Sedari tadi Rega tak bisa berhenti tersenyum. Ia mendapat langsung mandat dari nonya besar Wira Atmaja untuk mengambil desain rumah yang akan mereka bangun. Ah senangnya, dia punya kesempatan untuk mendekati Sekar terutama mendekati wanita itu di kantornya. Namun Rega tak bisa seenak jidat keluar kantor. Ia perlu ijin dari atasannya alias sang papah.
Ada pemandangan yang ganjil disini sang papah tidak sendirian, ia bersama seorang anak lelaki berseragam putih merah.
"Ini siapa pah?". Papanya yang sedang menemani seorang anak kecil menyusun replika robot seketika menoleh, memandang putranya malas.
"Ngapain kamu disini?".Tanya Sadega Wira Atmaja pada putranya. Mata Rega menyipit melihat anak lelaki di depannya ini . Anak lelaki yang berwajah tampan tapi mata coklatnya sama dengan milik seseorang.
"Nih anak, jangan-jangan anak dari selingkuh papah ya?". Gak ada angin gak ada badai, si Rega nuduh-nuduh dan ngomong ngawur.
"Kalo ngomong dipikir dulu ga, ada anak dibawah umur. Ini anak Pandu". Oh, ternyata ini anak mas Pandu, asisten papah.
"Syukurlah, kirain anak gelap papah". Dengan kesal Dega memukul kepala anaknya dengan gulungan kertas koran sedang anak yang berada ditengah-tengah mereka hanya fokus pada mesin robot yang mulai disusunnya.
"Reyhan, sini nak! Kenalin ini anak nya opa, namanya om Rega". Anak bernama Reyhan itu mencium tangan Rega. Ada getaran aneh yang ia rasakan sampai menembus jantung Rega. Seperti ada getaran halus saat kulit mereka bersentuhan.
"Anak ganteng, kelas berapa?". Tanya Rega yang begitu takjub melihat dua netra coklat terang menatapnya dengan senyuman.
"Kelas 5 SD om". Jawab Reyhan sopan. Entah mengapa Rega begitu tertarik untuk berlama-lama memandang anak ini padahal tak biasanya ia bersikap begini apalagi mereka kan baru saja kenal. Jujur Rega bukan tipe orang penyuka anak kecil.
"Kamu ada perlu apa kesini ga?". Tanya Dega yang heran tak biasanya putranya ini kesini kalau tak punya urusan penting.
"Mau minta ijin papah buat keluar kantor tapi aku gak bakal balik lagi ".
"Maksud kamu mau mengundurkan diri?". Mata Rega membulat.
"Ya nggak lah pah, besok juga masuk kantor lagi".
"Wah papah gak jadi seneng, papah kan gak perlu bayar wakil direktur yang malesnya kayak kamu ini". Rega mendengus tak suka, anak sendiri dibilang pemalas. Dia dulu-dulu boleh males tapi saat ini dan seterusnya ia akan rajin. Yah biar ada yang bisa ia banggakan di depan Sekar nanti.
"Kenapa anak kecil ini ada disini pah, bapaknya kemana?".
"Pandu jemput anak perempuannya ga, makanya Reyhan disini dulu. Kasihan, ibunya masuk rumah sakit karena pendarahan. Istrinya Pandu hamil anak ketiga".
"Wah hebat,, tokcer banget mas Pandu pah. Anaknya udah tiga". Rega tak tahu apa yang mendorongnya. Ia tak bosan- bosan melihat anak itu sampai mau- maunya membantu Reyhan menyusun robotnya.
"Ya iyalah Pandu hebat, anaknya udah mau 3. Kamu satu aja nggak!!". Mulai lagi deh, yang dibahas cucu terus. Gak istri gak suami sama aja. "Katanya ada urusan, ngapain kamu masih disini?" . Seperti diingatkan masih punya hal penting untuk diurus. Dia beranjak pergi, walau perasaannya sedikit tidak rela.
"Iya... iya... Rega pergi". Entah kenapa hatinya menjadi hangat setelah menemani Reyhan bermain, dengan gemas ia mengacak rambut Reyhan sebelum pergi.
"Bye... bye Reyhan".
🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿
Sekar memandang ke arah luar jendela. Tak ada pemandangan apapun kecuali mobil yang terlihat hilir-mudik memenuhi jalan raya. Ia bermain-main dengan kaca jendela transparan, pikirannya hanyut sampai ia teringat dengan si bajingan Rega yang mengiriminya sebuket bunga mawar tadi pagi. Kertas ucapan kata penuh rayuan dari Rega, ia remas sampai tak berbentuk dan di lemparnya ke tempat sampah.
Perkataan Rega terngiang-ngiang dalam benaknya, menebus kesalahan?? Dia tak butuh tanggung jawab pria itu. Semuanya sudah terlambat walau ucapan Rega dilakukannya 11 tahun lalu pun, Sekar tetap tak akan sudi.
Hidupnya sekarang lebih baik. Apakah seperti itu? Sekar bahagia hidup tanpa putranya? Hidup lebih baik dengan segala kesuksesan namun minim kebahagiaan. Karena selamanya ia tak bisa memeluk anak yang ia telah lahirkan.
Sekar memejamkan mata. Hatinya sakit setiap kali diingatkan pada Reyhan, putranya yang dapat ia jangkau namun tak bisa ia miliki. Tanpa terasa airmata mengalir membasahi pipi. Ia menunduk wajah, menangis tergugu.
Ibu mana yang tak sedih, memberikan sang buah hati pada orang lain bahkan saat itu Reyhan baru beberapa jam ia lahirkan dan Sekar belum sempat memberinya ASI. Ia pikir mungkin saat dulu, itulah jalan terbaik. Kini Sekar berada di kubangan penyesalan, yang memutarnya tanpa ampun.
Reyhan tumbuh jadi anak yang pintar dan ceria. Mampukah Sekar membuka semuanya, semua aibnya? Mengatakan kalau Reyhan adalah buah hatinya di depan anak itu sendiri. Berucap dengan tindakan tentunya berbeda, lisan tentunya tak punya tulang hingga mampu menyakiti orang namun sebuah keputusan yang akan ia ambil, mampu mempengaruhi nasibnya, nasib Reyhan di masa depan.
Tok... tok... tok....
Bunyi ketukan pintu agak keras, memaksa Sekar untuk menghapus airmatanya dengan segera.
"Iya kenapa wi?".
"Ada yang nyari kar, cowok".
"Siapa?? Ada perlu apa?". Sekar menyahut namun ia masih tak bergeming dari tempatnya berdiri.
"Gue lupa tanya". Kebiasaan Dewi kalau dah lihat cowok cakep, otaknya suka blank.
"Suruh aja masuk siapa tahu ada urusan penting". Sekar berjalan kembali ke kursi kebanggaannya, di kursi inilah ia mendapatkan berbagai macam ide cemerlang untuk membuat sebuah bangunan yang megah.
"Selamat siang Sekar". Suara dari lelaki yang baru masuk ruangan membuatnya waspada. Rega lagi? Sepertinya hidup Sekar akhir-akhir ini jauh dari kata tenang. Selalu dimana-mana ia melihat wajah menyebalkan dari Rega. Laki-laki itu seperti bayangan hitam Sekar, yang apabila ia lari bayangan itu akan selalu mengikutinya dan apabila Sekar injaki, bayangan itu malah tersenyum mengejeknya.
"Ngapain kamu ke sini?". Sekar tak berubah, wajahnya tetap saja dingin walau mati-matian Rega menampilkan senyum terbaiknya. Senyum mematikan bagi kaum hawa tapi senyum itu terasa pahit jika dihadapkan dengan Sekar. Senyum Rega membuat Sekar teringat kejadian kelam 11 tahun lalu. Saat Rega malah tersenyum puas saat berhasil memperkosanya.
"Kamu gak bisa senyum, ya? Ada tamu bukannya disambut''. Hembusan nafas kasar keluar dari bibir Sekar, terlihat dari dadanya yang naik turun. Ia butuh mengambil oksigen, melihat Rega sekarang ia tak lagi takut hanya muak. Laki-laki pendosa ini tak pantas mendapatkan senyum Sekar. Ia juga akan pastikan bahwa Rega tak akan mendapatkan segelas minuman di sini atau cemilan apapun.
"Kamu bukan tamu tapi kuman, ada urusan apa kamu kesini?". Rega mendengus tak suka. Kuman? Mana ada kuman setampan dirinya. Bagaimana caranya merubah persepsi wanita didepannya ini. Apa yang dilakukan Rega dimata Sekar selalu salah. Dia bukan hanya kadi kuman tapi juga virus yang akan menginfeksi hati Sekar dengan cinta, lihat saja nanti!! Rega tak akan melepaskan buruannya.
"Aku di suruh mamah buat ambil desain rumah yang mau kita bangun" . Tanpa menjawab Sekar mengambil dua Lembar kertas bergambarkan garis-garis rumit dan gambar desain rumah tingkat 3.
"Kasih ini ke kontraktornya suruh baca dan kerjain". Ini kata-kata paling panjang yang pernah Sekar ucap untuk Rega. Rega tak akan menyerah kalau cuma menghadapi Sekar.
"Oke, kenapa kamu gak pegang proyek pembangunan rumah ini sendiri?". Sekar acuh tak acuh. Tak begitu menanggapi ucapan Rega. Dengan lancangnya lelaki itu malah berjalan mendekati Sekar dan mengurung tubuhnya yang masih duduk di kursi.
"Hey... Jaga batasanmu tuan Sarega Wira Atmaja". Mata mereka saling beradu, ada api kebencian di mata Sekar yang siap menghanguskan siapapun lawan bicaranya. Sekar jelas tak suka di beginikan, jarak mereka terlalu dekat. Hingga ia dapat merasakan deru nafas milik laki-laki itu yang berhembus.
"Kalo ada orang ngomong, hargai Sekar. Tatap mata lawan bicaramu, perhatikan yang lawan bicaramu katakan". Jari telunjuk Sekar mengacung ke arah dada Rega menunjuk-nunjuknya dengan keras.
"Dengar tuan Rega, itu berlaku bagi orang lain tapi bukan untuk anda". Sekar dengan sekuat tenaga mendorongnya. Kemarin ciumannya boleh diambil paksa tapi sekarang tidak akan pernah terjadi lagi.
Tapi Mata Rega menangkap pemandangan lain di wajah
Cantik Sekar, bekas lelehan airmata yang tercetak jelas di pipinya. Apakah perempuan ini habis menangis? Apa yang di tangisi Sekar? Mungkinkah Sekar sedang memiliki hubungan serius dengan pria lain.
"Kamu habis nangis?". Mata Sekar melotot, ia langsung mendorong tubuh Rega supaya menjauh. Ketahuan habis menangis oleh lelaki ini benar benar memalukan. Harga dirinya terjatuh ke dasar jurang.
"Bukan urusanmu!!".Sekar berdiri dengan sombong dan angkuh. Ia memalingkan wajah, menjauhi mata Rega yang menatapnya iba. "Jika urusan kamu sudah selesai, silahkan pergi". Ucap Sekar sambil berjalan menuju jendela besar yang ada di dalam ruangannya. Ia menyembunyikan wajahnya yang ayu dari pandangan Rega.
"Sekar.... Sekar aku gak akan pernah menyerah mengejar kamu".Sekar hanya terdiam kaku,, kenapa perkataan lelaki ini begitu mengganggu perasaannya. Sekar bak hewan buruan saja yang akan di jadikan santapan.
"Saya bukan buronan, tak perlu mengejar saya". Ucapnya dingin.
Rega terkekeh sendiri, semakin Sekar menolaknya kenapa hatinya semakin menginginkan Sekar. Bukankah batu akan berlubang jika ditetesi air terus menerus? Begitu pun hati manusia. Sekuat apa Sekar membencinya, kalau perasaan yang dimiliki Rega jauh lebih besar dari rasa benci yang Sekar punya.
"Kalau kamu sudah tidak ada urusan silahkan pergi. Pintu keluarnya ada disana". Tapi mampukah Rega bertahan dengan sikap antipati perempuan ini. Belum apa apa saja Rega sudah diusir pergi. Sekar Selalu membangun dinding kokoh serta tebal tak kasat mata, yang sulit untuk dicari celahnya.
Untuk kali ini Rega akan mengalah. Ia memilih pergi, karena Sekar itu tak bisa dipaksa. Sekar tipe Wanita yang tak akan segan-segan menancapkan kukunya bila didesak. Bahkan mungkin dia rela mati bersama lawannya asal harga dirinya tidak diinjak-injak. Mengatasi perempuan seperti ini harus pelan-pelan dan penuh rasa kesabaran.
"Aku akan pergi, alasan kamu menangis memang aku tidak tahu tapi aku janji saat kamu bersamaku aku tak akan pernah membuatmu menangis". Sekar memejamkan mata sejenak, ia jengah mendengar kata-kata manis itu yang bagai racun untuk nya. Tak akan membuatnya menangis?? Yang benar saja. Bahkan Sekar selalu menangis bila mengingat perbuatan bejat laki-laki ini dulu.
"Tak akan membuatku menangis?? Kamu sudah membuatku menangis 11 tahun lalu. Saat pertama kali kita bertemu ''. Ucap Sekar tajam, tanpa mau menoleh atau sekedar melirik Rega. Pandangannya fokus ke depan.
Padahal raut wajah lelaki itu menunjukkan rasa penyesalan yang amat besar. Sayang sedikitpun Sekar enggan berpaling.
"Maaf Sekar....".
"Cukup, silahkan pergi tuan Rega yang terhormat".
Rega keluar ruangan dengan lesu,rasa bersalahnya kini terasa merambat ke ulu hati, menyisakan sakit yang teramat. Melihat kebencian yang wanita itu miliki, ia sadar bahwa tidak ada celah untuknya agar bisa masuk. Penawar sakit hati yang Rega suguhkan nyatanya tak mau Sekar minum. Sekar malah memelihara kesakitan itu dan merubahnya menjadi kebencian tapi menyerah bukan gaya Rega. Biar saja ia dibilang keras kepala dan tak tahu malu.
Suatu hari akan datang dimana Sekar akan membuka hatinya. Saat itu tiba, Rega janji akan memberi cinta yang sebanyak-banyaknya pada Sekar dan menjamin kalau Sekar tak akan meneteskan airmata kembali.
🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿
Sekar benar-benar lelah, baik hati maupun fisik. Pekerjaannya banyak, apalagi Rega semakin mengacau harinya yang bisa di katakan buruk. Sudahlah yang penting sekarang dia kini ada di rumah. Sekar segera ingin mandi dan merebahkan tubuhnya di ranjang yang empuk.
"Mbak Sekar....". Baru saja Sekar turun dan menutup pintu mobil. Ia sudah dikagetkan suara seorang anak kecil.
"Najwa?". Gadis kecil yang memanggilnya tadi langsung berlari dan minta untuk di gendong.
"Aduh... kamu berat ya sekarang??". Najwa hanya tersenyum memperlihatkan gigi giginya yang ompong tergerus keropos akibat permen dan cokelat. "Kamu kesini sama siapa?".
"Sama kak Reyhan".
Degh....
Reyhan ada disini, putranya sedang berada di dekatnya. Sekar jadi tak sabaran bertemu dengan Reyhan.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻