya si pelaku pemerkosaan meninggalkannya tanpa menoleh ke belakang. Sekar hancur saat itu juga. Dengan cepat ia mengancingkan pakaiannya kembali. Membetulkan rok, kemudian melepas kain dari mulutnya.
Barulah Sekar dapat menangis lagi sambil berteriak dengan sangat kencang, kenapa nasibnya setragis ini. Apa salahnya sampai ia dihukum seberat ini? Bukankah Tuhan selalu menguji sesuai kemampuan hambanya.
Sampai sekarang pun Sekar masih mengingat jelas malam terkutuk itu sambil menangis ia memukul- mukul dipan bambu yang ia duduki, melampiaskan amarahnya di tempat yang terbuat dari bambu itu.
Kenapa?? Setelah sekian tahun hidup dalam ketenangan, iblis itu kembali muncul. Dengan seringainya memperkenalkan diri sebagai Rega. Si brengsek Rega, santai seperti tak punya dosa. Tak pernah melakukan kesalahan padahal Sekar sudah ketakutan setengah mati. Tak adil bukan? Harusnya ia dulu melaporkan Rega kepada polisi tapi tak mungkin. Dulu teknologi tak secanggih sekarang. Sekar hanya tahu wajah pelaku tapi tak tahu identitasnya.
Baru setelah 11 tahun lelaki itu muncul dan setelah ini ia memastikan tidak akan mau bertemu dengannya lagi. Tapi Sekar lupa, tak ada yang bisa mengelak dari takdir Tuhan bila ia sudah berkehendak.
, 🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Cerita ini sudah selesai dan dijual di google play book. Bagi yang berminat tinggal bisa ketik rhea Sadewa di kolom pencarian pasti ketemu novelnya