Chapter 32 - Apartemen Baru

Esoknya, Lisa menepati janjinya dengan Oscar untuk keliling mencari hunian baru untuk ibunya. Pukul delapan tepat Dani sudah tiba di depan halte bus tak jauh dari rumah Lisa. Ia masih menyembunyikan segala sesuatu yang berhubungan dengan Oscar dari ibunya.

Lisa membuka pintu Alphard hitam itu dan melangkah masuk. Ia duduk di kursi belakang mobil mewah milik Oscar tersebut. Dani seperti biasanya, mengenakan kacamata hitam dengan setelan jas hitam. Dani yang siap siaga di kursi pengemudi menginjak pedal gas dan melaju.

"Selamat pagi nona Lisa, sudah tahu mau cari rumah di mana hari ini?" tanya Dani dengan sopan. Pandangan pria berwajah sangar itu lurus ke depan, fokus kepada jalan.

Lisa menyilangkan kedua kakinya, ia mengeluarkan ponselnya untuk bercakap dengan Andien yang sepertinya sedang sibuk mengurusi laporan keuangan di kantor. Suasana di dalam mobil itu tiba – tiba saja hening. Dani berdeham, memecah kesunyian.

"Eh iya kenapa Pak Dani?" tanya Lisa sedikit gugup. Ponselnya meluncur dari genggamannya.

"Maaf tadi saya tanya, nona sudah tahu mau cari rumah di mana?" tanya Dani lagi.

"Nah itu saya sendiri belum tahu Pak. Mungkin Pak Dani bisa bantu saya cari?"

"Nona maunya rumah mewah atau apartemen mewah, bagaimana?"

Dalam seumur hidupnya, baru kali ini Lisa mendengar kata mewah untuk sebuah hunian. Rumah paling mewah yang pernah ia tempati hanyalah rumah ibunya yang saat ini masih ia tinggali. Itupun tidak termasuk rumah mewah. Kemewahan adalah hal yang sangat baru di dalam dunia Lisa. Sejak menjadi sekretaris Oscar, tidak akan pernah ia sangka bahwa hidupnya bakal bersinggungan dengan kemewahan. Apa yang selama ini ia belum pernah dapatkan, dengan mudahnya bisa ia dapatkan cukup dengan modal "ngomong" saja.

Lisa menatap lurus kaca jendela mobil depan sambil bertopang dagu, berpikir. Apakah Oscar tidak keberatan jika ia membeli rumah atau apartemen mewah. Ibu Lisa dan Bella sudah pasti sangat tidak keberatan apabila mereka berdua harus pindah ke sebuah hunian mewah di ibukota. Malah itu merupakan impian mereka bertiga sejak ibunya jatuh sakit! Tinggal di rumah mewah lengkap dengan fasilitas yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang. Betul – betul surga dunia pikirnya.

"Mungkin Pak Dani bisa rekomendasikan saya? Enaknya rumah atau apartemen? Karena jujur saya pribadi tidak pernah berhubungan dengan transaksi jual – beli properti."

"Baik kalau begitu, nona Lisa lebih suka tinggal di tempat yang luas atau tidak terlalu luas tetapi akses keamanan terjamin?"

Lisa terdiam sejenak, berpikir kembali. Sebenarnya yang ia butuhkan hanyalah tempat tinggal yang layak bagi dirinya dan ibu dan juga adiknya. Lisa pernah sesekali menginap di apartemen milik temannya, utamanya Andien. Tetapi Lisa sangat yakin Ibunya tidak akan betah tinggal di apartemen karena tidak ada taman yang luas. Namun apabila mereka bertiga tinggal di apartemen, mereka tidak perlu khawatir soal keamanan. Terlebih akhir – akhir ini ayahnya kerap datang mengusik ibunya. Tinggal di apartemen juga punya banyak kelebihan seperti akses ke supermarket atau tempat makan, ibunya tidak perlu jauh jauh pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan pikirnya.

"Bagaimana kalau apartemen?" tanya Lisa kembali.

"Apartemen boleh, saya punya rekomendasi apartemen siap huni di daerah Selatan kalau nona Lisa mau. Toh juga sangat dekat dengan kantor, jadi nona tidak perlu berlama – lama di jalan untuk pergi ke kantor."

Ah si Pak Dani ini ada benernya juga. Eh, tapi ibu mau nggak ya? Aduh anggep aja mau lah ya! Lagian ini si bule yang beliin juga!

"Baiklah nona Lisa, kalau begitu kita langsung datangi saja kantor pemasarannya." Dani membanting setir berbelok ke kanan, mengambil lajur cepat. Jalanan kebetulan lumayan lancar sehingga mereka berdua sampai di kantor pemasaran tidak memakan waktu lebih dari satu jam.

Setibanya di kantor pemasaran apartemen, Lisa dan Dani disambut oleh seorang wanita berbaju abu – abu dan celana hitam senada dengan warna company profile mereka. Wanita itu tersenyum ramah seraya menyodorkan telapak tangannya untuk menjabat tangan Lisa. Dani siap siaga berdiri di belakang Lisa.

"Selamat Pagi nona, saya Gina dari bagian pemasaran Apartemen South City ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu dengan sopan dan ramah.

"Pagi, saya Lisa. Saya mau beli apartemen baru," jawab Lisa dengan mantap.

Wanita itu mempersilahkan Lisa dan Dani untuk duduk. Ia menjelaskan beberapa macam tipe apartemen yang mereka jual beserta dengan harga dan keunggulan – keunggulannya. Perlu diakui, Lisa belum pernah berhadapan dengan transaksi jual beli apartemen apalagi apartemen mewah seperti yang akan ia beli saat ini!

Oscar pasti nggak keberatan kalau aku ngambil apartemen di daerah Selatan ini! Yah, dia kan berduit. Beli berlian aja pasti kayak beli ikan lele di pasar!

Terdapat sebuah maket berukuran sekitar satu setengah meter di tengah – tengah ruang pemasaran. Lisa melirik ke arah maket itu, sungguh apartemen mewah pikirnya. Sejenak ia masih ragu untuk mengambil apartemen yang ditawarkan oleh wanita berbaju abu – abu yang tengah menjelaskan. Tetapi ini demi kesejahteraan hidup ibu dan adiknya! Lisa menautkan kedua tangannya dan meletakkannya di atas pahanya.

"Bagaimana nona Lisa? Apakah anda setuju dengan penawaran ini?" Wanita itu berhenti berbicara, menunggu respon dari Lisa.

"Deal!" ucap Lisa mantap.

"Baik! Terjual! Besok nona Lisa bisa langsung isi formulir pendaftaran dan melakukan pembayaran. Apartemen siap dihuni setelah nona sudah menyerahkan seluruh berkas pendaftaran dan bukti pembayaran."

Kedua wanita itu kemudian berjabat tangan. Lisa meninggalkan gedung kantor pemasaran dan beranjak ke mobil. Ia menggenggam ponselnya dan menelepon Oscar.

"Oscar, aku sudah beli. Tolong bantu aku untuk pembayarannya!"

Selang beberapa menit, Lisa mengirimkan faktur pembayaran kepada Oscar. Tidak lama kemudian, sebuah notifikasi surel muncul di ponsel Lisa.

Pembayaran telah selesai, silakan memberikan bukti pembayaran ini kepada salah satu agen kami.

Lisa tersenyum lega melihat notifikasi itu. Ia meletakkan ponselnya di samping tas jinjingnya. Menghela napas panjang.