Chereads / Suami Pernikahan Percobaan : Si Cantik Pemuas Hasrat CEO Liar / Chapter 31 - Tinggal Minta Saja Apa Susahnya?

Chapter 31 - Tinggal Minta Saja Apa Susahnya?

Lepas jam istirahat selesai, Lisa kembali lagi ke ruang presdir dan berkutat dengan layar komputer dan tumpukan kertas di mejanya. Sembari ia menyelesaikan laporan rapat kerja Oscar minggu lalu, ia membuka berbagai macam situs properti dari komputernya.

Atasannya masih sibuk di mejanya, tengah berbincang dengan seseorang dari seberang telepon. Pria itu mengetukkan pena mahalnya, suara ketukannya membuat Lisa sedikit teralihkan namun ia kembali menatap layar komputernya dengan dahi berkerut.

Jari jemarinya yang lentik dan dipoles kuteks merah itu menari – nari di atas keyboard, merangkai kata kunci yang sesuai.

Kira – kira tempat tinggal seperti apa yang layak tapi harganya terjangkau?

Wanita itu mengetik kata kunci dengan semangat. Ia mulai berdialog dengan dirinya sendiri sembari memilah – milah satu diantara ratusan hasil pencarian di internet.

Cari apartemen murah di Jakarta

Sebentar... Apartemen kayaknya terlalu mahal deh buat gue

Cari kos-kosan murah di Jakarta

Hmmm... paling murah sewanya sebulan sejuta

Kos-kosan daerah Setiabudi

Eh bentar di situ kan mahal – mahal!

Lisa masih melihat – lihat tempat tinggal apa dan di mana yang cocok dengan uangnya. Mencari hunian yang layak dengan harga yang terjangkau di ibukota memang sangat sulit. Lisa tidak ingin adik dan ibunya harus tinggal di sebuah kos, mungkin pilihan terakhir Lisa adalah rusun. Tetapi ia masih harus mencari pilihan lain setidaknya rumah yang bisa dikontrak.

Beberapa menit sejak Lisa berselancar di internet, tiba – tiba Oscar berdeham.

"Sepertinya seseorang sedang sibuk mencari tempat tinggal baru. Bukankah benar begitu Lisa?" ujar Oscar memecah kesunyian.

Lisa terhenti dari pencariannya dan menjawab, "Maksud anda bagaimana Pak?"

"Kan, pura – pura bodoh lagi kamu. Saya tahu kamu sedang browsing rumah baru di internet. Saya tahu rumahmu akan segera dijual karena kamu miskin, bukankah benar begitu Lisa?" ucap Oscar dengan nada merendahkan

Lisa terkejut mendengar kalimat terakhir dari pria bermata biru itu. Dari mana Oscar tahu soal rumah yang akan dijual oleh ibunya?

Sialan, si genderuwo Dani pasti habis nguping obrolan gue sama Andien di kantin tadi!

"Lagi - lagi kamu tidak mendengarkanku?" tanya Oscar dingin. Matanya menatap Lisa dengan tajam dari tempat ia duduk.

"Mendengarkan apa pak?" jawabnya berpura – pura tidak tahu.

"Kau ini benar – benar keras kepala ya? Saya kan sudah bilang kemarin dan sebelum – sebelumnya, kalau butuh uang tinggal bilang ke saya?"

Lisa terdiam sejenak. Ia sebenarnya tidak ingin Oscar tahu menahu soal rumah yang hendak dijual oleh ibunya itu. Ia kembali menatap layar komputernya, mengabaikan Oscar dari meja kerjanya.

"Ayolah Lisa! Jangan sok bisa segala – galanya sendiri! Kamu ini katanya perempuan?"

"Pak, saya bukan perempuan manja seperti yang bapak pikir!" pekik Lisa kesal.

Pria itu bangkit dari kursinya, berjalan perlahan ke tempat Lisa duduk. Oscar duduk di atas meja Lisa, jari - jari kurusnya membelai lembut pundak Lisa. Lisa mampu merasakan getaran tidak biasa acapkali pria itu menyentuhnya. Hasrat akan seks dari pria ini begitu kuat, bahkan tatapan mata saja mampu membuat kedua kaki Lisa lemas.

Lisa menghentikan ketikannya. Gelenyar itu datang kembali.

Kuatkan dirimu Lisa! Jangan sampai hilang kendali lagi seperti kemarin – kemarin!

"Oh Lisa, Oh Lisa... Kalau cuma soal mencari rumah baru itu sangat mudah! Apa yang kau ragukan dariku Lisa?"

"Terima kasih tetapi saya mau cari rumah atau kontrakan paling murah di Jakarta dengan uang saya sendiri!"

"Heh, Lisa... Kamu ini lucu. Bahkan gaji bulananmu tidak cukup untuk membayar biaya berobat ibumu, apalagi untuk menyewa rumah? Hartaku tak akan habis hingga tujuh turunan! Tidak perlu sungkan untuk meminta uang padaku Lisa! Kemudian untuk apa saya melamarmu?"

"Terima kasih Pak, tetapi saya mau cari sendiri!"

"Lisa, dengarkan saya," Pria itu mendekatkan bibirnya tepat di telinga Lisa, sesekali meniupkan napas. "Beritahu aku tipe rumah apa yang kau inginkan, bahkan apartemen termahal di Ibukota pun akan kubeli untukmu! Masih tidak puas dengan apartemen mahal? Oke! Aku belikan kamu rumah termewah di sini! Tinggal bilang saja apa susahnya?"

Lisa mengakui kekalahannya kali ini. Ia menerima penawaran ke dua dari atasannya ini. "Baiklah Pak, izinkan saya mencari hunian baru untuk ibu dan adik saya."

"Baik, silakan cari dahulu. Besok kamu boleh absen dari kerja sehari untuk survei. Dani yang akan mengantarmu keliling kota mencari hunian baru."

Lisa mengangguk pelan, kepalanya tertunduk sejenak sebelum akhirnya ia berbalik dan kembali duduk di meja kerjanya.

"Oh, dan ingat Lisa, tidak usah pikirkan berapa harganya. Lebih baik pikirkan apakah kau jadi menikah denganku atau menggugurkan kandunganmu itu!"

Mendengar kalimat terakhir itu hati Lisa rasanya seperti ditusuk. Memang bukan dari keinginannya sendiri janin itu ada di dalam kandungannya, tetapi pilihan untuk menggugurkan janinnya itu lebih beresiko baik secara batin maupun fisik. Bagaimana jika bayi itu digugurkan kemudian Lisa tidak mampu menghasilkan keturunan kembali di masa yang akan datang? Belum lagi masalah moral, hamil di luar nikah saja sudah mencoreng nama baik Lisa di mata orang – orang, apalagi dengan aborsi. Menikahi seorang pria asing yang berbeda budaya pun juga beresiko!

"Saya cari hunian baru saja dahulu Pak, terima kasih sudah membantu saya."

Pria itu mengerjap, kemudian menatap Lisa lekat – lekat. Ia mengigit bibir bawahnya, tatapannya tertuju pada lekuk tubuh Lisa.

"Kemarilah, cepat!" suruh Oscar singkat.

"Sebelum kamu pulang, saya ingin yang seperti biasanya..." Senyum kecil terbentuk di bibir Oscar. Ia menarik lengan Lisa dan menyeret wanita itu di atas pangkuannya. Pria itu melarikan jemari rampingnya ke balik kemeja yang dikenakan Lisa, perlahan meraba punggung Lisa. Salah satu tangannya meraba yang ada di bawah sana, membuat Lisa mendesah.

"Pak... jangan sekarang... saya sedang tidak ingin..." Lisa tidak mampu menyangkal bahwa hasrat yang terpendam di dalam dirinya juga ingin dipuaskan, tetapi ia berusaha menyangkalnya.

"Jangan melawan," Pria itu mendekatkan bibirnya tepat di leher Lisa. "Kasihan, nanti sepulang kantor tidak ada yang memuaskanmu di rumah."

Sore pun berganti malam, sudah saatnya seluruh pegawai tak terkecuali Lisa untuk pulang. Lisa kembali ke rumahnya dengan badan letih dan lengket. Sebelum ia merebahkan tubuhnya yang lesu, ia menyalakan air keran kamar mandi. Sembari menatap air yang mengalir ke dalam ember Lisa bergumam, "Menikah atau aborsi?"