Beberapa hari setelah kejadian itu, Yuki sedang bicara dengan Charles di kantornya. "Setelah kejadian itu dua jadi jarang berbicara denganku, dia juga selalu menghindar jika di tanya, malam itu saat sampai di rumah, tepat di ruang tamu dia bilang kalau dia di gunakan sebagai senjata untuk membunuh oleh pemiliknya sebelumnya" Yuki bercerita pada Charles.
"Setelah mengatakan itu dia masuk ke kamarnya dan menguncinya, aku ingin tahu apa yang sebenarnya di sembunyikan olehnya, jika itu sulit baginya aku ingin membantunya sebisaku" sambung Yuki. "kau mengetahui sesuatu kan?" Yuki bertanya pada Charles.
"Bukannya aku tidak ingin merahasiakannya darimu, apalagi kalau tujuanmu seperti itu, tapi aku rasa hal ini sebaiknya di jawab oleh Shina sendiri" jawab Charles
"Sebaiknya kau kembali saja ke kelas, sebentar lagi jam pelajaran akan di mulai, setelah itu kalian setidaknya harus menyelesaikan satu misi lagi Minggu ini, jika kalian gagal ada kemungkinan Tim kalian di bubarkan" ucap Charles.
"Dibubarkan, apa maksudmu?" tanya Yuki.
"Setiap tim setidaknya harus bisa mengumpulkan 1000 poin dalam sebulan, aku tahu kalian dapat banyak poin, tapi itu bukan dari misi" jawab Charles.
setelah itu Yuki keluar dan kembali ke kelas. Saat perjalanan ke kelas dia tidak sengaja berpapasan dengan Shina, di jalan ke kelas mereka tak bicara sepatah kata pun.
Jam pelajaran selesai dan masuk saatnya jam bebas, mereka berkumpul di ruang Tim.
Yuki memberitahukan kepada yang lainnya mereka harus setidaknya mengumpulkan 1000 poin resmi setiap bulannya.
"Kita baru mengumpulkan 100 poin dengan membantu Alice, berarti kita kekurangan 900 poin" ucap Yuki
"Asal kalian tahu aku mengerjakan beberapa tugas tanpa kalian ketahui dan mendapatkan 80 poin" kata Katherine sambil menunjukkan catatan tugasnya.
"Mengantarkan pizza 50 poin, merawat tanaman di aula kota 30 poin, itu tidak seperti kau melakukan tugas sebagai Gristeria" Shina sambil mengejek Katherine.
"Kau pikir aku mau menghadapi perampok bersenjata lengkap seorang diri, kau sendiri cuman bermalas malasan" protes Katherine.
"Memangnya aku peduli" Shina menjulurkan lidahnya.
"Kalian ini!" Yuki marah dan membenturkan kepala mereka.
"Dalam kurun waktu 7 hari kita harus mengumpulkan 820 poin, jadi kali ini kita masing masing akan mengambil tugas, jangan mengambil tugas yang berbahaya" ucap Yuki.
"Kau juga harus ikut!" Yuki menarik Shina yang ingin meninggalkan tempat itu. Akhirnya mereka semua mengambil tugas seperti yang Yuki Katakan, selama 3 hari setiap setelah sekolah mereka melakukan misi untuk mendapatkan poin.
Mereka berkumpul di ruang Tim dan membahas hal ini.
"Selama tiga hari ini kita mengumpulkan sekitar 600 poin, kalau saja Shina mau melakukan misi dengan serius seharunya target kita sudah terpenuhi" kata Yuki.
"Cih" Ucap Shina kesal.
"Kau hanya mengerjakan satu misi, itu juga tidak kau lakukan dengan benar sehingga hanya di bayar setengahnya" Ucap Yuki geram.
"Hah, kalian boleh berhenti mengambil tugas, aku yang akan mengusahakan untuk memenuhi sisanya"
"Yuki, kau yakin?" tanya Ellena khawatir.
"Tenang saja, biarpun baru kenal sebentar aku tahu kalau dia bisa di andalkan" ucap Katherine.
"Bagaimana kalau kita pergi jalan jalan di kota saja, sejak aku di sini kita belum berkeliling kota" Katherine memberi saran.
Mereka pun pergi, tapi Yuki menarik Shina.
"Kau ikut aku, kau hampir tidak melakukan misi" Yuki ingin agar Shina ikut dengannya.
"Cih..." balas Shina.
"Sudah ikut saja, kau membuatku kesal" ucap Yuki sambil mencubit pipi Shina.
"Kalau begitu kami pergi dulu" Ellena dan Katherine pun pergi, "Dadah..." Shina melambaikan tangannya.
"Yuki sampai kapan kau akan mencubitku, ini lumayan sakit" Yuki pun melepaskan cubitannya.
"Sepertinya mereka baik baik saja, aku rasa aku akan menyelediki orang itu" Charles melihat CCTV di ruangan Tim Yuki,
"Merry tolong bawakan berkas dari Issac Gardner!" Merry mengambil berkas yang di maksud dan memberikannya pada Charles.
"Apa kau yakin itu benar benar dia?, ini sudah 3 tahun" tanya Merry.
"Yah, kalung yang di tangkap Yuki, itu memang punya ibunya, aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi orang yang memiliki kalung itu, dan tahu kepada siapa menyerahkannya tidak salah lagi itu adalah dia" jawab Charles.
"Lalu bagaimana dengan anak itu, apakah teman temannya sudah tahu siapa dia?" Merry bertanya lagi.
"Untuk saat ini belum, tapi Yuki sudah tahu kalau Shina bisa jadi berbahaya, aku rasa mengenai hal itu aku tidak boleh ikut campur, lihat saja bagaimana Shina menyelesaikan hal ini, lagi pula dia seharusnya bisa bersikap dewasa dan memutuskan bagaimana menyelesaikan ini" jawab Charles.
Sementara itu Shina dan Yuki mengambil sebuah misi, mereka mengawal sebuah keluarga pergi menuju ke kota yang jaraknya cukup jauh dan melalui pegunungan yang sepi, jalan itu sering jadi tempat terjadinya kejahatan. Mereka menunggu keluarga itu bersiap di depan rumah mereka.
"Kau bilang jangan mengambil misi berbahaya, tapi kita mengawal satu keluarga?" Shina protes pada Yuki.
"Aku memang melarang kalian, tapi bukannya aku tidak melakukannya, aku tidak ingin mereka terluka mereka baru saja mendapatkan cedera yang cukup parah, tapi aku mengajakmu karena aku tahu kemampuanmu jauh lebih hebat dariku" balas Yuki.
"Bilang saja kalau kau ingin mencari informasi tentang kekuatanku" gumam Shina dalam hati.
"Kalau kau tidak mau pergi saja, kami sebenarnya juga tidak memerlukan pengawal amatir seperti kalian, kau tahu ayahku ini seorang pemimpin perusahaan, jadi jika perlu perlindungan kami sudah punya pengawal pribadi yang jauh lebih baik dari kalian" ucap seorang anak kecil berumur sekitar 9 tahun.
"Rafa jangan begitu" menegur anak itu.
"Mohon maaf, aku Tiara ini adikku namanya Rafa, dia memang tidak bisa berinteraksi dengan orang yang belum akrab" seorang perempuan remaja memperkenalkan diri.
"Ya tidak apa-apa, lalu bagaimana dengan persiapannya?" balas Yuki.
"Maaf menyela, tuan dan nyonya sudah siap" ucap ketua dari pengawal pribadi keluarga itu.
"Terimakasih David, Rafa ayo kita segera masuk" mereka pun segera menuju ke mobil.
"Pastikan kalian tidak menggangu" ucap David sinis, lalu pergi menuju mobil.
"Sepertinya aku tau anak itu terpengaruh siapa" ucap Shina.
"Ya aku paham maksudmu" balas Yuki.
Yuki dan Shina masuk ke mobil yang di siapkan keluarga itu dan mengikuti dari belakang.
"Tak kusangka kau ternyata bisa menyetir" Shina memulai percakapan.
"Tentu saja, seandainya aku sudah cukup umur aku pasti sudah punya SIM" balas Yuki.
"Memangnya tidak apa apa apa kau tidak akan di hadang polisi?" tanya Shina.
"Saat dalam misi kita memiliki beberapa hak untuk melanggar beberapa hukum" jawab Yuki.
"Tapi apa menurutmu ini agak sedikit aneh?" tanya Shina.
"Yah memang, aku merasa sesuatu yang tidak beres terjadi" jawab Yuki.
Mereka coba menghubungi dengan menggunakan radio, tapi David bilang semuanya masih normal. Akhirnya mereka sampai di tempat peristirahatan.
"Sudah kubilang asal ada pengawal pribadi kami akan baik baik saja, kami tidak memerlukan kalian" Rafa bicara pada Yuki dan Shina.
"Terserah kau saja, asal kau tahu aku tidak peduli" ucap Shina.
"Bilang saja kalau kau iri pada kekuatan dari pengawal kami" lanjut Rafa. Tapi Shina tidak memperdulikannya, dan Rafa terus mengoceh.
"Sebaiknya aku diam saja" ucap Yuki dalam hati.
"Door" suara tembakan dari Sniper, lalu tembakan berlanjut dari tempat istirahat orang yang menyewa Shina dan Yuki.
"Bawa anak ini ke tempat aman, aku akan melihat kesana" lalu Yuki pergi melihat keadaan.
Saat sampai di sana Yuki melihat David dan beberapa anak buahnya bersama dengan para tentara bayaran menyerang ke tempat Tiara dan ayahnya berlindung. Hanya ada dua orang yang berada di pihak keluarga itu yang masih hidup. Yuki melemparkan granat dan ledakannya meledakan mobil di sampingnya. Pada kesempatan itu Yuki menyerang dan menembak yang bisa di tembaknya, dia sampai di tempat keluarga itu.
"Pergi ke hutan, cepat!" lalu dia melemparkan bom asap dan segera kabur. Mereka segera berlari ke arah hutan, empat orang mengejar mereka, sambil berlari mereka saling balas tembak, salah satu pengawal terkena tembakan di kepala, mereka terpojok oleh tebing dan tidak bisa lagi kabur. Dengan perlindungan pohon mereka melakukan baku tembak.
"Kita tidak bisa seperti ini lebih lama lagi, sebentar lagi musuh lain akan segera datang.
"Door" suara sniper dari kejauhan, salah satu orang yang mengejar mereka terjatuh. Lalu tembakan itu terjadi lagi, dan menjatuhkan satu lagi musuh, karena panik salah satunya terbuka dan Yuki menembaknya. Tembakan itu membunuh orang itu, dan akhirnya yang tersisa mundur.
Yuki dan yang lainnya berjalan menuju ke tempat yang lebih rendah agar bisa naik, mereka berhasil naik dan menuju ke tempat yang lebih tinggi. Mereka sampai di puncak bukit, merasa sudah aman mereka beristirahat. Dia melihat satu satunya pengawal yang membantu mereka seperti ketakutan, Yuki ingin memberi air kepada orang itu. Dia memberikan air kepada orang itu, saat Yuki ingin memberikan air orang itu menarik Yuki dan menodongkan pistolnya.
"Kalian semua angkat tangan, dan kau jangan coba coba melakukan hal aneh, jika tidak kau akan ku bunuh" ancam orang itu.
"Kalian tidak tahu, David dan dua orang yang berpihak pada penyerang adalah mantan tentara, bagaimanapun jika melawan sama saja kita akan mati, aku akan menyerahkan kalian agar aku bisa di ampuni" kata orang itu.
"Siapa yang menyerahkan pada siapa?, kau menyerahkan mereka atau aku yang menyerahkanmu pada kematian?" suara yang tak asing bagi Yuki
"Kau hanya mengancam, kau tidak mungkin berani membunuh orang" jawab orang itu.
"Apa kau lupa dua orang sebelumnya mati karena senjata ini?"
"Maksudmu kau yang..." orang itu mulai cemas
"Terlambat...,"
Dor tembakan itu membuat kepala orang itu berlubang. Langkah kaki mendekat itu adalah orang yang menembak sebelumnya.
"Aku sudah bilang kalau kebaikanmu akan menjadi kelemahan" itu adalah suara yang di kenal Yuki, suara itu adalah suara dari Shina.