Chereads / Rahasia Sekar / Chapter 9 - Bab 9

Chapter 9 - Bab 9

Sekar hari ini meninjau proyek. Disana banyak yang pekerjaan yang terbengkalai. Belum lagi ia harus bertengkar dengan para kontraktor. Masalah bahan bangunan yang tak sesuai grade nya dan beberapa pengurangan bahan yang telah disepakati.

"Kenapa sih mereka kayak nyepelein pekerjaan gue? Emang kenapa kalau gue perempuan?? Apa mereka pikir cuma laki doang yang bisa handle pekerjaan kayak gini". Dewi tahu kalau Sekar dalam mode marah, ia memilih diam. Bisa kenak amukan  naga betina yang lagi PMS.

"Kar, minum dulu deh! Dari pada loe dehidrasi karena ngomel-ngomel". Dewi, sang asisten memberi segelas air putih kepada Sekar dan ia habiskan dengan sekali teguk. Amarahnya butuh di siram memang dengan air dingin.

"Kalau gue gak ada janji, gue bakal disana. Ngomelin kontraktornya sampai puas, enak banget dia motong jalur yang udah gue gambar susah-susah" . Ucap Sekar yang sudah membawa pakaian ganti dan masuk ke dalam kamar mandi. Dewi sendiri heran melihat Sekar. Dewi membolak-balik agenda jadwal yang ia pegang.

"Gak ada janji temu sama siapapun, Sekar mau ketemu siapa?".

Tak mau menerka-nerka, lebih baik menunggu Sekar sampai selesai mandi.

Ceklek

Dewi semakin menukikkan alis. Melihat Sekar memakai dress bewarna hitam ketat tanpa lengan. Dan panjangnya hanya sebatas lutut. Sekar terlihat beda . Ia nampak cantik, seksi nan elegan.

"Loe belum pulang, wi?". Tanpa menghiraukan mata Dewi yang masih melotot melihat tingkah lakunya. Sekar mulai memoles wajahnya dangan bedak dan peralatan make up.

"Gue nunggu loe. Loe mau kemana pake baju kayak gitu, Kencan?". Mungkinkah Sekar sedang dekat dengan seorang pria. Terlihat mustahil sih.

"Iya, ada janji sama cowok, katanya anaknya temen nyokap". Jawabnya santai sambil memoles pipinya dengan blush on.

"Beneran kar? Loe gak sakit kan?". Dengan lancang Dewi menyentuh dahi Sekar. Gak panas, suhu tubuh bosnya itu normal.

"Aish...". Sekar menepis tangan dewi. "Loe kira gue sakit?? Gue sehat".

"Tumben loe mau dicomblangin, biasanya ogah-ogahan".

"Gue buka kesempatan buat diri sendiri gue sendiri, gue juga pingin bahagia". Tumben si Sekar pingin punya pasangan. Semoga saja Sekar punya pacar dan dapat jodoh. Kalau bossnya punya pasangan kan, dia gak sering-sering kenak damprat.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

"Mas Damian mau pesan apa?". Tanya Laras sambil membuka buka buku menu. Mereka sedang dinner di sebuah restoran milik selebriti chef yang cukup terkenal di Jakarta.

"Salmon grill with lemon sauce, enak kali ya?? Minumnya air mineral sama redwine". Usul Damian yang disetujui Laras. Laras sendiri tak pandai memilih menu, menurutnya makanan di warteg lebih enak. Makan di sini porsinya kecik, Katanya bercita rasa tinggi tapi menurut Laras, rasanya aneh.

"Samain aja deh kalo gituh". Laras segera memanggil pelayan untuk memesan.

Sambil menunggu pesanan mereka matang. Mereka mengobrol tentang persiapan pernikahan yang akan diadakan sebulan lagi.

"Mas, gedungnya udah siap kan?? Udah tanya EO nya persiapannya udah berapa persen?". Tanya Laras.

"Besok aku hubungi EOnya, aku tanyain". Ditengah obrolannya bersama Laras, pandangan mata Damian masih menangkap bayangan seseorang yang cukup ia kenal.

"Ras, itu kayaknya kakak sepupu kamu si Sekar". Damian menunjuk arah jam 10 dari tempat duduknya.

"Mana?". Laras menengok, benar itu mbak Sekar tapi bersama siapa?. "Aku telpon mbak Sekar ya?". Laras hendak mengeluarkan ponselnya tapi tangan Damian menahannya.

"Jangan ditelpon biarin aja!!". Tanpa sepengetahuan Laras, Damian menfoto Sekar yang sedang makan malam dengan seorang laki laki dan  mengirim fotonya kepada Rega. Begitu gambar itu terkirim, dalam hitungan detik Rega langsung menghubunginya.

Rega calling

"Dimana loe?". Suara Rega memekikan telinga Damian, refleks ia menjauhkan ponselnya .

"Telpon gak pake salam apa nyapa kek, langsung nyemprot gue. Gak sopan loe". Jawab Damian santai.

"Jangan banyak omong deh loe, cepetan loe ada dimana sekarang?".

"Ada di restoran Prancis punya selebriti chef yang terkenal itu, loe tahu kan deket bundaran HI". Belum sempat Damian melanjutkan ucapannya telpon sudah ditutup Rega.

"Dasar gak sopan". Umpat Damian setelah meletakkan ponsel pintarnya masuk ke dalam saku.

Sedangkan Sekar yang sedang makan malam bersama seorang lelaki berkacamata, berkulit putih serta berbadan agak tegap. Nama lelaki itu adalah Raditya Gandhi, dia berprofesi sebagai dokter spesialis anak.

"Dek Sekar, kalau boleh tahu usianya berapa?".Tanya lelaki yang bernama Raditya itu dengan sesekali  mengusap wajahnya dengan sapu tangan. Penilaian pertama Sekar untuk lelaki ini adalah pria tipe panikan.

"Umur saya 28 tahun, anda??". Sekar mulai memindai lagi, wajah Radit tak jelek-jelek amat, pas. Wajah pas- pasang dan kerap mengumbar senyum, memperlihatkan gigi-giginya yang tertata rapi dan bersih. Lelaki baik, tak ada noda kopi ataupun ciri ciri pecandu rokok.

"Saya sudah 34 tahun!". Hmm matang secara umur entah pemikiran nya bagaimana. "Berarti dek Sekar masih muda ya? Tapi sudah sesukses ini dan juga cantik". Puji Raditya malu-malu.

"Mas juga, udah berapa lama jadi dokter anak?".

"Sudah hampir 8 tahun tapi saya kagum sama dek Sekar semuda ini tapi sudah bisa mendesain gedung pencakar langit". Pujinya tulus. Pujian yang bisa didapat Sekar dari para pria yang mendekatinya jadi terkesan biasa saja. Ia sebenarnya mulai bosan, menurutnya orang bernama Raditya ini tak menarik sama sekali dari omongan maupun penampilan.

"Mas, lebih hebat. 8 tahun menghadapi anak kecil kan sulit. Mereka sering rewel apalagi pas sakit. Mas pasti punya kesabaran yang besar". Sekar hanya membalas perkataan lelaki yang ada di depannya ini. Pujian di balas punian, tersenyum di balas dengan senyuman juga 

"Terus terang ya dek, berhubung umur saya sudah matang. Saya menginginkan hubungan yang serius". Secara tiba tiba lelaki bernama Raditya itu memegang tangan Sekar, menunjukkan keseriusannya. Wanita itu sampai gelagapan sendiri, rasanya tak nyaman ketika tangannya dipegang-pegang oleh laki-laki yang baru saja ia kenal.

"Maksudnya??". Semoga saja Pria didepannya ini tak berpikir untuk cepat- cepat menikah. Mereka baru saja saling kenal, pernikahan masih terlalu dini jika di bahas dalam sesi pertemuan pertama.

"Saya mau menjalin hubungan serius, yah saya tahu kita baru ke arah penjajakan tapi tak ada salahnya kan kalau ini akan berakhir ke jenjang pernikahan". Benar saja dugaannya, secara tidak Langsung Raditya mengajak Sekar untuk menikah.

"Maaf.....".

"Malam Sekar". Belum sempat ia menjawab permintaan Radit, suara seorang lelaki mengeterupsinya. Suara yang membuat mereka yang sedang berkencan seketika langsung menoleh.

"Dek Sekar kenal sama orang ini?".

"Kenalkan saya, Sarega Wira Atmaja  calon suami Sekar". Keduanya terhentak kaget. Seenak jidat orang yang bernama Rega ini datang dan memperkenalkan diri sebagai calon suami Sekar.

"Maaf, saya nggak kenal sama orang ini". Ucap Sekar tanpa menoleh. "Anda siapa?Saya gak kenal anda". Seperti tersentil harga dirinya. Rega sedikit menggeram marah tapi bukan namanya Rega kalau dia menyerah dengan mudah.

"Sayang maafin aku, aku tahu aku salah tapi jangan batalin pernikahan kita yang tinggal 2 bulan lagi". Rega pintar kan bermain drama sedang Sekar sendiri kalau bukan di depan orang banyak ia bakal mendamprat dan memaki habis- habisan si Rega. Yang ia lebih heran lagi kenapa ini monyet bisa ada disini, mengacaukan makan malamnya.

"Maaf, sepertinya anda salah orang". Jawab Sekar santai dan jangan lupakan wajah tanpa ekspresinya walau tangan yang berada di bawah meja sudah terkepal erat .

Orang yang bernama Rega itu sepertinya urat malunya sudah putus dengan gaya lebaynya malah berlutut didepan Sekar. "Sayang, maafin aku. Aku tahu aku salah tapi please jangan tinggalin aku. Pernikahan kita tinggal menghitung minggu ".

Kesabaran Sekar sudah habis, ia hampir saja menendang Rega tapi ia masih waras Tak memperlihatkan sikap kasarnya didepan Radit. Padahal Sekar menahan jijik ketika tangan kotor Rega menggenggamnya.

"Baik kita bisa keluar dulu untuk bicara ". Senyum Rega langsung terbit, ini maunya membawa Sekar pergi dan menggagalkan kencan yang wanita itu  jalani. Dengan semangat ia mengikuti kaki Sekar keluar restoran, sesekali menengok ke belakang mengejek ke arah Raditya.

"Anda mau apa, Hah? Saya tak punya urusan dengan anda. Kenapa anda selalu mengganggu hidup saya?". Matanya memicing, panggilan anda yang tak Rega sukai. Mereka tetap saja bagai dua orang asing.

Dengan gerakan cepat Rega mencium Sekar, melumat bibirnya kasar dan memegangi tengkuk wanita itu agar ciuman mereka tidak terlepas.

Plakk...

Sudah dia duga beginikah reaksi Sekar.

"Kamu tetap anggap aku orang lain setelah apa yang aku lakukan? Kamu tetap pura-pura gak kenal sama aku?". Sekar berjalan mundur, didasar hatinya ia masih takut tapi harga dirinya tak membiarkannya untuk kalah.

"Kamu siapa? Emang kita pernah kenal? Tidak!! Bahkan aku tak pernah tahu siapa kamu". Jawabnya tajam dan dengan suara lantang. Nada ucapannya penuh ancaman dan kewaspadaan.

Dengan cepat Rega menarik lengan Sekar, memojokkan tubuhnya ke dinding. Menciumnya lagi, ciuman yang lebih lembut mampu membuat Sekar melupakan ketakutannya walau hanya sejenak sebelum logikanya mengambil alih untuk mendorong pria tak tahu diri ini.

"Sekar, aku mau memulai hubungan kita dari awal. Menebus kesalahan aku 11 tahun lalu". Ucap Rega lirih. Memaksa untuk mendekati Sekar kembali.

"Pergi kamu! Aku gak butuh rasa bersalah kamu!!". Teriaknya marah.

"Sekar, aku mohon sama kamu, beri kesempatan sama aku untuk menyembuhkan luka kamu!". Direngkuhnya tubuh Sekar dalam pelukannya, bukannya tanpa perlawanan. Sekar mengamuk dan memukul dada bidang milik Rega. Sekar meraung-raung, minta di lepaskan. Tubuhnya terasa jijik mendapatkan sentuhan dari Rega.

"Tak ada kesempatan untuk kamu, 11 tahun lalu cuma kesalahan yang tak akan pernah terulangi lagi. Denger baik- baik, jauhin aku, jangan pernah lagi kamu mengungkit masalalu kita. Jangan pernah kamu menunjukkan batang hidung kamu lagi didepan aku". Setelah mengatakan itu semua. Perlahan Sekar berjalan mundur, ia pergi meninggalkan Rega yang masih melihatnya dengan tatapan nestapa dan penuh penyesalan. Andai waktu bisa di ubah, namun nyatanya mesin waktu belum ada yang menciptakan.

"Apa yang terjadi dengan kalian 11 tahun lalu, ga??". Tanya Damian yang baru saja datang.

"11 tahun lalu, ya? Hanya sebuah kesalahan. Saat itu aku terlalu muda!". Damian nampak marah, ia sampai menarik kemeja yang Rega pakai.

"Jangan berbelit-belit, bicara yang jujur. Ada apa dengan 11 tahun lalu!!". Karena Damian punya firasat yang buruk. 11 tahun lalu adalah masa terkelam dari sahabatnya ini.

"Aku perkosa dia, 11 tahun lalu. Aku bajingan yang perkosa dia di sebuah gedung tua dan meninggalkannya di sana sendirian!! ". Teriaknya meluapkan rasa penyesalan. Waktu tak bisa di ulang, kalau bisa ia lebih baik tak menjadikan Sekar sebagai bahan taruhan.

Bugh... bugh.... bugh...

Dan jawaban Rega yang jujur mendapatkan hadiah bogeman mentah. Perut Rega terasa nyeri, belum lagi pipinya yang lebam. Semuanya pantas ia terima, Rega memang brengsek. Tapi salahkan si brengsek ini kalau ingin menebus apa yang dilakukannya di masa lalu.

Sebesar apapun Damian marah. Mereka tetap berteman tapi bagaimana bisa Rega melakukan itu kepada Sekar. 11 tahun lalu, Sekar pastinya masih muda sekali. Rasanya ia perlu menghajar Rega sampai mati.

"Gue ngejar Sekar karena pingin nebus kesalahan gue, apa gue salah?". Entah Damian harus berkata apa.

"Kesalahan loe terlalu besar ga, Sekar mungkin seumur hidup gak bakal maafin loe".

"Maka dari itu gue pingin nebus dengan seumur hidup bersama dia. Biar gue ngrasain amarahnya tiap hari, gue rela menderita kok".

Damian memandang Rega lekat-lekat. Ada rasa lain selain rasa bersalah. Damian tak mau menerka, namun ia mendukung keputusan yang Rega ambil. Nasi sudah menjadi bubur, kesalahan Rega bukanlah tulisan yang bisa di hapus lalu di benarkan. Rega hanya bisa memperbaikinya dengan berlaku baik kepada Sekar. Untuk menghapus luka Sekar tentu saja, mustahil.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺