Chapter 30 - Bantu Aku Cari Rumah Baru

Lisa tiba di gedung perkantoran Petersson Communication tepat pukul 1 siang. Cuaca saat itu sangat terik, keringat mulai mengucur deras dari dahi dan lehernya. Rambut hitam berkliaunya yang diikat dengan asal – asalan tadi semakin terlihat berantakan dan lepek. Tubuh Lisa terasa gerah ketika ia berjalan dari pintu masuk utama gedung Petersson Communication menuju lobby. Seharusnya sebelum berangkat tadi ia mandi saja!

Memasuki area lobby, ia berpapasan dengan salah satu rekan kerjanya sewaktu di departemen keuangan. Pria itu menyapa Lisa dan berkomentar, "Lisa? Kok tumben telat banget?"

Pria itu tersenyum kepada Lisa. Lisa membalas senyuman Damar kawannya yang menggantikan posisinya sebagai manajer keuangan. Lisa ingin sekali segera bergegas ke ruangan presdir, namun kehadiran Damar membuatnya berhenti sejenak dan berbasa – basi sedikit.

"Eh halo Damar! Iya tadi abis dari kantor pajak, antrinya panjang banget!" jawab Lisa seraya menarik rambutnya ke belakang telinga.

"Widih sekarang jadi sekretaris pak presdir ya! Gimana di sana? Enak kah? Kok kayaknya enak banget ya?"

"Enak apanya, kerjaanku semakin padat Dam! Omong – omong kamu sendiri gimana? Susah ya jadi manajer hihihi." goda Lisa.

"Iya nih aku nggak biasa ngatur – ngatur orang gitu kan ya, jadi agak sungkan gitu kalo semisal mau menegur..."

"Ah kamu ini baru sebulan jadi manajer keuangan!"

Lisa melirik jam yang ada di dinding lobby. "Eh udahan ya Dam! Pak Presdir pasti udah nungguin di atas!"

Pria itu melambaikan tangan dan bergegas ke ruang di lantai dasar untuk menunaikan urusannya. Lisa kembali berjalan menuju lift. Terbiasa dengan tampilan Lisa yang selalu rapi dan bersih, hari ini penampilannya yang agak serampangan menarik perhatian seluruh karyawan yang berpapasan dengannya.

Keringat yang membasahi hampir seluruh tubuh Lisa merembes hingga blazer putihnya. Sial lagi, parfum yang ia kenakan tadi pagi tidak terlalu ampuh untuk mengatasi bau badan. Semoga saja tidak ada yang mencium aroma tubuhnya yang tidak sedap siang ini!

"Waduh gawat saja kalau aku masuk lift dan semua melirik ke arahku karena aku belum mandi!" ucap Lisa dalam hati.

Pintu lift perlahan terbuka, Lisa sangat beruntung karena lift itu kosong. Semoga saja tidak ada orang lain yang masuk ke dalam lift itu! Lisa menekan tombol 6, pintu lift otomatis menutup.

Sesampainya di lantai 6, Lisa mengintip ruang presdir. Dilihatnya Oscar sedang berbincang lewat telepon. Ia membuka gagang pintu dengan pelan dan perlahan masuk ke ruangan. Kehadirannya terasa oleh Oscar. Pria itu melirik Lisa dari mejanya dan mengerlingkan salah satu matanya.

Lisa meletakkan tas jinjingnya di meja kerjanya seperti biasa, dan mulai menyalakan komputer. Ia mendaratkan tubuhnya diatas kursi dan menghembuskan napas panjang. Ia melepas salah satu kancing kerah bajunya yang paling atas, mengambil secarik kertas dan mengipasi lehernya yang berkeringat.

Oscar menutup teleponnya dan memutar kepalanya ke arah di mana Lisa duduk. Ada sesuatu yang janggal dari wanita itu pikirnya.

"Lisa, tumben kamu hari ini berantakan?"

"Pak, tadi pagi kan saya izin ke kantor pajak untuk membayar denda pajak rumah. Saya belum sempat bersih badan tadi pagi."

"Kamu boleh izin untuk memakai kamar mandi saya jika perlu." Pria itu menyeringai nakal. "Atau kamu mau mandi bareng saya?"

Lisa berdecak kesal, ia tidak menghiraukan atasannya itu, pikirannya hanya terfokus pada layar komputer dan keyboard.

"Omong - omong sayang, jika kamu butuh bantuan uang lagi tolong jangan segan untuk beri tahu saya."

"Iya Pak, mengerti," jawab Lisa singkat.

"Bagaimana dengan lamaran nikah saya? Apakah kamu setuju?"

"Pak, saya sedang tidak ada waktu untuk membahas soal pernikahan. Anda lihat sendiri bukan saya sedang sibuk dan pekerjaan saya hari ini juga menggunung!"

"Ah saking sibuknya kamu sampai tidak menggunakan lipstick merah kesukaan saya dan rok pendek seperti biasanya?" goda Oscar.

"Kan saya tadi ke kantor pajak, tidak mungkin saya mengenakan rok pendek!"

"Anyway Lisa, nanti malam sepulang kantor maukah kamu ikut saya makan malam di restoran Perancis? Kita sudah lama tidak berduaan dan menghabiskan waktu bersama sejak terakhir bercinta di Sky Lounge."

"Maaf Pak, tetapi saya harus pulang ke rumah malam ini. Ibu saya butuh bantuan saya untuk membersihkan rumah yang sudah satu abad lamanya tidak dibersihkan!" jawab Lisa dengan sarkastik.

"Baiklah, lain kali saja kalau begitu. Jangan lupa, kalau butuh bantuan kamu bisa hubungi saya di nomor yang waktu itu saya berikan."

Lisa mengangguk acuh dari tempat duduknya.

"Saya turun ke lantai 3 dahulu, ada rapat internal dengan pihak HRD." Pria itu bangkit dari kursinya meninggalkan Lisa sendirian di kantornya.

Bagus! Kalau perlu jangan kembali sampai jam kantor selesai, banyak pekerjaan yang belum selesai pikir Lisa.

***

Di kantin lantai dasar, Lisa bertemu lagi dengan Andien. Seperti biasanya, kedua wanita itu mulai kembali berbincang setelah sekian lama terpisah.

"Ndien, lo ada rekomendasi tempat tinggal baru yang murah nggak?" tanya Lisa, lengannya terlipat di ujung meja kantin.

"Lo mau pindah Lis!?" Pupil mata Andien melebar, terkejut mendengar kalimat Lisa. Andien melanjutkan, "Kenapa kok tiba - tiba pingin pindah Lis?"

"Ya permintaan ibu gue Ndien! Kami sekeluarga udah nggak sanggup membayar pajak rumah kalau dengan gajiku yang segini – segini aja," keluh Lisa. "Ini semua nggak akan terjadi kalau gue masih menjadi manajer di departemen keuangan!"

"Hmmm gue nggak terlalu paham soal properti sih Lis. Coba tanya si Dimas!"

"Tadinya itu gue mau tanya Dimas memang! Tapi jam kerja dia kan kebalik dengan jam kerja kita Ndien, susah ketemuannya! Satu – satunya jalan ya cuma ketemu di Sky Lounge, cuma kan aku lagi 'itu'." jelas Lisa sambil mengaduk nasi goreng di mejanya.

"Siapa ya yang ngerti soal properti, hmm sebentar, Damar kali tahu Lis!?"

"Eh panjang umur itu anak, tadi siang gue papasan sama Damar!"

"Terus lo nggak tanya ke Damar?"

"Ya enggak lah! Orang gue barusan sampai ke kantor jam satu tadi!"

"Ntar deh gue sampaikan ke Damar kalau lo pingin bicara sama dia."

"Iya deh tolongin ya Ndien? Ibu gue sudah nyuruh gue nyari rumah baru aja sih."

"Eh ngomong - ngomong lo kan bisa minta tolong ke ehem, itu tuh, yang satu ruangan sama lo Lis!"

Mendengar kalimat sahabatnya itu, Lisa menyemburkan es teh manis yang ia teguk, kaget. Omongan Andien ada benarnya, tetapi sebisa mungkin Lisa tidak terlalu sering meminta tolong kepada Oscar. Baru saja ia diberi uang untuk membayar denda pajak, tidak mungkin ia meminta uang kembali, apalagi dalam jumlah besar! Tidak tahu malu saja pikirnya.

"Nggak ada opsi lain apa Ndien?" tanya Lisa sarkastik.

"Ayolah Lis! Bukannya dia mau ngajak lo nikah ya? Aku yakin dia pasti mau Lis kalau cuma bantuin lo nyari rumah baru!"

"Baru aja tadi di ruangan dia nawarin gue kalau butuh bantuan tinggal telepon."

"Nah apalagi kalau dia sudah ngasih lo lampu hijau! Udahlah buruan, tunggu apa lagi? Minta si 'itu' aja buat bantuin lo nyari rumah baru!" Andien mendukung Lisa dengan semangat.

"Iya sih, tapi gue masih ingin bisa nyari sendiri."

"Duh lah ya Lis, lo ini diberi kemudahan malah milih yang sulit! Udah percaya deh sama omongan gue Lis!"

Tak jauh dari tempat mereka duduk, Dani Sihotang sedang duduk di balik stand makanan, memata - matai perbincangan Lisa dengan Andien yang tidak menaruh rasa curiga. Pria raksasa itu langsung beranjak dari tempat duduknya, mengendap - endap meninggalkan kantin dari pintu belakang.

"Pak Oscar harus tahu ini!" ucap si raksasa dalam hati.